"Natal kali ini kau tidak pulang ke Busan?"
Park Jimin menjepit ponselnya diantara bahu. "Sepertinya tidak," ujarnya seraya membaca berkas-berkas di hadapannya dan mulai mencatat beberapa hal di buku catatan.
"Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya kau lakukan sampai kau tidak bisa pulang?"
Jimin terkekeh. "Aku harus mengurus beberapa produk spesial Natal yang akan dirilis."
"Lagi?"
"Ya."
"Kau lebih memilih pekerjaanmu dibanding keluargamu sendiri?"
Gerakan Jimin terhenti dan langsung bergerak untuk mengambil ponsel yang tersandar di bahu. "Jungkook, kau tau aku tidak seperti itu. Perusahaan benar-benar mempercayaiku untuk mengurus perilisan produk baru itu."
Jungkook menghela napas. "Selama ini kau selalu pulang setiap Natal, tidak peduli apapun yang terjadi. Tapi, dua tahun belakangan kau melewatkan Natal bersama kami. Awalnya aku merasa biasa saja, sampai aku sadar bahwa sudah dua tahun juga hubunganmu berakhir dengannya."
"Jungkook..."
"Kau mungkin bisa membohongi Paman dan Bibi dengan alasan sibuk, tapi kau tidak bisa membodohi. Kau lupa kalau kita selalu bersama sejak kecil? Aku selalu tau apapun tentangmu."
Jimin tak memberi balasan. Ia menunggu Jungkook melanjutkan kata-katanya karena ia tau sepupunya itu belum selesai menceramahinya.
"Dan sekarang, kau ingin melewatkan Natal bersama kami untuk ketiga kalinya? Aku tau kalau kau disini, kau akan punya banyak waktu untuk melamun dan kau akan mengingat bajingan itu lagi. Aku yakin itulah yang kau hindari, tapi bisakah kau memikirkan perasaan Paman dan Bibi? Mereka merindukanmu."
Bukannya merasa sedih, Jimin malah terkekeh pelan. "Aku tidak tau sejak kapan kau tumbuh menjadi anak yang sok tau"
"Apa?"
Jimin berdeham pelan. "Yah, yang kau katakan tidak sepenuhnya salah. Awalnya aku memang berniat untuk menyibukkan diri agar aku tidak punya kesempatan untuk mengingatnya, tapi ternyata apa yang kulakukan membuat potensiku terlihat oleh atasanku. Mereka berpikir aku layak untuk menjadi Product Manager dan mereka sepakat untuk menaikkan jabatanku jika aku sukses menangani dua kali perilisan produk spesial Natal lagi,"jelas Jimin.
"Dan ini adalah proyek yang terakhir untukku, karena jika kali ini aku juga berhasil, tahun depan aku tidak perlu lagi turun tangan mengurusi hal ini. Dan itu berarti aku bisa merayakan Natal bersama kalian tahun depan," lanjutnya.
Jungkook berusaha mencerna ucapan panjang Jimin. "Apa?"
Jimin tertawa pelan. "Intinya, aku sudah melupakan bajingan itu sejak lama dan kesibukanku kali ini adalah syarat untuk kenaikan jabatan, bukan karena aku sengaja menyibukkan diri. Lagipula, aku sudah menghubungi Ayah dan Ibu, dan mereka sudah memberi izin padaku."
Tak mendengar balasan sedikitpun dari Jungkook membuat Jimin tak bisa menahan tawanya sementara Jungkook hanya mampu memberengut di seberang sana.
"Yah, kuharap kau sedang tidak membuat alasan omong kosong," ujar Jungkook.
"Astaga! Kau masih tidak percaya padaku?"
"Ya, karena aku tau kau masih berada dalam masa patah hati."
Jimin tergelak. "Yah, terserahmu saja. Yang jelas aku benar-benar tak memikirkan laki-laki itu lagi. Aku sudah lapang dada pmelepaskannya dan aku tidak lagi menuntut maaf atas kelakuannya yang sudah mengkhianatiku. Bagiku, kami benar-benar sudah selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
warm winter ▪️
Fanfiction[Completed] Setelah perpisahan yang pahit, Park Jimin mulai terbiasa menghabiskan malam Natal yang dingin seorang diri. Hingga seseorang mendekat dan mulai menghangatkan Natalnya tahun ini.