Evaluasi

4.8K 297 143
                                    

Lokal!AU

? x Park Seonghwa x ?

Oleh : heterochrofic

.

.

Seonghwa terbangun dengan rasa kejut bergemuruh di dadanya.

Alarmnya menyala kencang, membuat jiwanya seolah ditarik paksa kembali ke raganya yang ternyata masih merasa lelah. Sambil menguap, Seonghwa beranjak bangkit dari pulau kapuk kesayangannya—memaksa badannya untuk mulai beroperasi bagai biasanya.

Ini bukan hari Senin. Ini hari Kamis. Fakta itu membawa senyum terpaksa di bibirnya, setidaknya ada yang membuatnya senang pagi ini.

Tidak ada notifikasi baru di ponselnya begitu ia mematikan alarm. Tidak ada suara lain selain hiruk-pikuk kendaraan yang terdengar samar dari balik pintu.

Pelan-pelan, ia memulai kembali rutinitasnya.

Mengambil gelas dari kabinet dan mengisinya dengan air, meneguknya dalam sekali teguk. Mengambil handuk dari gantungan, masuk ke kamar mandi dan mulai membasuh tubuhnya. Berjalan keluar dari kamar mandi dan membuka lemari, memilih pakaiannya hari ini. Kemeja biru terang, hampir mendekati putih, dan celana hitam biasa, tak lupa sepatu kulit warna hitam yang hampir dimiliki semua karyawan kantoran sepertinya.

Tangan kiri meraih tas dan lanyard di balik lemari, tangan kanan memakan roti rasa stroberi sisa kemarin yang masih tersisa di kulkas. Dompet disesakkan ke kantong celana belakangnya, ponsel ia biarkan tersimpan di saku depan kemeja. Arloji mewah—pada zamannya—melingkar di pergelangan tangan, rambut tersisir rapi klasik.

Kunci rumah di tangan dan Seonghwa siap berangkat.

.

Memiliki rumah di daerah Jakarta Timur dengan kawasan kerja di Jakarta Pusat—sedikit mepet ke Selatan dan Barat—adalah problematika hidup sendiri bagi Seonghwa.

Berlarian dan berdesakan saat mengantri di dalam halte untuk kembali berdesakan di dalam TransJakarta pada pukul tujuh kurang dua puluh menit tepat adalah rutinitas yang hampir tidak boleh terlewat. Bergeser lima belas menit, dia hanya bisa mengucapkan selamat tinggal pada absen pagi tepat waktu.

Di dalam TransJakarta, Seonghwa tak ada bedanya dengan warga ibukota lainnya. Duduk menyilangkan kaki dengan telinga tersumpal earphone nirkabel hasil beli di toko daring, jari tangan berjalan mulus melihat linimasa Twitter terkini di layar iPhone 7 yang khusus ia beli untuk menaikkan gengsi.

"Permisi."

Seorang ibu masuk dari Halte Cawang Atas. Pandangan Seonghwa teralihkan paksa saat menyadari di genggaman tangan ibu itu ada sosok kecil berkuncir dua yang menatap polos sekitar.

Seonghwa tidak duduk di kursi prioritas. Masih ada sekitar lima puluh kursi tersedia selain dirinya.

"Bu! Duduk di tempat saya saja!"

Nalurinya terusik.

Ibu itu menoleh, netranya bertemu dengan Seonghwa yang berdiri dan melambaikan tangannya—mengajak untuk segera duduk di kursi biasa yang bak singgasana di jam-jam seperti saat ini.

"Terima kasih, Mas," ucap ibu itu. Dia berjalan ke arah Seonghwa, langkahnya harus menerobos barisan para manusia yang tak bergeming dengan tangan terangkat memegang pegangan. Anak itu dengan mudah menyelinap ke arah Seonghwa.

Pada akhirnya, ibu dan anak itu duduk dengan tenang—sesekali saling melempar candaan khas orangtua dengan buah hatinya. Seonghwa tersenyum maklum.

ATEEZ Oneshots [Project Author Collab] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang