Pertanyaan Danish

3.7K 168 6
                                    

🌸
Matahari pagi telah terbit memancarkan sinarnya yang hangat di berbagai penjuru. Tak terkecuali sebuah desa kecil yang terletak di ujung barat Jawa. Desa itu masih sangat asri dengan berbagai tumbuhan dan bukit yang menjulang. Menambahkan kesejukan udara di pagi itu.

Sebuah rumah sederhana dengan pagar hitam yang tidak terlalu tinggi, nampak ramai oleh celoteh riang seorang anak.

"Mama.... Aku mau minum susu."

Anak kecil itu berumur sekitar lima tahun. Namanya Danish. Putra dari Kirana, seorang perempuan cantik yang dulu di juluki kembang desa.

Derit suara terdengar, saat anak itu menarik kursi meja makan dan duduk manis di sana, sambil memainkan robot kecil yang sejak tadi ia bawa.

"Sebentar ya sayang, mama sedang membuat nasi goreng kesukaan Danish." sahut Kirana.

Danish meletakkan kepalanya di meja, merasa bosan untuk menunggu.
"Kalau begitu, aku buat sendiri aja deh susunya." ucap Danish, dia beranjak dari duduknya menuju tempat dispenser berada.

Kirana tersenyum, melihat tingkah anaknya. Sebenarnya Danish memang sudah bisa membuat susunya sendiri. Dia anak yang pintar dan aktif.  Tak jarang tingkah Danish yang pecicilan, membuat neneknya kewalahan saat di tinggal bekerja oleh Kirana.

Mereka tinggal di rumah itu hanya bertiga dengan ibu Kirana. Saat pagi sampai sore Kirana harus berkerja menjahit di sebuah konveksi milik juragan terkenal di desanya itu, demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

"Mama, kenapa sih aku gak punya papa."

Kirana tersentak, gerakannya yang sedang mengaduk nasi terdiam. Akhirnya pertanyaan itu muncul juga dari mulut Danish.
Kirana tahu,  menyembunyikan hal ini dari Danish bagaikan menyimpan bom waktu yang akan meledak kapan saja.

"Aku tuh sebal mah, selalu di ejek sama Agam, katanya aku gak punya papa. Terus mereka bilang aku bule kesasar." ucap Danish lagi, sambil asik meminum susu dari gelas khususnya.

Hati Kirana sakit mendengarnya, perawakan Danish memang sangat berbeda dengan yang lainnya. Kulit Danish putih, dengan rambut halus berwarna pirang coklat, hidung tinggi lancip, dan bola mata hitam yang jernih.
Dia mewarisi gen dari ayah biologisnya. Tidak ada yang akan menyangka kalau Danish adalah anak Kirana.

Kirana mengusap lembut rambut Danish, lalu menyodorkan sepiring nasi goreng seafood kesukaan Danish.
"Habiskan ya... Mama mau ke kamar dulu."

Kirana memilih pergi meninggalkan Danish, sengaja mengabaikan pertanyaan putranya tadi.
Di pintu dapur, ia berpapasan dengan Halimah, ibu kandungnya. Wanita paruh baya itu tersenyum menguatkan Kirana.

"Aku siap-siap dulu ya, Bu." ucap Kirana.

"Iya, Danish biar ibu yang temani."

Kirana mengangguk, lalu kembali berjalan menuju kamarnya. Rumah yang ia tempati ini mempunyai tiga kamar. Danish sudah mempunyai kamar sendiri. Hanya saja, ia masih sering tidur bersama dengan Kirana.

Sampai di kamar, ia bergegas membersihkan diri. Seperti biasa, dia harus pergi bekerja di konveksi. Menjadi single parent menuntutnya untuk bekerja keras sendiri.
Apalagi Danish sudah semakin besar. Tahun ini tepat berumur lima tahun, sebentar lagi akan mulai sekolah di taman kanak - kanak.

Kirana berkutat di depan cermin, mengenakan pakaian sopan dengan rambut di kuncir ke atas.
Setelah selesai, ia memasukkan segala keperluannya ke dalam tas kecil yang selalu ia bawa. Isinya tak banyak hanya dompet, ponsel dan tisu.

Kirana bukan tipe gadis yang menggunakan make up tebal di wajahnya. Tanpa make up pun wajah ayunya tetap terpancar.

Namun, gerakan tangannya terhenti. Mata indah itu secara tidak sengaja melihat tumpukan berkas yang seharusnya tersimpan rapi di dalam laci.

Kirana menghela napas berat, semalam dia memang mengeluarkan berkas itu. Teringat tentang perkataan Rara, teman seperjuangannya di konveksi.
Rara akan berhenti bekerja di sana, karena ia akan merantau ke Kota.

Terbesit niat untuk mengikuti jejak Rara kembali ke ibukota, tapi Kirana terlalu takut. Masa lalunya yang rumit tersimpan rapi di Kota itu. Dosa terbesar yang pernah ia lakukan dan tak ingin dia ingat kembali.
Dia sudah berjanji pada seseorang untuk tidak kembali ke Kota, mengubur dalam - dalam dukanya seorang diri.

Di sisi lain,
Seorang pria dengan berperawakan tinggi, baru saja keluar dari mobilnya seorang diri. Ia berjalan sambil menenteng jas hitam di tangan kirinya.

Dia adalah Alex Dieter, pria keturunan Jerman - Jawa. CEO perusahaan terkenal yang bergerak di bidang fashion. Dia mendapat gelar executive tampan paling hot di perusahaannya itu. Penampilannya sempurna, dengan tubuh yang tegap, rambut pirang kecoklatan, mampu membuat semua wanita tak berkedip ketika melihatnya.
Status Alex sebagai duda mapan dan matang, membuat siapa saja berlomba untuk mengisi posisi kosong sebagai nyonya Dieter.

Tapi tidak semudah itu, Alex seorang perfeksionis yang gila kerja. Bahkan pernikahannya hanya bertahan setahun, karena pria itu lebih sering meghabiskan waktunya di perusahaan.

"Selamat pagi, Pak." sapa para karyawan, begitu melihat bosnya datang.

Alex tidak menjawab, terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun.
Sikapnya yang angkuh membuatnya pantang untuk sekedar tersenyum atau menundukkan kepala.
Dia berjalan menuju lift, dan memencet tombol naik ke atas, tempat ruangannya berada.

Sampai di dalam ruangan, dia sedikit terkejut mendapati seorang perempuan tengah menunggunya. Duduk di atas sofa dengan pakaian yang serba ketat. Perempuan itu adalah Putri, mantan istrinya, yang sudah ia ceraikan setahun yang lalu.

"Mau apa kamu ke sini." ucap Alex, raut wajahnya gusar.
Merasa terganggu dengan kehadiran Putri.

Putri berjalan pelan menghampiri Alex,
"Alles Gute zum Geburtstag, Alex."
( Selamat ulang tahun, Alex )

Alex tertawa sumbang, mendengar ucapan selamat dari mantan istrinya itu. Dia sendiri saja lupa kalau hari ini adalah ulang tahunnya.

Dalam hati, ia merasa sangat miris. Harta melimpah yang ia punya sekarang, entah kenapa tidak dapat membeli kebahagiaan dan ketenangan yang dia inginkan.

"Danke! ( Terima kasih!)" sahut Alex dengan nada datar.

Putri tersenyum lebar, karena merasa yakin hanya dia yang mengucapkan ulang tahun untuk Alex.
Selama ini dirinya selalu peduli dengan pria itu. Walaupun sudah berpisah, Putri masih sangat mencintainya.
Meski dia tahu, di dalam hati Alex tidak ada celah untuk di masuki lagi. Bahkan, saat mereka menikah dulu......

🌸🌸

KIRANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang