Jangan lupa vote dan komen!
Selamat membaca <3
***
Dalam lima menit, sudah tiga kali ini Bara menatap jam yang terpaku di dinding perpustakaan. Hatinya gelisah karena orang yang baru ia tunggu-tunggu tidak kunjung datang, padahal sudah hampir satu jam berlalu. Tapi kenapa belum datang juga?
Rana.
Wanita itu belum menampakkan batang hidungnya, padahal sekarang jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Biasanya Rana tidak pernah telat, selalu datang tepat waktu bahkan lebih sering datang lebih pagi. Tapi hari ini tidak seperti biasanya, Rana tidak datang tepat waktu, dan ini membuat hati Bara tidak tenang.
"Bara?" Rosa masuk ke dalam perpustakaan dan duduk di sofa yang tak jauh dari anaknya duduk. "Hari ini Rana enggak bisa dateng buat belajar sama kamu," Bara yang awalnya sedang mengerjakan soal, menghentikan kegiatannya. "Dan mungkin enggak bisa belajar sama kamu lagi."
Bara menatap mamanya tidak mengerti. "Maksudnya dia berhenti ngelesin aku?"
"Iya, dia baru aja bilang sama mama kalau enggak bisa lanjut."
"Bagus deh kalau dia berhenti."
Rosa menghela napas pelan. "Padahal anaknya baik, sopan juga. Buat kamu mau belajar, mama jadi ngerasa kehilangan," keluh Rosa. "Nanti mama cariin guru les buat kamu lagi deh."
"Enggak usah, Ma, ujiannya sebentar lagi. Aku juga bisa sendiri."
"Beneran?" Bara mengangguk. "Ya udah, kamu belajar aja, mama enggak ganggu lagi," Rosa mengusap kepala Bara pelan. "Selamat belajar ya."
Bara terdiam. Setelah diberi semangat oleh sang mama, bukannya menjadi lebih semangat, Bara malah meletakkan pensilnya. Pikirannya pergi jauh dari latihan soal yang ia kerjakan tadi, kini yang ada dipikirannya adalah Rana.
Kenapa Rana berhenti? Mungkinkah karena kejadian kemarin?
Tapi jika diingat lagi, saat melakukan hal itu, Rana tidak melakukan penolakkan. Bukankah itu berarti Rana menyetujui perbuatan yang mereka lakukan? Tapi kenapa sekarang Rana malah berhenti?
Bara menghela napas pelan. Memikirkan hal itu membuat Bara kembali merasa bersalah, meski Bara rasa mereka melakukannya atas dasar mau sama mau. Bara memijat pelipisnya pelan, sebenarnya apa yang membuat Rana berhenti?
"Kak!"
Seruan heboh terdengar dari luar perpustakaan, lengkingan suara yang Bara hapal milik siapa itu membuat Bara segera mengambil pensilnya dan kembali mengerjakan soal-soal latihan.
"Kakak!" seorang perempuan dengan rambut yang dikepang itu segera mendekati Bara. "Kak Rana nggak ke sini lagi ya?" Bara hanya diam. "Aku dikasih tahu mama."
"Kalau udah tahu kenapa pake nanya?" sahut Bara kesal.
Kira –adik Bara, beringsut mendekati kakaknya. "Kalian berdua putus ya?" selidik Kira.
"Gimana bisa putus kalau enggak pernah jadian?"
Kira menyipitkan matanya, menatap Bara penuh curiga. "Bohong banget," sahut Kira. "Dari interaksi kalian aja, udah kelihatan banget kalau kalian ada sesuatu kok."
Bara menatap adiknya malas. "Dari pada kamu berisik di sini dan ganggu aku, mending kamu balik aja ke kamar."
"Aku kan cuma penasaran," ujar Kira kemudian menghela napas pelan. "Padahal aku ada di kapal kalian loh, Kak, sama kayak mama," Bara memutar mata jengah. "Aku sama mama setuju kalau kalian cocok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
General Fiction[Selesai] Sekeras apapun kau melupakannya, itu hanya akan sia-sia, karena berusaha melupakan adalah kata lain dari memupuk rasa. Dan pada akhirnya, kau semakin ingin memilikinya. - Renjana - Jumat, 27 Maret 2020 *** Selesai, Sabtu, 29 Agustus 2020