Part 6

5.5K 219 1
                                    

Theodore tidak bisa membohongi perasaan dan pikirannya lagi, terlalu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam benaknya. Semenjak pertemuan Kiera dengan Simon bulan lalu, hubungannya dengan Kiera merenggang. Meskipun, Kiera tetap menjadi seperti Kiera yang ia kenal, perhatiannya kepada Theodore pun masih sama, tetapi komunikasi mereka berkurang, seakan ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Kiera darinya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan apa yang dibicarakan oleh Simon dan Kiera.

Theodore mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Dimatikannya komputer di hadapannya dan beranjak keluar dari gedung kantornya. Mobilnya melaju kencang menembus derasnya hujan menuju club malam yang tak jauh dari kantornya. Sejauh ini, Theodore tidak pernah pergi ke club malam sendirian, ia selalu pergi ke club malam jika ada temannya yang mengajak atau temannya mengadakan acara di club malam.

Malam ini, pikirannya sangat kacau. Banyak tanda tanya besar yang bertabrakan dalam benaknya, ia butuh sesuatu untuk membuatnya tenang malam ini. Penampilannya juga berantakan, tidak seperti biasanya, walaupun pulang kerja, kemejanya masih rapi di dalam celananya. Kali ini, sebelah sisi kemeja keluar.

Ia menuju meja bar yang cukup tinggi, tapi sesuai dengan tubuhnya yang tinggi pula. Seorang bartender menawarkan segelas minuman berwarna bening keemasan, jelas minuman itu mengandung alkohol. Dengan cepat Theodore meneguk segelas minuman itu hingga habis, bahkan ia memintanya lagi kepada bartender itu. Hampir sepuluh kali ia mengulangi hal yang sama.

Satu hal lagi yang belum pernah dilakukan Theodore sebelumnya, minum minuman yang mengandung alkohol lebih dari tiga gelas. Ia bukan seorang peminum yang handal. Untuk kesepuluh kalinya ia meminta minumannya lagi kepada bartender. Sang bartender hanya melayaninya dengan setia.

“Sedang ada masalah?” tanya sang bartender ketika meletakkan gelas berisi minuman beralkohol yang kesebelas kalinya.

“He-eh...” suara Theodore parau karena mulai hilang kesadarannya.

“Kalau ada masalah, sebaiknya diselesaikan baik-baik, mabuk bukanlah cara untuk menenangkan diri,” ucapnya sambil mengorek-ngorek kardus besar yang ada di bawah meja bar.

Theodore membuka matanya sebelah untuk melihat wajah sang bartender. “Leono?” sahut Theodore sambil mengangkat sebelah tangannya.

Leono dengan Theodore memang saling mengenal, tapi tidak secara dekat. Apartemen yang mereka tempati bersebrangan, terkadangan mereka berpapasan ketika berada di gedung apartemen, tapi mereka hanya saling menyapa seperti layaknya orang yang bertemu dengan tetangganya. Setidaknya, mereka saling mengetahui namanya.

“Ini saya buatkan susu putih untuk menetralkan lambung, mari saya antar ke kamar mandi, karena pasti anda akan muntah nanti,” sepenuhnya Theodore tidak bisa menopang tubuhnya sendiri, terpaksa Leono membopong tubuh Theodore yang lebih tinggi darinya.

Benar apa yang dikatakan Leono, Theodore memuntahkan semua isi perutnya setelah meminum susu putih. Hanya benda berbentuk cairan yang keluar dari mulut Theodore, karena seharian ia hanya mengisi perutnya dengan roti untuk sarapan. Leono memijat-mijat tengkuk Theodore dengan sabar untuk membantunya.

Leono tersenyum lega setelah melihat Theodore lebih baik setelah mencuci muka. “Butuh teman untuk berbagi cerita?” Leono berjalan di depan Theodore menuju meja bar tempatnya bekerja.

“Kalau kau mau mendengarnya, ini akan sangat membosankan, masalah anak muda seperti biasanya,”

“Cinta,”

“Ya! Dia bertemu dengan mantan tunangannya, dan hubungan kita merenggang,”

“Cinta itu seperti minuman ini, jika hanya sedikit yang kita minum, bisa membantu kita untuk merasa tenang, tapi jika terlalu banyak, bisa membuat kita mabuk... Cobalah untuk mengajaknya bicara dari hati ke hati, mungkin bukan mantan tunangannyalah yang menjadi penyebab,” ucap Leono sembari mengangkat gelas bekas Theodore yang masih tersisa setengah minuman keemasan itu.

I Give You My DestinyWhere stories live. Discover now