“Berikan obat tidur dalam minumannya dan tingkatkan dosisnya daripada yang kemarin, karena saya membutuhkan tubuhnya dalam waktu yang cukup lama, paham?”
“Yes, Ma’am,”
Ari menyiapkan makanan dan minuman di dapur untuk sarapan Kiera, sesuai dengan perintah, ia memasukkan obat tidur dalam dosis yang lebih tinggi dari yang kemarin. Ia meletakkan piring yang berisi roti panggang dan segelas susu di atas nampan. Ia membawanya ke kamar Kiera, tampaknya Kiera masih marah karena kejadian di taman belakang. Kiera tidak membuka pintu kamarnya ketika Ari mengetuknya.
Ari langsung membuka pintu kamar Kiera dan meletakkan nampan itu di atas laci di samping tempat tidur. Melihat Kiera meringkuk di dalam selimut, Ari langsung duduk di tepi tempat tidur dan memeriksa keadaan Kiera. “Kiera? Are you okay?”
“Hmm...”
“Badanmu panas sekali,” sahut Ari setelah menyentuh kening Kiera. “Tunggu sebentar di sini,” ia mengambil gelas berisi susu yang dibawanya dan keluar dari kamar Kiera. Tak lama ia kembali membawa segelas susu coklat hangat dan es batu di dalam kantung plastik. Ia tidak melihat Kiera di tempat tidurnya, hanya ada guling yang di tutupi dengan selimut.
Jendela kamar yang terbuka menarik perhatian Ari, ia berlari menuju jendela dan melihat ke arah luar. Perkiraannya adalah Kiera kabur melalui jendela, dia berlari keluar kamar dan menuju taman belakang dimana jendela kamar Kiera menghadap. Kiera mengamati kepanikan Ari dari jendela kamarnya setelah melihat keadaan sudah lebih aman dan keluar dari bawah tempat tidur..
Perlahan ia membuka pintu kamarnya dan berlari menuruni tangga. Hentaman kaki yang beradu dengan lantai kayu menimbulkan suara yang cukup keras. “Ingin melarikan diri?” suara elegan seorang wanita menyahut dari belakang ketika Kiera hendak membuka pintu utama rumah itu.
Tangannya gemetar setelah mendengar suara itu, ia membalikkan badannya dan melihat siapa pemilik suara itu. “Tante Brittany?” Kiera mengernyitkan alisnya dan memiringkan sedikit kepalanya.
“You never thinking if you will meet me again, right?” ia berjalan perlahan dengan gayanya yang tetap elegan mendekati Kiera yang bersandar kaku di pintu utama. “Ouch, I think you are being fever,” ucapnya setelah jari telunjuknya mengangkat dagu Kiera. Kiera yang pucat pasi tidak bisa menyembunyikan wajah tegangnya.
“Apa yang anda inginkan?” suara Kiera gemetar.
“I think... You have known about it,” kuku panjangnya yang berwarna merah menyala menyusuri sisi sebelah wajah Kiera seakan ingin segera menggoresnya.
“Okay I know, but I can't do it,”
“Is it your choice?”
“I have no choice, I just...”
“You have choice, you leave Theo and I never distrub you,”
“What will you do to Theo?”
“I can do anything, because he is my son, and you? Who are you? You are only a poor girl that hope will be my daughter in law, you can, but it can be happen in your dreams,” Brittany menjambak rambut Kiera hingga Kiera meringis. “Ari!” teriaknya.
Dalam hitungan detik, Ari datang menghampiri Kiera dan Brittany dalam keadaan terengah-engah. “Stupid! Tie her!” Ari langsung menarik kursi kayu yang sudah reot di dekatnya dan memaksa Kiera untuk duduk walaupun ia terus meronta-ronta. Ia mengingat tangan Kiera ke belakang sandaran kursi, lalu mundur ke sampi Brittany.
“Lepaskan! Apa yang akan kau lakukan?!” Kiera tetap meronta-ronta walau tangannya sudah diikat. Ia menghentak-hentakkan kakinya ke depan ingin menandang salah satu dari mereka. Keduanya masih diam di tempatnya berdiri dan memandangi apa yang dilakukan Kiera dengan pandangan mengejek.
