From: heriberthakiera@gmail.co.id
To: theodorevalion@hotmail.com
Subject: #186
Compose email: hampir sejam aku menyiapkan diri untuk menghadiri resepsi pernikahan Simon dengan Jeanette. Aku tidak tahu harus mengenakan gaun seperti apa, karena memang aku tidak punya gaun yang pantas untuk menghadiri acara pernikahan. Kamu ingat, ketika aku memakai gaun yang menurutku paling bagus diantara gaun yang kumiliki untuk menghadiri pesta pertunangan Eleanor? Aku takut kejadian itu akan terulang kembali dan aku mendapat hinaan yang selama ini kukhawatirkan. Wish me luck!
Kiera diantar oleh papanya ke hotel dimana acara resepsi pernikahan Simon dan Jeanette diadakan. “Kamu yakin tidak perlu ditemani?” tanya papanya untuk kesekian kalinya dengan pertanyaan yang sama.
“Pa, aku bisa menghadapi apapun yang akan terjadi, papa hanya perlu mendoakan aku agar tidak ada hal buruk yang menimpaku hari ini,” Kiera turun setelah memastikan papanya mengangguk untuk menyetujuinya.
Kiera ragu ketika berada di depan pintu ballroom hotel, bayangan berbagai kemungkinan kejadian buruk yang akan menimpanya membuatnya bingung. “Kenapa tidak masuk?” suara seorang gadis menyahut dari belakang.
Kiera menoleh dan melihat siapa pemilik suara itu. Eleanor, ia tersenyum ketika Kiera melihat dirinya. “Eleanor?”
“Kenapa kamu tidak masuk?” tanya Eleanor lagi dengan nada yang sama ramahnya dengan sebelumnya. Namun, Kiera masih belum menemukan alasan dalam otaknya, ia tidak mungkin menceritakan kepada Eleanor tentang apa yang ia takutkan. “Sudah, jangan terlalu banyak berpikir, ayo kita masuk, aku juga datang sendiri,” Eleanor langsung merangkulkan lengannya ke bahu Kiera.
“Tunanganmu kemana?”
“Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya,” sahut Eleanor singkat disertai seringainya yang lebar.
Kiera tidak memberikan tanggapan lagi. Ia hanya mengikuti Eleanor untuk memasuki ballroom hotel dan mengisi buku tamu. Kiera menyalami Simon dan Jeanette untuk memberi ucapan selamat. Lalu, ia hanya bersandar pada dinding belakang sambil mengambil minuman. Ia tidak pandai untuk berbaur, terutama terhadap orang-orang yang bisa saja merendahkan dirinya. Pengalaman buruk yang beberapa kali menimpa dirinya, membuatnya enggan untuk berbaur dengan orang-orang kaya.
Ia juga mengambil minuman untuk Eleanor yang dari tadi menemaninya, ia berniat untuk menanyakan kabar Theodore kepadanya. Namun, ketika ia kembali ke belakang, Eleanor tidak ada di tempatnya semula. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari sosok Eleanor, tapi tidak menemukannya, yang ia saksikan hanya orang-orang yang berjalan menjauhinya seakan membiarkannya sendirian dan tidak ada yang mau berbicara dengannya.
Kiera meletakkan gelas yang dipegangnya ke meja di sampingnya dan menutup kedua telingannya dengan tangan ketika melihat orang-orang yang menjauhinya mulai berbisik-bisik dan melirik dengan sinis ke arahnya. Bahkan ada salah seorang dari kerumunan itu yang menyeletuk menghina penampilannya yang tampak paling buruk diantara para tamu.
Ia tidak mengerti kenapa ia masih bisa mendengar segala hinaan orang-orang yang ditujukan pada dirinya, walaupun dia sudah menutup telinganya. Bahkan bunyak hanya bisa mendengar semuanya, ia merasa suara itu semakin keras di telinganya, semakin menyudutkan dirinya. Penampilannya yang begitu mencolok, tingkah lakunya yang aneh, dirinya yang tidak bisa berbaur, pribadinya yang senang menyendiri, segalanya bercampur aduk masuk ke dalam indera pendengarannya.
“Kiera?” seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuatnya tersentak dan hampir menjatuhkan gelas yang sedang dipegangnya. Suara dan tepukan di pundaknya, membuat lamunannya buyar dan mengembalikan dirinya ke dunia nyata yang ternyata jauh lebih baik daripada imajinasinya. “Mereka mau lempar bunga, kamu tidak mau ikut?” tanya Eleanor dengan ramahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/27974928-288-k140387.jpg)