"He said something to make you laugh, I saw that both your smiles were twice as wide as ours. You look happier, you do."
—Ed Sheeran
***
"Ayo, Ayah, nanti kalau enggak buru-buru aku ditinggal grandpa sama grandny lagi."
Pagi ini Rana disibukkan dengan Biru yang terus-terusan merengek ingin pergi ke rumah neneknya setelah tahu jika sang nenek sudah pulang setelah tiga bulan ini berkeliling Eropa.
Rana menghela napas pelan. "Tadi kan udah telepon grandpa sama grandny kalau Biru mau ke rumah, jadi grandpa sama grandny enggak mungkin pergi," ujar Rana menenangkan putranya yang tidak sabaran. "Ayo sarapannya dihabisin dulu baru kita pergi ke rumah grandpa sama grandny."
"Ayo sarapannya dihabisin dulu," kini Rangga yang bersuara. "Semakin cepet habis, semakin cepet kita pergi ke rumah nenek."
Biru akhirnya menyerah dan kembali memakan sarapannya, Rana yang melihat itu hanya menghela napas pelan karena menyadari Biru sangat menurut pada Rangga. Rana akui, terkadang ia cemburu pada Rangga karena Biru selalu menuruti hampir setiap perkataan Rangga, sedangkan dengannya Biru masih sering merajuk. Padahal jika dipikir-pikir Rana lah yang susah payah mengandung dan melahirkan Biru, bukan Rangga, tapi kenapa Biru lebih banyak mendengar Rangga daripada dirinya?
"Ngelamunin apa?" Rana sedikit terkejut ketia Rangga menegur. "Kamu enggak kenapa-kenapa, kan? Ada masalah sama kerjaan kamu? Atau ada sesuatu selama aku tinggal?"
"Mbak enggak kenapa-kenapa, Mas, cuma kangen sama mas aja jadinya kayak gitu," sahut sebuah suara yang baru saja muncul, Ragil. "Ajak main lah, Mas. Mbak Rana jenuh kerja terus, ditambah kurang waktu berdua sama mas."
Rana berdecak kesal. "Enggak usah rese deh, Gil."
Rangga tertawa kecil. "Beres, lagian hari ini bisa berduaan terus, kan Biru kita titipin ke rumah mama." Rana mendelik sebal, membuat Rangga dan Ragil sama-sama tertawa dengan kompak karena berhasil menggoda Rana.
"Kalian berdua ini emang saudara kandung, enggak ada yang ngalahin usilnya kalian."
"Iya lah, aku kan aslinya adek Mas Rangga, bukan adek mbak," ujar Ragil sambil merangkul bahu Rangga. "Iya, kan, Mas?"
Rangga menyetujui. "Aku juga timnya ayah sama Om Ragil!" ujar Biru sambil berlari kecil menghampiri Rangga dan Ragil.
"Biru.. harusnya Biru jadi timnya bunda dong," ujar Rana pura-pura bersedih. "Emang Biru enggak kasihan sama bunda? Bunda kan sendirian."
"Makanya cepet bikin adek cewek buat Biru, Mbak, biar kamu punya temen," Rana mendelik dan mendengus kesal, membuat Ragil kembali tersenyum senang. "Kamu mau kan punya adek cewek, Bi?"
Biru mengangguk antusias. "Mau! Mau!" jawab Biru cepat. "Aku mau cute little sister kayak adek Tasya."
"Tuh, Biru udah setuju," ujar Ragil lagi. "Mas Rangga setuju juga, kan?"
Rangga mengangguk. "Aku sih siap kapan aja kalau soal buat-membuat adek buat Biru." jawab Rangga yang langsung dihadiahi pukulan pelan dari Rana.
"Udah, udah, kalian ini pagi-pagi ngaco aja kerjaannya," omel Rana, ia kemudian menatap Biru yang berdiri di antara Ragil dan Rangga. "Biru, katanya mau cepet ketemu nenek sama kakek. Karena makannya udah habis, kita ke rumah kakek sama nenek yuk."
Biru mengangguk cepat dan beringsut meninggalkan ruang makan untuk mengambil tas yang sudah ia isi dengan barang-barang yang perlu ia bawa setelah bangun tidur tadi. "Gil, nanti Mbak Anti bersihin rumah ya," ujar Rana sambil membuatkan kopi untuk adik laki-lakinya itu. "Kalau mau pergi kabarin mbak dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana
General Fiction[Selesai] Sekeras apapun kau melupakannya, itu hanya akan sia-sia, karena berusaha melupakan adalah kata lain dari memupuk rasa. Dan pada akhirnya, kau semakin ingin memilikinya. - Renjana - Jumat, 27 Maret 2020 *** Selesai, Sabtu, 29 Agustus 2020