Pagi ini tidak berbeda dari biasanya. Salju masih turun meski tidak sebanyak hari-hari lalu. Sepertinya Tuhan pun tidak ingin para makhluk ciptaan-Nya gagal merayakan hari kelahiran-Nya karena hujan salju malam ini. Ia menginginkan bumi bersenandung merayakan kehadirannya di muka bumi.
Matahari bersinar malu di balik bayangan awan. Enggan untuk memberi kehangatan bagi jiwa-jiwa yang menggigil dingin. Mengabaikan permohonan hati yang berharap bahwa natal bisa menjadi lebih hangat.
Jimin menarik selimut lebih tinggi, menutupi hampir setengah wajahnya. Mata terpejam, meskipun jiwa sudah benar-benar tersadar, seolah menolak untuk menghadapi kenyataan bahwa malam ini akan ia lalui sendiri. Lagi.
Denting ponsel bahkan tidak cukup mengusik telinga Jimin yang memilih bergulung di atas kasur. Tenaganya seakan lenyap tak bersisa. Mungkin efek demam kemarin. Entahlah. Hanya saja ia merasa tidak ingin melakukan apa-apa hari ini.
Bunyi dering yang lebih panjang dan nyaring akhirnya berhasil memaksa Jimin untuk berbalik dan mengambil ponsel dari meja nakas.
"Hoseok hyung," panggilnya pelan.
"Kau baru bangun?"
"Hm," deham Jimin pelan. "Ada apa meneleponku, hyung?"
"Kau sudah lihat pesan yang kukirim untukmu?"
Jimin menggeleng. "Belum."
"Kalau begitu, bacalah dulu. Setelah itu, hubungi aku."
Erangan pelan dibuat oleh Jimin saat Hoseok memutuskan sambungan dengan cepat. Tangan itu bergerak malas, menempelkan ibu jari pada sisi bawah ponsel hingga kuncinya terbuka. Ia pun langsung mengetuk satu pesan dari Hoseok dari jendela notifikasi.
From: Hoseok hyung
서울특별시 용산구 한남동 독서당로 111
Hannam The Hill 127호Alamat Min Yoongi
Tuhan selalu punya cara untuk membalikkan keadaan. Entah kau sedang sedih, marah, atau lelah dan tak bisa lagi berharap, Tuhan bisa menjentikkan jari-Nya dan semua akan berubah. Memberi satu keajaiban kecil bagi para makhluk lemah.
Seperti Jimin yang mendadak terbangun dari tempat tidurnya dengan mata yang membulat lebar. Matanya berkedip berulang kali, seolah tak percaya bahwa Hoseok baru saja mengirimkan alamat Min Yoongi padanya.
Di tengah-tengah kecamuk logika yang terkejut dan hati yang menyelipkan harapan, Jimin menelepon ulang sang pemberi informasi. Tiga dering nada sambung hingga sapa terdengar dari dalam ponsel.
"Hyung!"
"Kau ingin bertemu dia, bukan?"
Jimin menggigit bibir bagian dalamnya. "Darimana kau mendapatkan alamatnya?"
"Itu tidak penting," sergah Hoseok. "Jimin," panggilnya lemah.
"Hm?"
"Kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan? Aku memberimu informasi itu bukan tanpa maksud," jelas Hoseok. "Jelaskan padanya. Paksa dia untuk mendengarmu."
"Hyung..."
"Jika pada akhirnya dia tetap menolak untuk menerima penjelasanmu, setidaknya kau sudah mencoba, bukan? Belum terlambat. Kau masih punya kesempatan untuk melewati malam natal dengan hangat."
Hoseok mengakhiri percakapan dengan kalimat yang menyentil benak Jimin. Matanya kembali terpaku membaca alamat yang tertuju pada sebuah kompleks apartemen mewah di daerah Hannam-dong. Sungguh tempat yang sesuai dengan pekerjaan Yoongi sebagai Direktur Keuangan di sebuah perusahaan besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
warm winter ▪️
Fanfiction[Completed] Setelah perpisahan yang pahit, Park Jimin mulai terbiasa menghabiskan malam Natal yang dingin seorang diri. Hingga seseorang mendekat dan mulai menghangatkan Natalnya tahun ini.