Bagian ke_lima (AKDJYD)

539 61 2
                                    

Note; untuk 20 tahun ke atas

...

Tidak ada pembenaran atas nama pengkhianatan. Itu bukan cinta, saat kalian menyakiti pasangan masing-masing.
~Arum Dalu.

...

Dika menunduk untuk meraih bibir cherry milik Shelo, gadis itu tak menolak meski tadi sempat menghindar. Namun pada akhirnya dia pasrah dan menikmati setiap cumbuan tersebut.

Nafsu telah membutakan keduanya. Tidak ada nama Arum atau Adrian di hati masing-masing, yang ada hanyalah rasa ingin saling menuntaskan.

Dika membawa Shelo ke dalam gendongannya menuju kamar. Di sanalah mereka saling memuaskan diri dan menjalani malam yang panjang.

...

"Kita tidak seharusnya melakukan ini," ucap Shelo yang berada dalam dekapan Dika. Laki-laki itu mengelus punggung polos milik sahabat dari kekasihnya.

Tidak ada sahutan, karena Dika pun memikirkan hal yang sama.
Arum. Kekasihnya.

"Aku ingin Mas Dika melupakan malam ini. Besok, saat Arum pulang, Mas bisa kembali padanya dan kita bersikap biasa."  Shelo merasakan dekapan itu makin mengerat, seolah akan meremukkan tulang-tulangnya.

"Apa kau bisa melakukannya?" pertanyaan laki-laki tersebut menghatamnya. Benar, apa dia bisa? Namun ini adalah kesalahan. Jadi tidak ada alasan untuk meneruskannya.

"Kita hanya terbawa suasana. Juga, tidak ada alasan Mas Dika memutuskan Arum. Dia gadis yang baik, cocok untuk Mas." Shelo merasa tertampar oleh pernyataannya barusan. Terbanding balik dengan dirinya yang benar-benar murahan dan rendah. Mana ada perempuan yang mudah menyerahkan diri pada setiap laki-laki yang dianggapnya baik.

"Aku merasa Arum hanya mementingkan dirinya," ungkap Dika. Terlalu sering ditinggalkan atas nama tugas membuat laki-laki itu kurang mendapat perhatian. Sementara Shelo kerap memberinya perhatian akhir-akhir ini. Pasca kejadian di klub.

Sebelum gadis itu membantah ucapan Dika, laki-laki tersebut membalik tubuhnya. Sekarang mereka bertukar posisi, Shelo terlihat amat frustrasi dengan apa yang ada dalam pikirannya.
Hanya ditatap dalam diam sudah membuat Shelo kembang-kempis, Dika berhasil membuatnya pora-poranda.

"Hentikan, Mas," lirih Shelo saat Dika kembali menghujaninya cumbuan. Namun hanya sebentar karena gadis itu mengerang ketika mendapat serangan tiba-tiba di titik sensitifnya.

"Mas," rengek Shelo sambil meremas rambut Dika, berharap disudahi siksaan tersebut.

"Berhenti menyebut Arum saat kita bersama." Dika menghentikan aktifitasnya sementara, menunggu tanggapan Shelo.

"Tapi dia kekas---ah," jerit Shelo.

Dika kesal karena Shelo tak menuruti perintahnya. Harusnya gadis di bawahnya tidak berpikir tentang Arum, dia yang akan menangani sendiri.

"Apakah Adrian melakukan ini padamu?"

Shelo menggeleng. Adrian terlalu sibuk mengurusi pekerjaan hingga tak memiliki banyak waktu untuknya. Dan ini pun bukan pertama kali dia mencari kesenangan bersama laki-laki lain. Namun Dika berbeda. Dia tidak pernah berpikir mengencani kekasih sahabat baiknya.

Shelo benar-benar tidak mengerti pada keadaannya sekarang dengan melupakan Arum dan malah melakukan kesalahan bersama kekasih sahabatnya itu. Namun dia tidak bisa menyangkal, hatinya iri.
Kenapa Arum, bukan dia?

Dan Shelo tidak menampik, ini usahanya untuk merebut Dika dari Arum. Dia gadis biasa yang membutuhkan kebahagiaan. Arum telah memiliki segalanya, jadi mengambil sedikit tidak apa-apa, bukan?

Keduanya pun melakukan lagi kegiatan yang panas. Menghabiskan malam panjang bersama.

...

"Aku membawakanmu oleh-oleh yang buanyak sekali," ucapku riang sambil mengeluarkan satu persatu isi dari paperbag. Semua untuk Shelo.
Entah hanya perasaanku atau sikapnya memang berubah, Shelo terlihat sedikit cemas. Jemarinya tergegam erat seraya sesekali melihat ke arah kamar.

"Kamu ada tamu?" tanyaku memastikan.

Shelo terkesiap, terlihat semakin cemas.

"Apa Adrian di sini?" tanyaku lagi, tapi kali ini sedikit pelan dan mendekat. Berbisik di telinga.

Shelo menegang dan mulai gugup.

"Eummm, i see - i see." Aku ingin menyapa laki-laki itu, bagaimana pun dia adalah pacar dari sahabatku. Namun melihat respon Shelo, mungkin mereka tidak ingin diganggu. Maka segera kubereskan barang-barang yang berserakan. Lagi pula sudah sangat malam untuk berkunjung.

"Aku minta maaf mengganggu waktu kalian," ucapku segera beranjak. Namun Shelo segera menarik tanganku.

"Tidak apa-apa." Dengan mencoba tersenyum meski sebenarnya kecewa karena Shelo mengabaikan nasehatku, beberapa waktu lalu tentang menjaga diri.

"Aku pulang dulu," pamitku.

Shelo mengantar hingga pintu.

"Rum," panggilnya.

Aku menoleh, gadis itu mendekat.

"Aku sangat menyayangimu."

Aku tersenyum lantas menepuk bahunya pelan kemudian berbalik. Sikap aneh Shelo malam ini mau tak mau membuatku berpikir jika gadis itu menyembunyikan sesuatu.

Aku menelpon sambil berjalan. Siapa lagi yang kuhubungi kalau bukan Dika. Ah, sudah berapa lama kami tidak bertemu, ditambah lagi akhir-akhir ini dia sulit diajak bicara. Ada saja alasannya.

"Hai," ucapku saat panggilan ke dua baru diangkat. Sudah kubilang kan dia sulit dihubungi.

"Aku mengganggu?" tanyaku seraya melihat sisi jalanan yang sepi. Ada perasaan takut saat berjalan sendirian seperti ini.

"Aku cuma mau bilang, aku merindukanmu," ucapku sembari tersenyum. Itu jujur, entah kenapa aku sangat merindukan Dika. Apa berlebihan?

"Iya, aku tau. Habisnya kamu nggak bisa nganter sih, jadinya pergi sendiri deh. Eh, tau nggak, Shelo menerima kunjungan malam dari Adrian. Padahal sudah kuingatkan agar menjaga diri."

"Iya..., tapi ini kan juga demi kebaikannya. Sebagai sahabat aku tidak mau dia menyesal nanti."

"Hhmmm." Jujur aku kesal.

"Aku nggak marah. Aku hanya tidak suka Shelo menyerahkan diri sama laki-laki yang belum tentu jadi suaminya," bantahku.

"Iya-iya, ini juga sambil jalan pulang."

"Sampai jumpa besok," ucapku seraya memutuskan panggilan. Bukannya membaik, perasaanku malah kesal gara-gara Dika menyuruh untuk tidak ikut campur.

***
Bersambung....

Jangan lupa klik 🌟 pojok bawah 😉
Salam, mahluk immortal 192 tahun, Loopies.

Aku, Kau dan Jogja yang DitinggalkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang