...
"Good morning, Miss," sapa salah satu siswa, kuanggukan kepala seraya tersenyum.Melangkah lagi, mendapat sapaan lagi. Sepanjang lorong entah berapa kali aku membalas sapaan mereka, senyum seolah sudah tercetak di wajahku.
"Pagi, Miss." Kali ini seorang siswa bahkan sengaja mensejajarkan langkahnya denganku agar bisa mengobrol.
"Pagi, Derick," balasku.
"Aku telah menyelesaikan esai yang Miss minta, juga sudah menjadwalkan pertemuan dengan kepala sekolah untuk acara minggu depan, juga tidak ketinggalan meminta yang lain agar membantu."
"Kerja yang bagus," sahutku senang.
"Siapa dulu, Derick." Siswa tersebut menepuk dadanya bangga.
"Miss, jangan mau digombalin Derick. Dia playboy cap teri," teriak salah seorang siswi yang berada di lantai dua, aku menghentikan langkah dan mengacungkan jempol padanya.
"Hey, Lola. Tidakkah kamu melihat ketulusanku pada Miss Arum?" Derick mendengkus sebal, sementara siswi itu malah menjulurkan lidah.
"Atau jangan-jangan, kamu cemburu karena diam-diam mencintaiku?"
Telak. Siswi bernama Lola itu menganga tak percaya dengan tebakan Derick yang blak-blakan.
"Najis." Lola berlalu, tidak ingin mendebat lagi.
Derick tertawa senang, satu pengacaunya pergi.
"Sepertinya benar dia menyukaimu?" tebakku ikut senang.
"Jangankan Lola, seluruh siswi di sini menyukaiku, Miss. Tapi cintaku hanya untukmu." Derick mulai menggombal.
Bukannya kesal aku justru tersenyum geli, anak ini selalu berhasil membuat orang lain tertawa.
"Andai kamu---"
"Berumur dua-tujuh ke atas," potong Derick cepat dan tepat.
Aku kembali tersenyum.
"Mungkin Kakakku yang bisa?"
"Kakak?" aku mem-beo.
"Ya, dia berumur dua puluh delapan tahun. Tampan, tinggi-gagah, kaya dan jangan lupakan, dia jomblo."
Aku tidak bisa lagi menahan tawa. Derick terlihat semakin lucu tiap harinya.
"Andai, Miss tahu. Kakak itu orangnya cool. Sebelas-dua belas denganku---lah," aku Derick.
"Miss percaya, adiknya tampan gini, lucu lagi," ucapku dengan menekan kalimat terakhir.
"Ayo masuk ke kelas," ajakku sambil lalu.
"Miss, tidak mau berkenalan dengan kakak?" Derick mengekor.
"Lain kali saja kalau miss tidak sibuk," jawabku.
"Kemarin juga bilang gitu, padahal kakak sudah berada di parkiran?"
Aku tersenyum simpul. Mengabaikan Derick yang terus saja mempromosikan kakaknya. Andai anak itu tahu, cinta itu tak terduga. Kita beranggapan bisa bahagia bersama sampai akhir hayat, tapi kenyataannya di belakang dia mengkhianati.
Dan aku juga belum memikirkan lagi tentang cinta. Aku merasa cukup dengan kehidupan seperti ini. Mengajar, bersama anak-anak, di akhir pekan jalan-jalan, dan sesekali merenung.
...
Aku menghela napas.
Dua tahun berlalu dengan perjuangan yang bisa dikatakan tidak mudah. Minggu-minggu pertama aku masih sering menangis di sudut kamar, meratapi nasib, dan mengutuk mereka---Dika dan Shelomita.
Saat mulai mengajar di sekolah internasional ini, kegiatannya sedikit mengalihkan kesedihanku. Ada banyak hal yang dapat ditertawakan, salah satunya Derick. Ya, anak itu sejak awal mencuri perhatian dengan menyatakan cinta tepat di pertemuan pertama tanpa merasa sungkan. Dia gencar mendekati hingga sekarang. Tidak berubah.
Namun aku tahu dia tidak serius.Mungkin bagi anak seusinya cinta adalah ungkapan rasa suka kepada lawan jenis saja. Tidak ada hal lain seperti bagaimana mempertahankan hubungan hingga akhir.
Lagi-lagi aku mengingatnya.
.
"Miss!"
Seperti biasa, Derick selalu menyapa dengan lantang dan suka cita. Mau tak mau aku tersenyum. Anak itu tengah berada di parkiran bersama seseorang yang entah siapa karena tampak punggungnya saja.
Derick melambaikan tangan kemudian menunjuk laki-laki di depannya sambil mengedip jahil. Tinggi mereka hampir sama hanya saja orang itu mengenakan setelan rapi meski lengan kemejanya sudah digulung hingga siku.
"Miss, sini. Aku kenalkan dengan calon kakak ipar," sontak laki-laki tersebut menoleh dan kami akhirnya bertemu pandang.
Tidak ada yang berubah. Raut wajah yang dingin, persis apa yang dikatakan Derick. Sorot mata tajam dan juga acuh.
Adrian tidak tersenyum atau menyapa. Padahal aku ingin dia mengatakan sesuatu, bagaimana pun juga kami pernah saling mengenal.
"Kak, kenalin. Ini Miss Arum Dalu, pacarku." Derick dengan percaya diri mengenalkanku pada Adrian.
"Seleramu berubah, dari pria dewasa menjadi anak-anak. Apa takut dikhianati lagi?"
Aku tidak percaya dengan ucapannya barusan.
"Tentu saja. Setidaknya anak-anak masih bisa dikendalikan," balasku sarkas. Aku tidak terima.
"Derick, kamu yakin berkencan dengan tante-tante?"
Aku menganga tidak percaya sementara Derick tampak syok. Adrian benar-benar minta dihajar. Namun tidak lama, laki-laki itu tertawa, membuat kami menatap bingung.
"Apa kabar, Rum?"
***
Bersambung....Sebelumnya aku ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa 😊 semoga puasa tahun ini penuh keberkahan dan kita menjadi lebih baik.
Aamiin.
...
Oke, jangan lupa klik 🌟 pojok bawah.
Salam dari mahluk immortal 192 tahun, Loopies FM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Jogja yang Ditinggalkan
RomanceAku mencintai kota ini sama besarnya dengan rasa cinta kepadamu. Tidak ada alasan membenci, sebagaimana juga tidak akan benci terhadapmu. Kenapa? Ada begitu banyak alasan dan aku tidak akan mampu menyebutkannya di saat hati dipenuhi bunga-bunga keba...