3-3: Pertemuan (Bagian I)

2K 330 96
                                    

Telapak berukuran dewasa menekan tapak tangan kecil. Saling menyatu dalam diam. Pemilik isak tangis mereda dan tertidur membuat mereka siap untuk bicara.

"Maafkan Papi," ucap Langit memandang Crystal. "Papi bukan ayah yang baik. Selalu sibuk dengan pekerjaan."

Sky dan Crystal terdiam.

"Papi tidak tahu mengapa eyang berubah." Raut Langit murung. "Papi juga seperti lupa dengan apa yang terjadi di rumah," tuturnya.

"Yang terjadi udah terjadi, Papi." Sky menepuk pundak Rosa telah tertidur sesudah menangis karena ditinggal pergi. "Enggak bisa diulang," ujarnya.

"Maaf---"

Jari telunjuk kecil dan lentik, menutup mulut Langit agar tak berucap lagi. Anak itu bahkan menggeleng.

"Bukan salah Papi." Crystal menarik jarinya, lalu melingkarkan lengannya ke leher Langit. "Aku dan Kak Sky sayang Papi. Cinta Papi. Papi Tampan Sejagat Dunia."

Langit menghirup pundak Crystal yang wangi lavender, mengecupnya pelan. Tatapan Langit bertemu dengan Sky. Anak laki-lakinya mengangguk, menyetujui perkataan sang bungsu.

"Kalian adalah harta paling berharga." Langit memeluk Crystal. "Papi janji, Papi akan melaku---"

Crystal mengurai pelukan, menatap Langit lekat. "Oh, No! Jangan berjanji, Papi. Papi lakukan yang terbaik aja. Kalo janji, pasti ingkar. Papi nggak boleh ya, ucap janji."

Langit terkekeh. "Kenapa kalau janji?" godanya.

"Kan, enggak boleh ingkar. Iiih! Papi. Masa gitu nggak tau, sih?!" Pipi Crystal menggembung, bibirnya mengerucut.

Langit dan Sky tertawa. Mengusik kenyamanan tidurnya Rosa. Sky segera menepuk lembut pundak adiknya.

Lelaki itu mengembuskan napas panjang. Sepertinya tekad dia sudah bulat. Sampai sang ibu belum sadar akan kelakuannya, lebih baik kembar tinggal dengan kedua orang tua Shaila.

"Apa kalian siap kalau tinggal bareng Kakek Darren dan Nenek Fatma?" tanya Langit.

"Aku tau. Eyang Ruth marah karena aku pecahin vas bunganya." Crystal menunduk, sedih. "Tapi, aku harus belajar dewasa, Papi. Kata Bubu, aku bisa. Nggak boleh dengar perkataan orang, kan?"

"Orang yang tidak tahu apa-apa tentang kalian," balas Langit menyentil hidung mancung Crystal, sembari tersenyum.

"Papi, besok sampai lima hari ke depan kita libur. Berarti seminggu. Kita bakal ke Jakarta?" tanya Sky.

Langit mengangguk, membenarkan. "Ya, Sayang. Kita akan pergi hari ini juga."

"Rumahnya?"

"Rumah?"

"Rumah Mami Shaila, Papi." Crystal menatap ke arah manik mata Langit. "Kita tinggal di sana, kan?"

"Jauh jaraknya, Sayang. Apalagi ...." Langit memberi jeda. "... ada masalah dengan rumah kita. Jadi, ada baiknya kita tinggal di hotel tempat acara akad dan resepsi Paman Dodi."

Genggaman tangan Crystal menguat, mencengkeram rok biru. Tercetak jelas bayangan Crystal dan Sky meninggalkan rumah milik Shaila yang ada di perumahan perusahaan.

"Papa Jack dan Bibin Aya masih di sana?" tanya Crystal seakan menduga-duga.

"Mereka tidak tinggal di sana lagi." Langit menjawab dengan sangat menyesal. "Jika ketemu Paman Dodi, jangan luapkan kekecewaan kalian. Semua sudah terjadi. Tidak bisa balik lagi."

Sebutir air mata jatuh di pipi gembil Crystal. Rumah kenangan mereka, tak bisa ditempati. Padahal Crystal ingin merasakan namanya kembali ke rumah.

Crystal And Sky [Happy Student]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang