16. HARI KETIGA (2)

766 33 0
                                    

"Jadi, mau kan?" Tanya seorang wanita paruh baya kepada dua sejoli yang tengah menatap ke arah masing masing. "Untuk hari ini aja," mohon wanita paruh baya itu lagi.

"Mama...," seorang anak kecil berlari ke arah wanita paruh baya yang ia sebut sebagai seorang ibunya. "Ayah Payen, dia ciapa?" Tanya anak kecil itu sambil menunjuk Chelsea.

"Dia temen Ayah Fahren, Revan," ujar Fahren sambil tersenyum dan mengelus pucuk kepala anak kecil itu, Revan.

"Aku Lepan, Ante," ujar Revan seolah memperkenalkan dirinya ke Chelsea. Chelsea hanya bisa menahan gemas akibat tingkah imut anak tantenya itu.

"Panggil Mama Chelsea aja, Revan," ujar Fahren, membuat Chelsea terbelalak. "Kok mama sih?!" Tanya nya tak suka. "Biar lengkap, saya Ayahnya kamu Mamanya," jelas Fahren yang membuat Tante Rimaㅡ tante Chelsea dan Fahrenㅡ tertawa.

"Bilangnya temen, tapi kelakuan kek pasangan yang mau nikah besok aja," ujarnya sambil tertawa. Hal itu membuat Fahren dan Chelsea bingung, apa mereka terlihat seperti itu. "Yaudah, jadi nggak nih nitipin Revan disini?" Tanya Chelsea mengalihkan topik.

"Jadi lah." Ujar Rima, "Repan diem disini dulu ya, sama Ayah Fahren sama Mama Chelsea juga. Ya?" Tanya Rima ke anak tunggalnya itu. Sementara Revan mengangguk dengan gemasnya, yang membuat Chelsea ingin meremas pipinya itu.

"Yaudah, nanti malem Mama jemput, cium pipi dulu," ujar Rima, dan Revan pun menuruti. "Dadah Mama," ujar Revan sambil melambaikan tangannya ke arah Mama nya yang sudah pergi dari apartemen Fahren.

Rima adalah tante dari Fahren dan juga Chelsea. Rima sebenarnya berasal dari keluarga besar Chelsea, sedangkan suaminya berasal dari keluarga besar Fahren. Awal mula pertumbuhan cinta mereka berdua adalah saat Usman dan Heitward yang merupakan sahabat karib melakukan reuni keluarga. Maka bisa dibilang Fahren dan Chelsea saat ini adalah sesama besan, dan parahnya Chelsea baru tahu itu sekarang. Revan pun baru dia ketahui keberadaannya sekarang.

"Mama Ceci main obil obilan yu," ajak Revan sambil membawa sebuah truk mainan ke depan Chelsea. "Iya, sini, Mama Chelsea mau numpang," ujar Chelsea, Fahren hanya melihat keduanya dari sofa. Ya, mereka bermain dilantai, sementara Fahren duduk di sofa sambil bekerja menghadap laptopnya.

Beberapa jam berlalu, hari sudah sangat terik, mungkin matahari sudah berada di puncak paling tinggi diatas sana. Hal itu membuat otak Revan memberikan suatu sinyal ke perutnya, "Mama Ceci, Lepan lapel," ujarnya.

"Laper?" Tanya Fahren, lalu beralih duduk di lantai. "Revan mau makan apa?" Tanya Chelsea.

"Mi goyeng."

"Oke."
"Nggak."

Jawab Chelsea dan Fahren berbarengan. "Kok gak boleh sih?" Tanya Chelsea kesal. "Mi goreng itu bahaya buat anak kecil," jelas Fahren.

"Yahh...," terlihat raut kecewa di wajah Revan. "Kita makan bubur aja. Papa Fahren janji, abis makan nanti kita ke taman, oke?" Revan mengangguki ajakan Fahren.

Sementara itu, Chelsea mulai pergi kedapur untuk membuat bubur. Ya kalau bubur Chelsea bisa, kalau yang lain, sepertinya ia masih perlu belajar.

Selang beberapa menit, setelah selesai menyuapi Revan bubur. Dua sejoli itu bersama seorang anak laki laki pergi ke sebuah taman dekat dengan apartemen mereka.

"Lepan mau main itu Ma Ceci," ujar Revan kepada Chelsea yang sedang memegang tangan kirinya, sedangkan Fahren memegang tangan yang lain.

"Tapi hati hati ya," ucap Chelsea sambil menyamakan tinggi lalu mencubit pipi gemoy Revan. "Pasirnya jangan dimakan, ga boleh," sambung Fahren sambil mengelus rambut anak laki laki itu. Revan yang sudah mendapat izin pun pergi berlari ke arah bak berisi pasir, yang digunakan oleh anak anak sekitar untuk membuat istana pasir ataupun yang lainnya.

Fahren dan Chelsea lebih memilih duduk di bangku yang memang dikhususkan untuk para orang tua yang menemani anak anaknya bermain, ataupun bagi mereka yang sedang pacaran atau mungkin seperti Fahren dan Chelsea yang hanya berstatus sebagai pengasuh.

"Chelsea?" Gadis yang merasa namanya terpanggil itu menoleh ke asal suara, ia mendapati seseorang yang sangat ia kenal berada disana. "Rea? Ngapain disini? Sama siapa?"

"Gue lagi sama Kelvin nih, mau jalan jalan," ujar Rea sambil tersenyum. "Lo ngapain sama kak Fahren?" Lanjutnya.

"Oh, lagi nganterin Revan, tuh Revan," Chelsea menunjuk ke arah Revan yang sedang fokus membuat sebuah istana pasir, namun diganggu oleh seorang anak perempuan.

"Anak lo sama kak Fahren?" Seseorang datang dari arah belakang, Kelvin. Dengan datarnya ia bertanya.

"Eh, bukan," ujar Chelsea dengan cepat, ia sedikit takut akan terjadi kesalahpahaman lagi nantinya.

Canggung, tidak ada dari mereka yang berbicara. Hingga suara tangisan seseorang memecahkan semuanya. "Revan," Fahren dengan cepat berlari kearah anak berkulit putih itu. Chelsea yang mendengar itu, ikut juga berlari tanpa memperdulikan Rea dan Kelvin yang menatap aneh pada mereka berdua.

"Revan kan udah dibilangin hati hati mainnya," ujar gadis berambut panjang itu sambil ikut membantu Fahren membersihkan pasir dari mata Revan. "Kita pulang ya?" Ajak Chelsea, yang diberi anggukan oleh Revan. "Sini Papa Fahren gendong," Revan menggelengkan kepalanya, ia lebih memilih memegang tangan kekar milik Fahren.

Chelsea bergerak menggandeng tangan Revan yang satu lalu pergi menuju ke arah Rea dan Kelvin.

"Lo mau apa dengan itu?" Tanya Rea saat mendapati pria disampingnya memotret sesuatu dari hp nya.

"Mau ngembaliin sesuatu," ujar Kelvin sambil tersenyum miring. Rea hanya mengangkat bahu acuh, ia tak peduli.

"Kita pulang dulu ya. Dan ini gue ingetin lagi, Revan bukan anak gue. Dahhh," ujar Chelsea dan berlalu pergi bersama Fahren dan Revan meninggalkan Rea dan Kelvin.

###
Tbc🍈

Mr. Cold [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang