"Saat jatuh cinta, gunakan juga akalmu!"
...
Kenapa harus menimpaku? Orang yang paling kupercayai tega menghancurkan segalanya. Impian, harapan, juga dua hubungan sekaligus.
Aku menggeleng ketika bayangan Dika dan Shelo saling berbagi panas tubuh, bercumbu, menghabiskan malam sambil memeluk satu sama lain.
Kembali aku menelungkupkan diri di kasur. Tergugu pilu. Ini sangat menyesakkan. Tuhan, tolong kurangi pedihnya. Atau buat aku melupakan semua.
.
Aku menatapnya sinis. Siapa lagi, tentu saja perempuan tak tahu malu yang tega menghancurkan kehidupanku. Dia masih memiliki muka untuk datang rupanya.
"Jadi apa pembelaanmu?"
"Tidak ada. Inilah yang kuinginkan." Shelo bahkan tidak menampilkan rasa bersalah sedikit pun.
Apakah aku salah dengar? Namun jarak kami tidaklah jauh, hanya terpisah meja kecil tempat biasa kudapan biasa diletakkan. Dan karena perasaan sedang buruk, tidak ada penyambutan istimewa untuk gadis di depanku.
Belum habis rasa terkejutku, Shelo kembali melayangkan kalimat yang menyulut amarah. Andai membunuh tidak berdosa, ingin kutikamkan pisau agar menembus dadanya.
"Aku hanya merebut apa yang kau sia-siakan."
Tanganku terkepal sempurna.
"Kau tahu, Rum. Kami banyak menghabiskan malam bersama. Mas Dika begitu menggilai tubuhku, penuh tatapan memuja."
"Sejak kapan?" Di bawah meja tanganku semakin mengepal, siap marah, tapi aku tetap mempertahankan intonasi suara. Shelo hanya memanas-manasi dengan pernyataan menjijikkan tersebut.
"Kau ingat saat perayaan ulang tahunku? Setelah mengantarmu pulang, Mas Dika menemaniku hingga pagi."
Shelo bohong. Mereka tidak mungkin sedalam ini menggali kuburanku.
"Buat apa aku mengarang cerita, tentu kau mengenalku baik." Shelo seakan bsa menebak apa yang tengah kupikirkan.
"Aku yakin Mas Dika tidak akan sedih kehilanganmu. Dia mungkin sedikit merasa bersalah?" ucapan Shelo dibuat menggantung agar aku merasa semakin tidak berharga. Gadis itu beranjak dari duduknya, bersiap pergi.
"Oh ya, aku lupa satu hal. Semalam Mas Dika bilang akan memutuskanmu begitu pulang dari masa tugas, tapi ternyata kau memergoki kami lebih dulu. Jadi, ya sudahlah." Shelo berbalik hanya untuk melesatkan ribuan anak panah ke jantungku. Dia menang, aku sudah tidak lagi memiliki kekuatan. Seperti pesakitan yang menunggu kematian.
"Dia tidak berusaha menjelaskan bukan? Itu karena kau sudah tak lagi berharga."
**
Aku semakin tergugu mengingat kalimat-kalimat menyakitkan yang dilontarkan Shelo begitu saja. Tanpa perasaan.
Tidak adakah sedikit belas kasihan untukku? Setidaknya mengingat kami pernah berteman dan bukankah dia menjadi orang yang kupercayai di dunia ini?Mengapa tega sekali?
Pada hujan kuungkapkan segalanya. Kerinduan, kegundahan, juga penyesalan.
Ada apa, apa yang bisa kuharapkan? Tidak ada. Hanya mungkin sedikit penghiburan. Aku tengah berduka. Dikhianati oleh dua orang yang kau percayai, tidak mudah untuk berdiri. Mereka memaksaku menerima setiap lesatan anak panah sementara tubuh tanpa tameng.Sulit dipercaya ketika kau sudah benar-benar ambruk, panah tersebut masih menghujani tanpa ampun.
Shelomita, apakah kesalahanku tak termaafkan?.
"Aku tidak percaya akhirnya kau menerima tawaran ini? Sudah kubilang kan, Arum setuju." Malika terlihat bangga pada dirinya karena berhasil membujukku, sedangkan Fia menyipit curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Jogja yang Ditinggalkan
RomanceAku mencintai kota ini sama besarnya dengan rasa cinta kepadamu. Tidak ada alasan membenci, sebagaimana juga tidak akan benci terhadapmu. Kenapa? Ada begitu banyak alasan dan aku tidak akan mampu menyebutkannya di saat hati dipenuhi bunga-bunga keba...