Apakah kau percaya dengan sihir? Percaya akan mantra, ahli sulap, unicorn, dan berbagai fantasi lainnya?
Jika ya, maka kau pantas berteman dengan Park Jimin. Seorang pemuda yang selalu tenggelam dalam kisah-kisah penuh ilmu sihir seperti Harry Potter, dan lainnya.
Ia percaya akan kekuatan supranatural. Percaya dengan poltergeist atau bahkan trik sulap konyol yang sebenarnya semua orang sudah mengetahui rahasia dibaliknya.
Dan hari ini, keyakinannya akan keberadaan kekuatan yang tak kasat mata itu semakin menguat. Ia merasakan dirinya sedang berada di bawah pengaruh sihir.
Jimin membenturkan kepalanya sekali lagi ke atas bantal sambil mengeluarkan erangan penuh rasa sesal.
Oh, kau bingung apa yang terjadi?
Well, Jimin pun tak bisa menjelaskannya. Ia benar-benar yakin bahwa apa yang terjadi malam ini adalah murni karena kekuatan supranatural yang menjebaknya. Kekuatan yang mampu membuatnya menganggukkan kepala tanpa berpikir panjang di hadapan Yoongi yang mengajaknya untuk berkencan.
Apakah Jimin menyadari hal itu?
Tentu tidak.
Ia baru menyadari gerakannya saat Yoongi berkata bahwa ia menganggap anggukkan Jimin sebagai tanda kalau Jimin menerima ajakan kencannya. Jimin pun semakin tak berkutik saat Yoongi tersenyum dan mengatakan bahwa Jimin tidak boleh berubah pikiran.
Dan disinilah Jimin sekarang, meronta di atas kasurnya dengan gelisah. Yoongi tak memberinya kesempatan untuk meralat sedikitpun.
Denting suara nyaring memaksa Jimin untuk sejenak kembali ke alam sadarnya. Tangan terjulur panjang, berusaha meraih ponsel dengan ujung jemarinya yang mungil.
Jimin langsung mendudukkan tubuhnya saat menerima pesan dari pria yang berhasil mengacaukan benaknya malam ini.
Jepang atau China?
Alis Jimin perlahan menyatu, mengerut seraya berusaha menelaah maksud dari pesan itu.
Apakah dia sedang memintaku untuk memilih antara restoran Jepang dan China?
Jemari Jimin lincah menari di layar, mengetikkan pilihannya dengan wajah sumringah, lalu memencet tombol kirim dengan satu gerakan jari.
Bukankah seharusnya aku menolak?
Jimin membanting ponselnya ke atas kasur lalu menjerit tak karuan. Ia menghantamkan kepala ke atas bantal berulang kali, membuatnya tak menyadari bahwa pintu kamarnya bergerak terbuka dan seseorang berdiri di sudut kasurnya.
"Apa yang kau lakukan?"
Jimin tersentak kaget. Ia pun melemparkan sebuah bantal ke arah Jungkook yang sedang asyik memakan roti lapis. "Ketuk pintu, bodoh!"
"Aku sudah mengetuknya berulang kali. Kau sedang apa? Apa kau tidak bersiap ke kantor?"
Mendengar ucapan Jungkook, Jimin sontak membulatkan mata. Tanpa sepatah kata, ia langsung berlari ke segala arah. Membuka lemari dan mengeluarkan sembarang baju sebelum akhirnya merampas handuk yang tergantung dan bergegas menuju kamar mandi, sementara Jungkook hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Jungkook menaikkan alis, takjub dengan durasi waktu mandi Jimin yang menakjubkan. Jika biasanya ia bisa menghabiskan waktu setengah jam hingga satu jam di kamar mandi, kini tak sampai 15 menit, ia sudah keluar dan langsung mengenakan kemeja putihnya.
Mata Jungkook mengekori Jimin yang berlalu lalang di hadapannya. Wajahnya terlihat tegang seraya sesekali melirik jam lalu mengumpat pelan. Jungkook terkekeh melihat tingkah bodoh pria kecil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
warm winter ▪️
Fanfiction[Completed] Setelah perpisahan yang pahit, Park Jimin mulai terbiasa menghabiskan malam Natal yang dingin seorang diri. Hingga seseorang mendekat dan mulai menghangatkan Natalnya tahun ini.