Part 13

16.5K 1K 1
                                    

***

"Jadi, lamaran resmi akan dilaksanakan tiga hari lagi? Dan pernikahan kalian akan dilaksanakan Sabtu, minggu depan?" tanya Nyonya Anis. Sedikit tak percaya.

Mata Nyonya Anis menyipit. Menatap Nat dan Dafit bergantian, "apa Natha hamil duluan?"

Mata Nat dan Dafit membelalak kaget. "Oh, jadi tebakan Mama benar, ya Daf?"

"Nggak, Tan. Nat nggak hamil duluan." Sahut Nat cepat untuk menghilangi spekulasi atas dirinya dan juga Dafit.

"Terus kenapa?"

"Katanya, Mama mau cepet-cepet punya cucu, kenapa masih protes aja?" Dafit menjawab dengan nada jengah.

Di sampingnya Nat terperangah. Jawaban Dafit terdengar santai sekali. Tanpa beban. Bahkan, sekarang saja hati Nat lagi dag dig dug tak karuan, karena mendengar pertanyaan Nyonya Anis dan tuduhannya.

"Yaaa... iya sih, tapi kenapa cepet banget ya, Pa?" Nyonya Anis kini melempar pertanyaan untuk Tuan Denis.

"Udah lah, Ma. Terserah Dafit aja." Bela Tuan Denis, "tapi bener kan, Daf, kalo Natha tidak hamil duluan?" tanyanya lagi. Memastikan.

Nat mengangguk tegas, "Nat nggak hamil duluan, Om, Tante."

Semua yang ada di meja makan menghembuskan napas lega.

"Jadi dibuat semeriah mungkin kan, Daf?" tanya Nyonya Anis, "Mama nggak mau tau, ya, pokoknya harus." Tegasnya.

Dafit mengangguk malas. Andai bukan kemauan Nyonya Anis, Dafit inginnya pernikahan yang biasa-biasa saja. Tertutup, tanpa diketahui media luar.

"Kamu setuju kan, Natha?" Nyonya Anis menatap Nat tepat di manik matanya.

Maunya sih nggak setuju, Tan.

"Iya, Tante, Nat setuju." Jawabnya berbanding terbalik dengan isi hatinya. Nat tak mampu menghilangkan binar kebahagiaan Nyonya Anis di kedua matanya.

Senyuman lebar Nyonya Anis menghiasi wajahnya. Dafit nyatanya tak salah pilih calon istri, "good."

Makan malam kembali di lanjutkan. Sesekali Dinia, si bungsu keluarga Sastrosatomo--melemparkan lelucon. Membahas lebih lanjut perihal lamaran resmi, hingga pernikahan yang digadang-gadang akan mewah itu. Namun, Nat tidak melihat di mana anak perempuan kedua keluarga ini, yang sedari tadi dibicarakan terus?

***

Selepas makan malam, Dafit menarik Nat untuk mengikutinya ke taman belakang rumah. Nat berdecak kagum. Berbagai bunga menghiasi taman belakang rumah keluarga besar Dafit. Mulai dari bunga lily, mawar, jasmine, dan masih banyak lagi.

Lalu ada tumbuhan merambat, yang semakin menambah kesan indah. Benar-benar aesthetic! Batin Nat kagum.

"Itu semua yang nanam, Denia." Dafit membuka suara. Matanya menatap sekelilingnya. Sama seperti Nat.

"Oh ya?"

Dafit mengangguk pelan.

"Terus di mana Denia? Kok dia nggak ikut makan malam?" tanya Nat penasaran.

"Ada," jawab Dafit datar.

Kening Nat mengkerut. Namun ia tidak ingin menanyakan perihal Denia lebih lanjut. Toh bukan urusannya.

"Kenapa Bapak ngajak saya ke sini?" tanya Nat setelah puas memandangi taman belakang rumah Dafit.

"Oh, nggak papa. Hanya ingin menyampaikan, bersikaplah se-natural mungkin."

"..."

"Walaupun cuma sementara," lanjut Dafit.

"Emang sikap saya tadi nggak natural ya, Pak?" Nat menatap Dafit.

"Natural. Tapi, kurang natural," jawab Dafit membuat Nat ternganga.

"Maksudnya gimana, sih? Natural, tapi kurang natural. Yang bener yang mana?" tanya Nat sewot. "Ambigu banget emang."

Dafit ikut menatap Nat. Tersenyum tipis. Sangat tipis sehingga Nat tidak menyadarinya. "Natural, tapi kurang maksimal," jelasnya.

Nat berdecak sebal, "terus yang maksimal kayak gimana?"

"Gandeng tangan saya gitu, misalnya?" Dafit memberi saran.

"Atau mungkin, kamu bisa peluk saya sekalian."

"Yeuuu... itu sih, enak di Bapaknya aja." Nat menggeleng tak terima, "ntar rugi di saya."

Satu alis Dafit menukik tajam, "justru menang di kamu!" tuduhnya. "Mana ada perempuan di luar sana, yang nggak mau gandengan atau pelukan sama saya?"

Kecuali kamu, Natha. Tambah Dafit dalam hati.

"Pede banget, Pak." Sindir Nat.

"Jadi orang, ya harus pede."

Nat berdeham. "Udah nggak ada yang mau di bahas lagi, kan Pak? Saya balik, ya." Nat memutar tubuhnya--ingin masuk lagi ke dalam rumah.

Hingga suara Dafit membuatnya memanas, "kamu malam ini tampak berbeda, Natha."

***

pada akhirnya Dafit yang muji Nat😁

NATHANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang