Chelsea merebahkan tubuhnya di kasur. Melihat Kelvin tadi ada setitik rasa bersalah padanya. Memang, sebenarnya Chelsea menyukai Kelvin tapi Rea juga. Ia lebih memilih hubungan persahabatanya. Karena ia tau, rasa suka nya masih belum seberapa pada Kelvin, jadi lebih baik ia melepasnya, dari pada banyak lagi masalah.
Chelsea memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum keluar kamar untuk makan malam. Ia mengambil handuk serta beberapa pakaian di dalam lemari. Saat hendak menuju ke kamar mandi, ia seperti menginjak sesuatu dilantai.
Chelsea menunduk, mendapati sebuah kunci. Ia menambilnya dan menelaah. Ini bukan kunci dari salah satu laci mejanya ataupun diary nya.
"Punya pak Fahren kalik ya?" Monolog Chelsea bertanya pada dirinya sendiri. Ia menaruh kunci itu di meja belajarnya. Lalu berlalu menuju kamar mandi untuk menuntaskan ritual mandinya.
Selesainya Chelsea mandi, ia turun kebawah guna mengikuti prosesi makan malam. "Loh Bunda nggak masak?" Tanya Chelsea saat mendapati meja makan yang kosong tak berisi lauk ataupun nasi disana.
Bunda yang tengah merapikan dandanannya menjawab, "Kita akan makan diluar. Sekarang Chelsea cepet siap siap ya. GPL," dasar Bunda jaman now.
Chelsea segera berlari kekamarnya. Kemudian kembali dengan hoodie dan celana pendek yang melekat ditubuhnya, tanpa riasan apapun, hanya jam tangan yang menggantung di tangan kirinya, simple.
Tak lupa juga Chelsea membawa kunci itu. Sekalian nanti minta mampir ke rumah pak Fahren, yang ia belum pernah kesana sebelumnya. Tapi, pasti bang Andra tau.
"Dah bun, ayok berangkat," ajak Chelsea saat sampai di teras rumah, disana Bunda sedang mengecek jam di handphonenya.
"Nah, ituh Bang Andra. Yuk," ujar Bunda.
Di dalam perjalanan, Chelsea masih bingung. Kenapa tiba tiba Bundanya ini mengajak makan diluar. Padahal rasanya tidak ada yang berulang tahun sekarang. Juga tidak ada perayaan penting, atau sebuah penghargaan yang harus dirayakan.
"Kita udah sampai," ucap Andra memakirkan mobilnya disebuah warung pinggir jalan. "Kenapa tiba tiba makan diluar bun?" Tanya Chelsea.
"Andra dapet klien dari luar negeri," ucap Bunda dengan senyum terpatri diwajahnya. Chelsea hanya mengangguk seperti biasa.
"Kita pesen 1 paket ayam aja ya," ujar Andra lalu berlalu ke arah penjual dan memesan makanan. Sementara Chelsea dan Bundanya pergi mencari tempat duduk.
Mereka duduk di paling tengah. Karena memang hanya disana saja yang kosong. Ternyata warung ini cukup ramai. Ternyata malam minggu toh, pantas saja.
"Bun, nanti pulangnya mampir ke rumahnya pak Fahren ya. Chelsea mau ngembaliin kunci dia yang ketinggalan." Ujar Chelsea. "Iya, sekalian kita mampir nanti."
"Ehhh siapa tuh yang ganteng?" Tanya seorang perempuan yang duduk di belakang meja Chelsea. "Gilaaa gans bener.... lo tau nggak siapa namanya?" Tanya nya lagi pada temannya.
"Gue tau tuh... dia dosen di universitas Satya Kencana. Lo nggak tau? Mau minta ig nya nggak?"
"Mau mau,,, wihhh nggak nyangka gue punya temen satu univ sama dosen gans."
Chelsea yang mendengar itu hanya mengacuhkan saja. Ia lebih fokus pada smartphone yang ia mainkan. Alih alih nama universitasnya di sebut sebut, ia tetap saja tidak berpaling sedikitpun dari benda pipih itu.
"Eh eh, dia jalan kesini. Gue udah cantik nggak? Udah?" Chelsea hanya memutar matanya malas mendengar ocehan dua perempuan itu.
"Fahren?" Barulah saat mendengar ucapan sang Bunda, Chelsea segera mendongkak. Dan mendapati Fahren, si dosen nyebelin itu tersenyum ke arahnya.
"Yah dia malah kesana. Siapa sih cewek yang disenyumin cogan itu? Sok cantik bener," Sindir perempuan yang duduknya lebih jauh dari tempat duduk Chelsea. Gadis itu hanya memutar bola matanya, jadi ini yang dari tadi dibicarakan oleh para perempuan itu? Mana gantengnya pak Fahren sih?
"Ehh Ren. Lo kenapa bisa kesini?" Tanya Andra yang baru saja bergabung. "Gue mau beli lauk."
"Nak Fahren bareng disini aja yuk, biar ramean," ajak Bunda. "Iya bener tuh Ren, gue traktir," timpal Andra.
"Ehh ya pak, ini" Chelsea yang semula diam, kini berbicara. Ia mengambil sesuatu di saku hoodie nya dan memberikan itu kepada Fahren. "Kunci bapak ketinggalan,"
"Ohh... makasih," Fahren menggenggam erat kunci yang baru saja di berikan oleh Chelsea begitu lama. Kemudian menaruhnya di saku celananya.
"Jadi nggak Ren?" Tanya Andra lagi. Yang kemudian diangguki oleh Fahren. "Tapi gue yang traktir ya. Sekalian ucapan terima kasih dari gue, selama ini udah ngajak gue makan bareng dirumah."
"Siiplah bro"
Makanan yang mereka pesan pun sudah datang. Mereka mulai prosesi makan. Kebisingan di area warung menjadi pengisi kesunyian yang mereka buat. Hingga beberapa menit berlalu, prosesi makan sudah selesai.
Bunda dan Andra sudah pergi duluan menuju mobil. Sedangkan Fahren berlalu menuju pedagang untuk membayar makanan yang disusul Chelsea, katanya untuk tau harga makanannya. Namun satu suara menginterupsinya agar mendongkak kearah asal suara
"Kak Fahren?"
Chelsea yang merasa tidak asing akan suara itu pun ikut mendongkak ke asal suara. Ia tersentak kaget. "Rea?!"
"Rea, udah yuk pulㅡang" Chelsea juga merasa tak asing dengan suara ini, Kelvin. Dia bersama dengan Rea? Kenapa bisa?
"Kalian ngapain?" Tanya Fahren yang telah selesai membayar makanannya. "Berapa totalnya?" Tanya Chelsea, "75 ribu."
"Kalian lagi ngedate?" Tanya Rea yang membuat Chelsea bungkam. "Iya, kenapa?" Tidak itu bukan Chelsea yang menjawab, tapi pria disampingnya, Fahren menjawab dengan datar.
"Ohh nggak apa apa kok pak. Saya kira yang dibicarain Chelsea kemaren itu bohong," jelas Rea sambil tersenyum. Sementara Kelvin hanya menatap datar Chelsea didepannya.
"Kalo kalian?" Tanya Chelsea, berusaha mencairkan suasana. "Kita ngedate," Kelvin menjawab dengan datar.
Sesuatu di dada Chelsea terasa sesak tiba tiba, namun Chelsea berusaha tersenyum. "Waahh... selamat ya. Inget PJ nya, yaudah ya Rea, Kelvin. Gue duluan mau pulang, bye," dengan rasa sesak didada Chelsea berlalu pergi, mencoba menguatkan tubuhnya agar tidak bergetar kuat.
Sementara itu Fahren menyusul Chelsea. Saat sampai di mobil, Chelsea hendak membuka pintu mobil namun ditahan oleh Fahren. Pria itu mengetuk pintu kaca mobil. Dan dibukanya oleh Bunda.
"Tante duluan aja ya sama Andra. Saya sama Chelsea mau ngomong bentar, nanti saya anter Chelsea pulang," pinta Fahren yang tak ayal membuat Chelsea menatapnya tak percaya. "Ohh iyaiya nak Fahren, kalau gitu tante duluan ya. Hati hati," jawab Bunda.
Mobil pun berjalan menjauhi Fahren dan Chelsea. "Ayo naik," ajak Fahren berjalan ke arah mobilnya, Chelsea mengikuti. Gadis itu duduk di samping Fahren yang sedang mengemudi. Tuk kitak kituk suara spatu kuda:v/slap.
"Kalo mau nangis, nangis aja. Ga perlu sok kuat," ujar Fahren saat mobil melaju yang membuat dinding pertahanan yang telah dibuat Chelsea runtuh seketika. Bulir air mengalir di mata Chelsea, yang tengah diam menunduk.
"Egois nggak sih, kalau saya bilang saya masih suka sama Kelvin," adu Chelsea sambil tersengal sengal akibat menangis.
"Mana saya tahu," jawab acuh Fahren yang membuat Chelsea terdiam seketika dari tangisnya. "Ihhh pakk,, saya mau curhat loh inii," adunya lagi.
"Saya minta kamu nangis, bukan curhat," ucap Fahren yang membuat Chelsea cemberut. "Yaudah saya nggak mau nangis!"
"Kamu yang lebih milih jalan begini, kamu juga harus tau konsekuensinya. Kamu harus terima liat mereka pacaran "
"Nggak nanya!" Ujar Chelsea sewot
"Lohh paakkk kok beda arah?? Bapak mau nyulik saya?!" Chelsea merenggut saat mendapati jalan yang diambil Fahren bukan jalan menuju rumahnya.
"Saya mau ajak kamu ke suatu tempat."
###
Tbc🍈
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold [END]
RomanceChelsea Tamara Usman, si mahasiswi pembuat onar yang mampu membuat sang dosen, Fahren Giandra Heitward terpaku olehnya. Tentu saja tidak secara instan, banyak kejadian yang membuat mereka akhirnya dekat. Fahren Giandra Heitward, dosen nyebelin, nges...