Part 1

48.8K 1.8K 10
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaa!

Koreksi kalau ada yg typo😃

***

Suara musik Lose Control milik Meduza menemani perjalanan Nat menuju kantor. Benar kata Net, ia harus membuat mereka menyesal, dengan cara paling simple. Yaitu tidak menangis. Walaupun sebenarnya Nat tidak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak. Mengingat pernikahan Rai dan Renata yang akan terjadi dua minggu lagi.

Seharusnya menjadi pernikahan Nat dan Rai. Namun...

"Stop mikirin tuh cowok!" Net bersuara. "Kamu terlalu berharga buat cowok nggak penting kayak dia."

Nat diam. Sesak masih ada di hatinya. Masih menghiasi seluruh hatinya. Namun ia harus menghargai Net, saudara kembarnya.

"Aku nggak bisa, Net..." cicit Nat mengalihkan pandangannya keluar jendela.

Net mendengus pelan. Satu yang Net tidak suka dari Nat. Perempuan itu selalu menyerah sebelum mencoba sesuatu. Selalu pesimis, dan Net tidak suka dengan itu.

"Kamu bisa, Nat. Trust me." Net memberi semangat. "Aku kenal kamu dari kita masih di dalam kandungan Mama, Nat. Dan aku yakin, kamu bisa. Nat yang aku kenal itu Nat yang cuek dengan omongan orang."

Terdengar isakkan pelan milik Nat. Apa Nat seperti yang Net bilang? Nat tidak percaya dengan dirinya sendiri. Ia tak tahu apa ia bisa untuk tidak menangisi Rai lagi atau tidak. Semuanya terjadi begitu cepat. Dalam hati Nat tertawa. Menertawakan kebodohannya. Mengapa selama ini terkesan dia yang sangat mencintai Rai?

"Kenapa semuanya terjadi sama aku, Net?" tanya Nat di sela-sela isakkannya.

Net menghela napas pelan. "Nat, semua ini udah rencana Yang Maha Kuasa. Kamu nggak bisa menghindarinya, Nat. Yang terpenting sekarang adalah, kamu harus bangkit. Jadilah Nat kami yang dulu."

Sontak perkataan Net membuat tangis Nat semakin mengencang. Mengisi perjalanan mereka menuju kantor Nat. Net menepikan mobilnya. Menghela napas pelan seraya mengutuk Rai, laki-laki yang telah membuat adiknya terpuruk. Sumpah serapah Net layangkan dalam hati untuk laki-laki itu.

Dasar sampah. Batin Net. Lalu Net menarik Nat kedalam pelukannya. Pelukan seorang saudara yang mampu menenangkan Nat. Menepuk pelan punggung Nat, Net menggumamkan. "Kamu kuat Nat. Kamu perempuan terkuat setelah Mama." Bisik Net.

Nat membalas pelukan Net tak kalah kencang. Dadanya sesak sekali. Masih tidak menyangka Rai berani mengkhianatinya. Rasanya sungguh sakit.

"Sekarang waktunya kamu kerja, Nat. Lupakan semuanya tentang Rai." Net melepaskan pelukkannya. Menatap saudara kembarnya dengan sayang. Hati Net pun tak kalah sakitnya. Melihat Nat menangis terus-menerus, menyendiri di kamar, mampu membuat Net membenci setengah mati pada Rai.

Nat mengangguk sebagai jawaban. Mengambil tisu, dan mengelap kedua matanya. Ia tidak mau terlihat seperti orang yang menangis walaupun sebenarnya ia memang menangis. Nat tidak suka di kasihani oleh orang lain, selain keluarganya.

"Aku masuk dulu, Net. Kamu nggak usah jemput aku. Biar aku pulang sendiri aja." Kata Nat sebelum keluar mobil.

"Kamu serius?" tanya Net. "Nggak papa, nanti abis dari kantor Papa, aku langsung kesini buat jemput kamu. Kamu tunggu aja."

Nat menggeleng. "Nggak. Aku mau pulang sendiri."

"Terserah. Tapi aku tetep akan jemput kamu, Nat." Kata Net yang enggan menagalah. "Hati-hati."

Lalu mobil Net menghilang dari pandangannya. Nat menarik napas dalam. Benar kata Net, ia harus bisa melupakan Rai dan membuka lembaran baru. Nat harus kembali menjadi Nat yang dulu. Ya. Harus. Walau Nat akui pasti tidak akan sama.

***

"NatNat!" suara milik Ama, sahabatnya membuat Nat menoleh.

Nat tersenyum kecil.

"Nat, tau nggak?" Ama berujar antusias. Nat menggeleng membuat Re berdecak sebal. "Ya iya, kan belom gue kasih tau. Gimana sih." Cemberutnya membuat Nat tertawa kecil.

"Iya iya. Jadi kenapa?" tanya Nat.

Ama tersenyum lebar, "gue dilamar Aldi!"

Nat tersentak. Tiba-tiba dadanya kembali sakit. Ada belati tak kasat mata yang menembus dadanya. Mengapa di saat dirinya terpuruk, justru Ama mendapatkan kebahagiaan? Seharusnya berita yang Ama bagikan mampu membuat Nat ikut merasakan kebahagiaan juga. Tapi kenapa rasanya malah menyakitkan?

"Selamat, ya." Ucap Nat tersenyum kecil. Dirinya tidak boleh menunjukkan keterpurukannya pada Ama. Nat tidak mau Ama marah di saat perempuan itu tengah berbahagia karena sebentar lagi akan menikah. "Gue doain lancar sampai hari H."

Ama mengangguk antusias. "Makasih NatNat." Peluknya pada Nat. "Gue doain juga lo lancar sampai hari H."

Nat menahan napas. Ama belum tahu jika dirinya dan Rai sudah berakhir dua minggu yang lalu. Yang tahu kejadian yang menimpa dirinya memang hanya keluarganya saja. Untungnya saja undangan belum tersebar luas. Jika sudah, Nat pasti akan merasa sangat terpuruk sekali.

Demi Mama, Papa, Net, dan A, Nat harus kuat. Nat tersenyum miris di balik punggung Ama. "Makasih, Ama." Jawabnya tercekat.

Bukannya Nat jahat tidak memberitahu Ama masalahnya. Hanya saja seperti yang Nat tahu, Ama pasti akan emosi dan memberi perhitungan pada Rai. Dan Nat tidak mau. Ia tidak mau orang-orang terdekatnya berhubungan lagi dengan keluarga tante Nette.

Ama melepaskan pelukannya. Menatap Nat curiga. Mendengar suara Nat yang tercekat seperti tadi, membuat Ama berpikiran negatif.

"Ada yang lo sembunyiin NatNat?" tanya Ama menyelidik.

Nat menggeleng cepat. Tertawa kecil, "nggak lah. Baik-baik aja kok, Ma. Lo tenang aja. Masa gue kalo ada masalah nggak bilang-bilang ke lo? Gue kan sahabat lo." Merangkul Ama, Nat menyenderkan kepalanya di bahu Ama.

Maaf, Ama. Gue memang bukan sahabat lo. Nyatanya masalah ini gue nggak bisa bagi sama lo. Batin Nat sakit.

"Apaan nih, tumben nemplok-nemplok gue." Ama mendorong kepala Nat yang ada di bahunya.

Nat mencebikkan bibirnya, "masa nemplok sama sahabat sendiri nggak boleh."

"Sono nemplok sama babang Rai!" kata Ama seraya tertawa.

Mendengar nama Rai membuat hati Nat merasakan nyeri lagi. Menatap Ama sendu tanpa sepengetahuan sahabatnya. Nyatanya Rai bukan milikku lagi, Ama.

***

Jam makan siang tiba. Nat menatap ponselnya seperti hari-hari saat ia bersama Rai dulu.

Dulu saat mereka masih bersama, Rai selalu mengiriminya pesan pada saat jam makan siang. Menanyakan kabarnya, mengingatkannya untuk makan siang. Namun sekarang semuanya hilang. Lenyap dalam sekejap mata.

Nat memejamkan matanya.

"NatNat," panggil Ama menyentak pikiran Nat tentang Rai.

"Kenapa?"

"Nggak makan?"

"Makan."

"Ayo!"

Nat mengangguk. Memasukkan ponselnya ke dalam saku blazer dan berjalan bersisian dengan Ama.

Semuanya sudah berubah, Nat.

***

TBC..

Gimana guys? Jangan lupa untuk selalu komen yaa:) satu komen dari kalian sangat berhargaa readers❤

Xoxo,

96hectichooman

NATHANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang