Part 22

6.3K 193 1
                                        

Kiera membelalakkan matanya ketika melihat sebuah ruangan yang remang-remang. Ia terbayang kamar di sebuah rumah tua, dimana ia hampir diperkosa oleh Ari. Kiera langsung mengangkat selimutnya untuk memeriksa apakah ia masih mengenakan pakaian atau tidak.

“Aku belum melakukannya,” sahut seseorang yang baru keluar dari kamar mandi. Kiera baru menyadari bahwa dirinya ada di sebuah kamar. Kamar Theodore. Ia melihat lengannya di balut dengan perban. “Aku yang membalutnya tadi,” sahut Theodore ketus sambil memakai kaus.

“Kenapa kamu melakukan ini padaku?” suara Kiera terdengar parau.

“Melakukan apa? Bukankah kamu yang pergi bersama laki-laki lain, tidur di kamarnya, menyuruhnya tidur di kamarmu, selalu pergi bersamanya... Lalu kenapa tubuhmu masih menerima ciumanku? Apakah kau semurahan itu sekarang?”

“Apa maksud kamu?” Kiera tidak bisa percaya kata-kata sehina itu keluar dari mulut Theodore.

Belum cukup kamu menyakiti aku selama ini? Selama tiga tahun tidak pernah ada kabar, semua emailku tidak pernah kamu balas. Dan sekarang, setelah kamu kembali, hanya penghinaan yang kudapatkan? Mungkin Theodore yang kukenal sudah hilang, selamanya. Batin Kiera.

“Kamu tidur di kamar Leono dan kamu menyuruh Leono untuk tidur di kamarmu, bahkan kamu berciuman dengannya, kamu tidak menolak untuk berciuman mesra dengannya, apa kamu sudah tidak...”

“Cukup! Kalau memang kamu menganggapku serendah itu, kamu salah besar, harga diriku jauh lebih tinggi daripada orang-orang kaya sepertimu yang hanya bisa menghinaku!” Kiera berlari keluar kamar, lalu keluar apartemen Theodore.

Bukan ini yang diharapkan Kiera. Ia merindukan Theodorenya yang dulu, Theodore yang lembut dan penuh kasih sayang. Namun, semuanya hanya menjadi kenangan baginya. Kiera duduk pada anak tangga terakhir dan memegangi lengannya yang dibalut perban, dengan kasar ia menarik perban itu hingga terlepas dari lengannya.

“Kenapa kau lepas? Kau tidak menghargai bantuanku?” sahut Theodore dari belakang.

“Mau apa lagi?” suara Kiera bergetar. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan air matanya yang langsung mengalir di pipinya dengan deras.

“Tasmu,” Theodore melempar tasnya dengan kasar ke arah Kiera hingga mengenai kepalanya. Kiera hanya menerima dengan berat hati dan berjalan keluar gedung apartemen.

Kiera berjalan ke arah sebaliknya dari arah pulang, ia tidak ingin ada yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Jalan yang ia lalui begitu gelap dan sepi. Hanya ada seorang pria berbadan tinggi dan besar, dengan otot-otot yang menonjol di sekujur tubuhnya. Kiera tidak peduli lagi dengan nasib dirinya, ia bersumpah akan bunuh diri jika ia diperkosa.

Apa yang ada di pikiran Kiera pun terjadi, semua yang ada di pikirannya terjadi secara detail. Pria itu menodongkan pisau di lehernya dan merebut tasnya dengan mudah dari Kiera. Ia menarik tubuh mungil Kiera ke tepi jalan dan meraba seluruh bagian tubuh Kiera, Kiera hanya memejamkan matanya dan hanya berdoa dalam hatinya. Namun, sesaat setelah itu, ia mendengar suara tembakan. Perlahan ia membuka matanya, pria bertubuh besar itu sudah ambruk di kakinya dengan sebuah lubang tepat di kepalanya.

Theodore mengambil tas Kiera dan menarik Kiera ke dalam mobilnya. “Kenapa kau tidak melawan?” ketus Theodore setelah duduk di dalam mobilnya.

“Hanya untuk menyakiti diri sendiri?” suaranya begitu lemah teringat dengan semua kejadian yang pernah ia alami.

“Kau belum mencobanya,”

“I had done,” Kiera menghela napas yang terasa begitu berat. Theodore memutar posisi duduknya hingga menghadap Kiera dan mengernyitkan alisnya. Kiera mengerti apa maksud Theodore. “Pertama, tepat di depan apartemenmu, aku menunggu taksi karena sudah terlalu malam untuk mencari angkutan umum, aku menunggumu semalaman di apartemenmu pada waktu itu, tapi kamu tidak pulang, lalu ada dua orang laki-laki yang merampok dan hampir melakukan hal serupa seperti tadi. Kedua, seseorang yang dipekerjakan oleh mamamu...”

I Give You My DestinyWhere stories live. Discover now