cold wind

1.5K 251 62
                                    

Yoongi tidak pernah suka dengan pagi hari. Sungguh menyebalkan rasanya harus memaksa tubuh untuk bangun dan meninggalkan tempat paling nyaman di dunia. Ia benci harus menghadapi silaunya matahari yang menusuk mata. Baginya, pagi adalah siksaan dunia.

Lantas, kenapa pagi ini ia malah tersenyum?

Sedari tadi, senyum di wajahnya terbentuk. Tak menunjukkan tanda-tanda bahwa akan surut secepatnya. Yoongi bahkan tak mengindahkan cahaya keemasan dari sang surya yang telah naik ke singgasananya di atas langit.

Tubuh bergeser pelan, memasang kerutan samar di dahi. Takut jika sosok di sisinya terbangun karena gerakannya. Yoongi memangku sisi kanan kepalanya dan menghadap ke samping. Tatapannya masih terarah ke sana, pada Jimin yang masih terlelap dalam mimpi.

Yoongi mengucap syukur karena pria itu akhirnya bisa tertidur nyenyak. Semalam, pria itu bermimpi buruk. Beberapa kali, ia terhentak bangun dan terisak kecil. Seolah-olah ia sedang mengalami mimpi buruk yang berulang.

Yoongi yang tidur di lantai beralaskan kasur lipat yang tipis tentu bisa mendengar isak itu. Sigap, Yoongi langsung merengkuh Jimin. Mengelus surainya dan mengucapkan kalimat-kalimat menenangkan. Pria kecil dalam pelukannya itu sepertinya menyadari keberadaan Yoongi di sisinya. Mata membuka dan langsung mendongak menatap Yoongi.

"Maaf," bisik Jimin kecil.

"Tidak apa. Tidurlah lagi."

Yoongi melepaskan pelukannya dan membelai kepala Jimin sekali. Ketika baru saja ia membalik tubuh, tangan Jimin menahan lengannya. "Apa tubuhmu sakit?"

"Apa?"

"Alasnya terlalu tipis, bukan?"

Yoongi terkekeh pelan. "Tidak juga. Cukup hangat di bawah."

"Kau bisa tidur di sampingku."

Jimin menepuk sisi kiri tempat tidurnya yang kosong, memberi isyarat pada pria yang kini membolakan matanya untuk mengisi tempat itu. "Aku tidak mau bertanggung jawab jika badanmu sakit karena tidur di lantai."

Yoongi tertawa kecil. "Kau tidak apa jika aku tidur di sampingmu?"

"Ya. Aku merasa lebih tenang ketika kau di sisiku."

Seringai tipis samar menghias wajah pucat Yoongi ketika melihat Jimin memejamkan matanya rapat dan sedikit merutuk. Ia mengerti. Jimin tampaknya tidak sengaja mengatakan hal yang ada di pikirannya barusan. Lirikan pria itu seakan berharap Yoongi tidak mendengar kata-katanya tadi.

"Baiklah, jika kau tidak keberatan," ucap Yoongi seraya berbaring ke sisi kiri Jimin. Ia mengeluarkan hela panjang yang cukup keras saat kasur yang empuk menyapa punggungnya.

"Yoongi hyung."

"Hm?"

"Terima kasih."

Dalam hati, ada rasa bahagia yang menyelinap masuk ke dalam batin. Yoongi bahagia bisa menjadi sosok yang berada di sisi Jimin saat ia rapuh seperti ini. Bahagia bisa menjadi bahu untuk air mata pria kecil itu. 

Yoongi kembali memperhatikan Jimin yang terlelap setelah ia sempat berkhayal untuk sejenak. Sungguh tenang rasanya melihat pria itu damai seperti ini. Tak ada bahu yang terguncang dan tak ada tangis yang menghias wajah. Yoongi mengucap harap dalam hati. Berdoa agar pria itu tidak lagi menangis.

Melihat air mata Jimin sungguh menyakitkan bagi Yoongi. Ia tak mengelak bahwa ada sesak dan sayat perih yang menghampiri dirinya kala ia melihat Jimin menangis di sudut kemarin. Desakan untuk memukul pria yang telah menyakiti Jimin memenuhi pikiran saat Jimin menceritakan lukanya pada Yoongi.

warm winter ▪️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang