"Jadi gitu?" Tanya seorang gadis berambut panjang sambil berjongkok didepan wanita yang sedang meringkuk. Entah sudah berapa lama ia berjongkok disitu mendengarkan cerita wanita didepannya.
"Gue gatau harus gimana, om Heitward adalah satu satunya yang ngebantu gue. Sekarang gue malah ngehancurin itu, gue nyesel, gue ngelakuin itu karena cemburu. Gue, gue udah ngelakuin hal yang merugikan ibu gue. Please bantu gue," jelas wanita itu lagi, sambil terus terisak. Yang membuat gadis bersurai panjang didepannya merasa kasihan.
"Gue akan bantu." Ucapan itu membuat wanita yang tadinya putus asa itu menjadi bersemangat kembali. Hal itu tak urung membuat gadis didepannya tersenyum. "Terima kasih, gue akan nyoba balas budi, terima kasih banyak!"
"Chelsea? Masih disini? Kenapa gak ke mobil?" Seorang pria berjas menghampiri mereka berdua. "Clarissa?" Raut yang tadinya tersenyum kini beralih ke wajah datar sedingin es ketika melihat wanita yang ia tidak sukai, Clarissa. Ya, meeting yang Fahren datangi sudah selesai, dan ia hendak menyusul Chelsea tapi tak sengaja ia malah bertemu di taman kantor.
"Saya bicara bentar kok pak. Kak Clara, Chelsea pergi dulu, nanti Chelsea kabarin, oke?" Ujar Chelsea lalu menggandeng tangan Fahren dan pergi bersama ke arah mobil untuk pergi pulang ke apartemen milik Fahren.
"Clarissa bilang apa sama kamu?" Tanya Fahren saat mobil yang mereka naiki sudah berjalan. "Ga ada apa apa," ujar Chelsea yang lebih memilih memandang kearah jendela dibandingkan mamandang ke arah sebaliknya.
"Tatap saya, jangan coba bohong!" Tegas Fahren yang membuat Chelsea mengerutkan alis. Dia berbicara jujur, yang dia bicarakan tadi memang bukan apa apa bagi Fahren.
"Emang bener kok, saya nggak bicarain apa apa sama kak Clarissa," bela Chelsea. Mobil tiba tiba menepi dan berhenti. "Ada apa?" Tanya Chelsea sambil mengalihkan arahnya dari jendela mobil ke arah Fahren. Gadis itu sedikit terkejut karena pria disampingnya ini menatapnya begitu intens yang membuatnya merinding.
"Jujur sama saya, Clarissa bilang apa sama kamu?" Tanya Fahren sekali lagi, tetap dengan tatapan intensnya pada Chelsea. Namun, jawaban yang ia dapatkan lagi lagi tidak membuatnya puas.
"Udah saya bilang, saya nggak bicara apa apa sama kak Clarissa, cuma sekedar basa basi doang!"
Dengan gerakan tiba tiba, Fahren mencium bibir gadis didepannya, dan melumatnya. Ia memperdalam ciuman tersebut dengan menekan tengkuk Chelsea menggunakan tangan kanannya, sedangkan tangan kiri lebih memilih menyusuri pinggang milik Chelsea.
Chelsea yang tadinya diam karena gerakan tiba tiba dari Fahren, sekarang baru menyadari. Matanya membulat, ia dengan cepat mendorong Fahren yang membuat pria itu sedikit terhantuk pintu mobil dan juga ciumannya menjadi terlepas.
Gadis bersurai sepinggang itu menyentuh bibirnya, seakan tak percaya apa yang telah Fahren lakukan kepadanya. Tak sengaja satu bulir air mata melesat di pipinya kemudian di susul oleh bulir yang lain.
"Kenapa bapak lakuin itu?" Gumam Chelsea. Fahren hanya diam, mengingat apa yang telah ia perbuat, ia merasa bersalah, tak seharusnya ia seperti itu pada gadis didepannya, apalagi mengingat hubungan mereka yang hanya dosen dengan mahasiswi, tidak lebih.
"Hiks... hiks...," terdengar suara isakan dari bibir Chelsea, yang membuat Fahren tersadar dari lamunannya. Ia ingin memegang tangan Chelsea namun gadis itu menepisnya. Fahren merasa sangat bersalah. "Maaf, saya minta maaf, saya hanya tidak ingin kamu mendapat masalah dengan Clarissa," gumam Fahren lalu lebih memilih melajukan kembali mobilnya.
Selang beberapa menit mereka telah sampai di gedung apartemen Fahren, disana banyak yang memperhatikan mereka berdua, terutama Fahren, mungkin mereka menebak tangis Chelsea itu adalah perbuatan Fahren, meskipun itu memang benar keadaannya.
Keadaan di lift begitu sepi, entah kebetulan atau apa, di lift hanya ada mereka berdua. Chelsea masih dengan keadaan menangis terisak, sedangkan Fahren tambah frustasi karena tangis gadis itu tak kunjung berhenti.
Saat membuka pintu apartemen, Chelsea tak berbicara apa dan langsung saja pergi ke kamar sementaranya itu. Fahren yang melihat itu, hanya mengacak acak rambutnya frustasi. Sungguh, ia tak sadar berbuat seperti itu. Dicium saja sudah begini apalagi nanti saat malam perㅡarghhh, Fahren! Bukan saatnya memikirkan itu!
"Argh! Bodoh lo Fahren!" Dapat Chelsea dengar dari dalam kamarnya, Fahren diluar sana sedang berteriak menyalahi diri sendiri. Tapi Chelsea lebih memilih tak memperdulikannya, ia menarik selimut dan ingin cepat cepat melewati hari ini dengan tidur. Meskipun masih sore, tapi dirinya tak perduli, ia hanya perlu tidur untuk menenangkan dirinya, itu saja, tidak lebih.
Sementara Fahren hanya merenung menyalahkan diri sendiri, sungguh ia tidak sadar, ia hanya tidak ingin membebani lagi gadis itu dengan kehidupan perusahaan yang rumit. Gadis itu terlalu polos dan baik hati untuk nantinya berteman atau berbicara sedikitpun dengan Clarissa, yang terkenal dengan mulut ularnya.
###
TBC🍈
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cold [END]
RomanceChelsea Tamara Usman, si mahasiswi pembuat onar yang mampu membuat sang dosen, Fahren Giandra Heitward terpaku olehnya. Tentu saja tidak secara instan, banyak kejadian yang membuat mereka akhirnya dekat. Fahren Giandra Heitward, dosen nyebelin, nges...