Aku yang terlahir perempuan, yang dihadiahi perasaan untuk menangkap kepekaan. Seharusnya aku bisa membaca sikap Dika yang mulai mengisyaratkan lelah.
[Lelah dengan diriku yang egois dan sibuk sendiri sampai mengabaikannya---hingga dia menerima perhatian dari perempuan lain.]
"Apa yang kamu pikirkan?" tanyaku sambil memajukan tubuh. Kami duduk berseberangan, menikmati pemandangan di depan. Namun lebih tepatnya hanya aku, karena Dika sejak tadi seolah tidak bersamaku di sini.
Dika menoleh, tersenyum, kemudian kembali menyibukkan diri dengan pemikirannya. Tidak menjawab pertanyaanku.
Aku kembali duduk dengan perasaan kesal. Namun tidak lama karena seseorang yang aku kenal ternyata juga berkunjung ke tempat ini, bersama kekasihnya.
"Shelo!" panggilku dengan nada yang keras, membuat sebagian pengunjung mengalihkan pandangan ke tempatku. Termasuk Dika yang ikut menoleh.
Shelomitha menghampiriku, dia terlihat gembira. Tangannya menyeret laki-laki yang kutebak adalah Adrian, pengusaha muda di bidang perhotelan.
"Arum, senang bertemu denganmu di sini." ucapnya setelah mencium pipi kanan-kiriku.
"Aku juga senang. Sini duduk!" aku mempersilakannya duduk di sebelah sementara Adrian berada di dekat Dika. Kami saling berhadapan sekarang. Seperti melakukan doble date.
"Mas Dika," sapa Shelomitha.
Dika menoleh, tersenyum. Ada apa dengannya? Tumben irit bicara.
"Apa kami mengganggu? Kami bisa cari tempat lain." Selomitha melirikku sebentar sebelum beralih ke Adrian.
Aku menggeleng, memberi isyarat jangan tinggalkan di saat laki-laki itu berkelana entah di mana.
"Duduklah, Shel. Tidak masalah, nanti aku diomelin sahabatmu." Dika akhirnya bicara, tapi kenapa harus menjelekkanku?
Setelah itu kami kembali diam, kebetulan pesanan juga datang sehingga pasangan di sebelah bisa ikut memesan.
Setidaknya aku tidak berisik sendirian, ada Selomitha yang menimpali celotehanku.
Adrian dominan menjadi pendengar, dia tidak banyak bicara. Kami dikenalkan beberapa bulan lalu di acara pentas seni sekolah. Selomitha meminta datang dan laki-laki itu mengabulkan permintaan kekasihnya. Sungguh pasangan yang serasi. Aku iri pada mereka.
"Kalian sudah lama?" Shelomitha kali ini yang bertanya.
Aku mengangguk, "lumayan. Untung saja kalian ke sini, takutnya aku mati kebosanan."
Shelomitha tertawa, "Mas Dika ada masalah?"
"Tidak, hanya sedikit lelah."
Aku merasa bersalah, tapi ini kulakukan demi intensitas pertemuan kami. Beberapa hari kemudian aku akan sibuk dengan kegiatan di kampus. Daripada dia ngomel-ngomel, lebih baik mengajaknya keluar. Pikirku. Memang tadi Dika terlihat sibuk dengan rancangannya dan aku menariknya paksa.
"Aku minta maaf," ucapku sungguh-sungguh.
Dika menyentuh jemariku, "aku lebih suka di rumah. Kamu bisa menonton sementara aku bisa menyelesaikan pekerjaan."
"Baiklah." sahutku.
Adrian berdehem, memecah kesunyian yang sempat tercipta. Aku tidak sadar ada orang lain di dekat kami.
"Ayo makan!" ajakku.
Shelomitha melirik kekasihnya, seolah dia juga ingin diperhatikan sepertiku. Memang, laki-laki itu sibuk dengan pekerjaan dan jarang menemani sahabatku.
"Shel, aku ada pekerjaan. Pulang sekarang atau---"
"Pergilah. Aku bisa bareng Arum." potong Shelo cepat.
"Kamu nggak keberatan kan?" Shelo menatapku penuh intimidasi. Aku mengangguk mengiyakan, sebenarnya takut dengan reaksi Adrian, tapi sepertinya laki-laki tersebut cuek.
"Baiklah. Aku pergi dulu. Rum, titip Selo!"
"Oke, aku akan mengantarnya pulang dengan selamat." ucapku meyakinkan.
Adrian pergi begitu saja setelah mengecup puncak kepala Shelo. Bagaimana pun dia tahu kekasihnya marah, tapi percuma. Ada hal penting yang menjadi prioritasnya saat ini.
"Dasar laki-laki, maunya menang sendiri." omel Shelomitha.
"Hei, aku juga laki-laki." Dika terlihat tidak terima.
Shelo tersenyum, "kalau Mas Dika beda. Buktinya biar pun capek tetep mau diajak ke sini."
"Seperti yang kubilang, sahabatmu ini bisa ngomel kalo ndak dituruti."
Aku menatapnya sinis, "tapi cinta kan?"
"Terpaksa, kalau ada yang lain juga pilih yang lain. Shelo mungkin?"
Shelomitha tertawa hambar. Begitu juga denganku. Tidak adakah candaan lain? Sekesal apapun Dika, tidakkah dia memikirkan perasaanku?
"Mas Dika ada-ada saja." Shelomitha tampak serba salah. Namun aku meyakinkan diri, Dika mengatakannya karena masih dikuasai rasa kesal.
Dan, saat itu aku tidak pernah mengira jika ucapan Dika menjadi kenyataan di kemudian hari. Wanita lain yang bisa memberikan laki-laki itu perhatian, hal yang tidak bisa kuberikan karena kesibukan adalah Shelomitha. Sahabatku. Seseorang yang juga menjadi korban dari pasangannya.
***
Bersambung....Hai ... namaku LoopiesFM.
Senang bertemu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Jogja yang Ditinggalkan
RomanceAku mencintai kota ini sama besarnya dengan rasa cinta kepadamu. Tidak ada alasan membenci, sebagaimana juga tidak akan benci terhadapmu. Kenapa? Ada begitu banyak alasan dan aku tidak akan mampu menyebutkannya di saat hati dipenuhi bunga-bunga keba...