"Jimin-ie."
Jimin hanya tersenyum ketika namanya disebut dengan nada yang menggemaskan itu. Tanpa memalingkan wajah, ia sudah tau siapa yang memanggilnya.
"Kenapa kau tidak menjawabku?" Kepala Hoseok bersandar di atas kayu pembatas antar meja.
"Kenapa hyung?"
Hoseok mendecih kesal. "Dingin sekali."
Kekehan kecil terdengar dari sela bibir Jimin. "Ada apa, Hoseok-ie hyung?" tanya Jimin dengan nada yang dibuat lucu.
"Apa kau sibuk hari ini?"
Jimin bergeming sebentar. "Kenapa?"
"Aku ingin mengajakmu ke Dongdaemun. Sedang ada sale besar disana," jawab Hoseok sambil mengerucutkan bibirnya.
Jimin sontak menghentikan kegiatannya, memundurkan kursi dan mengarahkan pandangan pada Hoseok di sisinya. Hendak membuka mulut, namun gerakan itu terhenti saat sebuah dering ponsel terdengar.
Keduanya sama-sama berpaling. Memberikan perhatian pada layar ponsel yang menyala dan menampakkan nama seseorang disana. Hoseok memiringkan kepala, mencerna baik-baik tiap huruf yang tertera.
Hampir saja ponsel itu terjatuh dari tangan Jimin ketika Hoseok tiba-tiba mencengkeramnya. "Tunggu! Min Yoongi?!"
Jimin mengerang dalam batin. Harusnya ia mengambil ponsel itu lebih cepat. Namun apa daya, Jimin pun sedikit terkejut melihat nama pria itu tertulis di atas layar ponsel miliknya. Dan sekarang, Hoseok akan mulai menggodanya.
"Kau!" pekik Hoseok. "Katakan padaku, apakah itu Min Yoongi yang sama seperti apa yang kupikirkan?"
"Ya, hyung," jawab Jimin segera.
Hoseok membulatkan matanya. Tatapan penuh binar itu membuat wajah Jimin sedikit memerah karena malu. "Jadi, kencan buta itu berhasil? Kau dan dia...."
"Tidak seperti itu," tangkis Jimin. Sejenak, ia menghela napas panjang dan berkata lagi, "Sebelum kau bertanya panjang lebar, aku akan menjelaskannya lebih dulu. Jujur saja, aku tidak mengerti apa yang kau maksud dengan 'berhasil'," Jimin menggerakan dua jarinya mengisyaratkan tanda kutip.
"Tapi jika maksudmu adalah aku dan dia berkencan, kau salah. Kami tidak berkencan—oh, kami memang kencan buta, tapi di luar itu tidak ada apa-apa. Perihal dia yang meneleponku saat ini, well, kami tidak sengaja bertemu di Itaewon kemarin. Dia ingin mencari hadiah untuk anak temannya, tapi dia kebingungan, jadi aku menawarkan diri untuk membantunya membeli hadiah hari ini. Dan mohon minggir karena aku harus mengangkat telepon ini. Permisi."
Hoseok tercengang mendengar penjelasan panjang lebar barusan seraya menatap punggung Jimin yang berjalan menjauh menuju sisi jendela dengan ponsel yang sudah melekat di telinganya dan seulas senyum menghias wajah manisnya.
Decakan halus dibuat oleh Hoseok. "Kalau memang tidak ada apa-apa, lantas kenapa dia tersenyum seperti itu?"
❄❄❄
"Kukira kau tidak akan menjawab teleponku. Apakah aku mengganggumu? Sepertinya kau sedang sibuk."
Jimin tersenyum kecil mendengar Yoongi yang langsung mencecarnya dengan banyak kalimat. "Ah, tidak juga. Tadi aku berbincang sebentar dengan temanku. Ada apa meneleponku?"
Yoongi terdengar berdeham lembut di seberang sana. "Hanya ingin memastikan bahwa kau tidak lupa dengan janji kita."
Wajah Jimin mendadak bersemu. Sebenarnya, tidak ada yang salah dari perkataan Yoongi. Tentu saja tidak ada. Pria itu mengatakan hal yang wajar, jadi salahkan otak Jimin yang berpikiran aneh saat Yoongi mengatakan 'janji kita'. Hanya dua kata sederhana tapi dampaknya begitu besar dalam batin Jimin. Mempengaruhi detak jantungnya yang mulai berdegup lebih cepat, tetapi dalam arti yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
warm winter ▪️
Fanfiction[Completed] Setelah perpisahan yang pahit, Park Jimin mulai terbiasa menghabiskan malam Natal yang dingin seorang diri. Hingga seseorang mendekat dan mulai menghangatkan Natalnya tahun ini.