واحد (1)

409 42 11
                                    

Namaku Adinda Salsabilla. Di panggil Dinsal karena nama Dinda itu banyak sekali di pesantrenku, yaitu Pondok Pesantren Mumtaz. Anak kelas baru masuk kelas 12. Selalu galau dengan situasi.

***

Kini pagi bersinar cerah, terlihat teman-temanku se rekan OSIS yang telah bersiap di posisi masing-masing termasuk juga aku.

Yang ditugaskan untuk membantu para wali murid baru untuk membawa koper berisi barang-barang yang akan di masukkan ke dalam lemari mereka nantinya oleh para mudabiroh (ketua kamar) dan naibah (wakil kamar).

Hari ini pasti kan sangat melelahkan!! pikirku sambil menarik nafas panjang. Bahkan aku tak dapat lagi menghitung berapa koper dan tas yang telah ku angkut mondar-mandir dari lantai 1 ke lantai 2.

Akhirnya, selesai juga acara angkut-mengangkut barang dan saatnya ku masuk ke kamar dan ku temui adik kelasku yang jadi ketua kamarku. Fidyah namanya anak kelas 11. Orang Medan asli.

"Anak-anak kita udah lengkap nih, Ti."

"Iyakah?"

Kulihat mereka sekilas lalu tersenyum sehangat mungkin agar tak membuat mereka takut.

Malam harinya....

Suasana canggung bercampur takut bahkan suara tangis karena baru ini mereka di pisahkan oleh orang tua mereka untuk menimba ilmu dan pengalaman berharga yang mengajarkan bersosialisasi dan solidaritas tanpa kenal umur antar senior maupun junior.

Hingga membuatku dan Fidyah harus menenangkan mereka dan memberi mereka motivasi serta menceritakan hal-hal seru yang dapat di lakukan di pondok.

***
Hingga tibalah hari ketiga. Ada namanya usbu' ta'aruf (bukan buat pernikahan haha). Maksudnya pekan perkenalan buat para murid baru agar tahu betapa serunya sekolah di pesantren dan berinteraksi dengan para senior yang biasa dipanggil ukhti. Ini memasuki hari ketiga.

Tepat sekali hari ini, pembekalan pekan perkenalan diisi oleh mudir (yang punya) pesantren Mumtaz, Ustz. Abdul Hafidzh Hasibuan yang sibuk menjelaskan hingga dipanggil lah sebuah nama.

"Vika... Maju kesini nak."

Orang yang dipanggil ustadz itu pun berdiri dan maju ke depan dan sekarang di samping mudir.

"Elvinka Azziran Ramadhani. Anak pondok pesantren Az-Zahra. Hafidzah 30 juz. Dan dia akan menjadi santriwati baru kelas 10 bersama yang lain disini. Biar saya tes kamu."

Terlihat ustadz yang mengambil nafas panjang dan mulai membaca ayat yang bahkan seluruh orang disana tak tahu itu di juz berapa. Setelah mendengarnya, Vika pun menaruh mic itu di depan bibirnya dan melanjutkan ayat tadi.

"Thayyib, shahih ya bintii."

Soal selanjutnya hingga soal kelima -terakhir-, anak itu menjawabnya dengan benar tanpa ada kesalahan sedikit pun. Hingga akhirnya Vika di terima menjadi santriwati baru di sini.

Aku menatapnya takjub. Hingga aku ingin berteman baik dengannya karena first looknya sepertinya orangnya baik, perhatian dan pinter serta, alim. Hingga sore hari pun. Saat aku naik tangga aku berpapasan dengannya, dia tersenyum.

"Boleh kenalan? Namaku Adinda Salsabilla. Panggil aja Dinsal."

"Elvinka Azziran Ramadhani. Panggil aja Vika."

Kami pun bersalaman dengannya sebagai tanda saling berkenalan. Dan inilah... Kisah kan dimulai semenjak hari ini. Kisah cinta rumit kan bermula...

***

Semenjak hari itu, kami sering makan, sholat dan cerita bareng berdua di lapangan kedua yang mana banyak bangku untuk sekedar duduk santai di sore hari sambil menunggu waktu Tahfidz dan Tilawah Qur'an tiba.

Dear You - Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang