Sementara Kiera masih belum sadarkan diri, orang tua Kiera membicarakan cara mendapatkan uang untuk operasi Kiera dalam waktu dekat. Mereka mungkin saja mencari pinjaman dari kerabatnya, tapi belum tentu ada yang mau meminjamkan uang dalam jumlah banyak. Dengan pekerjaan papanya yang pendapatannya tidak menentu, tidak mungkin akan terkumpul banyak dalam waktu dekat.
Mamanya yang hanya seorang ibu rumah tangga, ikut ambil bagian dalam hal ini, ia bisa mencari pekerjaan apapun untuk mendapatkan uang. Dari kegemarannya membuat cupcake, ia mendapat ide untuk berjualan kue buatannya, ia bisa memasarkannya di pasar dekat rumahnya ataupun di toko-toko. Mamanya memikirkan cara untuk mewujudkan idenya.
Sedangkan papanya berpikir untuk mencari pekerjaan lain sebagai pendapatan tambahan, atau mungkin mencari pekerjaan tetap lain dengan upah yang cukup tinggi dengan pengalaman kerjanya. Ia bisa mengirimkan beberapa lamaran pekerjaan ke perusahaan-perusahaan yang sudah memiliki nama -dikenal. Pengalamannya memimpin perusahaan, cukup baik untuk menjadi bekalnya.
Leono memikirkan hal yang sama sepanjang jalan pulang, Leono tidak memusatkan perhatiannya secara penuh pada jalan, ia memutar otaknya untuk membantu biaya operasi Kiera. Ia berpikir mencari biaya tambahan untuk Kiera, karena Kiera pernah cerita bahwa dia bisa kuliah karena beasiswa dan sampai sekarang ia hendak skripsi, masih dalam bantuan nilai-nilainya yang mempertahankan beasiswanya. Dengan kata lain, kalau bukan karena beasiswa, mungkin Kiera tidak bisa melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah.
Ia berpikir bahwa ia pernah mengambil pekerjaan sebagai bartender di sebuah club malam karena alasan yang sama, butuh tambahan biaya. Disaat ia hampir memasuki area gedung apartemen, ia memutar balik motornya dan menuju sebuah club malam. Berhubung dia mengenal pemilik club malam itu, dia langsung bekerja sebagai bartender pada malam itu juga.
***
Malam setelah Leono menyelesaikan tugasnya sebagai seorang masinis, ia mampir ke rumah sakit untuk melihat keadaan Kiera, walaupun ia tahu seharusnya Kiera pasti sudah tidur. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam, masih ada waktu setengah jam sebelum ia kerja di club malam. Sudah hampir satu minggu Leono menjalani pekerjaan yang sangat menyita waktu dan tenaganya, tapi ia tidak merasa terbebani, karena ia menjalani semuanya dengan hati, bukan suatu keterpaksaan.
Ia membuka pintu kamar inap Kiera dengan perlahan agar tidak mengeluarkan suara yang bisa mengganggu orang yang ada di dalamnya. Kiera tampak lelap dengan irama napasnya yang teratur dan kelopak matanya yang tertutup rapat. Leono mendekati tempat tidur Kiera dan duduk di kursi di sampingnya. Sesaat ia melihat ke arah mamanya Kiera yang tertidur di kursi dengan posisi tangan terlipat di sisi tempat tidur yang berlawanan dengan Leono dan kepalanya berada di atas tangannya.
Leono meraih dan menggenggam tangan Kiera yang lemas seakan tidak memiliki tulang. Ia menempelkan punggung tangan Kiera ke pipinya dan menciumnya dengan lembut. Perlahan kelopak mata Kiera mulai terangkat. “Hei... Apa aku membangunkanmu?” bisiknya. Kiera hanya menggelengkan kepalanya pelan. “How do you feel? Is it better?” Kiera masih belum mengeluarkan suaranya, ia hanya mengangguk.
“Kenapa kamu belum tidur?” tanyanya sambil membelai rambut Kiera.
“Aku menunggumu, mamaku bilang, kamu selalu datang malam, jadi hari ini aku berusaha untuk menunggumu,”
“Seharusnya, kamu tidak usah melakukannya, karena kamu butuh banyak istirahat,” Leono mengelus pipi Kiera yang terasa dingin dan mengecup keningnya. “Aku tidak bisa lama-lama, aku pergi dulu,” pamitnya setelah memastikan Kiera memejamkan matanya.
Leono belum benar-benar pergi setelah keluar dari kamar inap Kiera, ia mengintip dari jendela kaca yang ada pada pintu kamar untuk memastikan Kiera benar-benar tidur. Setelah melihat tak ada gerakan lagi, ia beranjak dari depan pintu dan berlari menuju parkiran, karena hanya tersisa waktu lima menit sebelum pukul sebelah malam.