Bab11 || Selamat Bekerja, Jon

10 4 0
                                    

Tempat kerja milik Edgar cukup ramai di hari rabu ini. 2-3 orang bersimpang siur, mengangkat peti kecil yang berisi minuman soda. Sepertinya rumah besar ini tak digunakan untuk menimbun alkohol. Mungkin gudang besar di belakang itu adalah tempatnya. Terlihat tertutup dan gelap. Seorang pemuda berotot dengan kutang putih berjaga-jaga di depan gerbang gudang. Gudangnya tak terlalu besar, tapi sangat tinggi.

Saat aku masuk, ada rasa merinding. Karena ruangannya memiliki atap yang sangat tinggi dan tanpa ternit, jadi panasnya terasa sampai sini. Dan mayoritas pekerjanya ternyata berada disini, bersama dengan Edgar dan Mila. Mila membawa buku catatan sambil memutari beberapa peti bertuliskan 'E&J' dengan gaya latin. Dia mengenakan kaos putih yang panjang dan longgar, dengan celana training yang longgar juga.

Edgar bersiul sambil menganggukan kepalanya kepadaku. Dia mendekatiku dan menawarkan cerutu yang lalu kuterima dengan bahagia. Kunyalakan dan kunikmati bersama dengan segelas Henny. "Kau suka yang ini?" tanya Edgar sambil mengangkat botol Hennessy itu.

"Ya, tapi aku tak akan menjual ini."

"Haha, ya..ya—kau akan menjual anggur, beer, mungkin wiski. Kau tak masalah dengan itu?" Edgar bertanya lagi, sambil membawaku ke peti-peti wiski.

"Ya, aku tak masalah dengan itu," singkatku.

"Kalau kau mau mulai mengangkut bagianmu, bilang saja ke Mila. Omong-omong, aku ambil bagian 65 persen," jelas Edgar sebelum dia kembali bekerja.

Sebelum aku menjawab Edgar, aku menerima telepon dari Nadia. Kuterima sambil berjalan ke ujung gudang yang agak tertutup dengan lemari tinggi. "Gimana, Nad?" tanyaku.

"Kau dimana, Jon?"

"Ini kerja. Kau butuh sesuatu?" jawabku dengan pertanyaan.

Nadia berhenti sejenak. Menghela nafas dan terdengar mengecap bibirnya. "Ya? Kerja di kelab milik Roeli Castell? Duduk, minum-minum, dan main mata dengan cewek-cewek murahan di sana?"

"..."

"Selamat bekerja, Jon—" telepon Nadia tutup.

Aku langsung berlari keluar sambil mencoba kembali menelepon Nadia. Kumulai menjalankan mobil ke apartemen Nadia. Satu tangan di setir dan tangan lainnya mencoba menghubungi Nadia. Semoga dia sudah di rumah, lagipula hari sudah mulai sore.

Caraku mengemudi sedikit gegabah. Beberapa diperingati orang dengan klakson yang kencang. Pengendara motor melihatiku dengan kepala bergeleng-geleng. Aku hanya bisa meminta maaf dalam hati, aku sangat terburu-buru. Penjual jus di depan apatemen Nadia memandangku dengan sinis. Tapi aku tak menghiraukan wanita itu, dan langsung berlari ke tangga menuju pintu milik Nadia.

Gadis Pengadu (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang