خمسة عشر (15)

38 24 0
                                    

Bingung mau senang atau sedih. Aku senang kalau akan di jodohkan dengannya dan menikah dengannya nanti. Namun juga aku merasa sedih karena kan membuatnya sedih dan tak bahagia bersamaku nantinya.

Orang tuaku dan orang tuanya pamit pulang. Mereka memercayakan aku untuk selalu bersamanya di RS. Ku lihat Dinda yang membuka matanya.

Aku pun membantunya untuk duduk lalu menyuapinya makan. Setelah makan, ku lihat dia yang tengah sholat Dzuhur di ranjang. Aku pun keluar sebentar untuk membeli makanan buatku dan untuknya juga.

Saat aku sampai di depan pintu ruang rawatnya...

Dia sedang mengaji.

Suaranya begitu lembut dan indah didengar. Membuat hatiku yang merasakannya menjadi adem dan nyaman. Aku pun membuka pintu dan pas sekali dia telah selesai membaca Al-Qur'an itu.

"Suaramu bagus sekali, Din."

"Ah biasa aja kok, Kak Reza."

"Beneran aku tuh!! Suaramu bagus banget. Kalah denganku."

Seketika dia tertawa dan berterima kasih padaku karena telah memujinya. Aku pun mengucapkan sama-sama padanya.

"Ayo kamu tuh makan kak Reza!!"

"Ini aku udah beli buat makan siang di luar."

***

Terlihat Reza yang makan siang dengan lahapnya mungkin karena dari kemarin dia belum makan dan terus saja mengurusku walau dia tahu aku tak mencintainya seperti dia mencintaiku.

Reza terus menampilkan senyum terindahnya dihadapan ku meski sebenarnya dia rapuh. Ku tatap dia yang tertidur. Dia begitu tenang dan nyenyak hingga...

"Hah... hah... hah..."

Membuatku pura-pura untuk tidur karena aku tahu dia tak ingin aku melihatnya kesakitan.

***

Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Nafasku tersengal-sengal. Asma basahku kambuh!!

Dengan cepat ku merogoh tasku dan mengambil inhaler milikku dan memasangkannya ke hidungku hingga nafasku kembali normal. Aku pun terbaring lemah disitu.

Kulihat Dinda yang terbangun dengan cepat ku simpan inhaler itu kembali ke tasku. Aku dengan cepat menghampirinya.

"Wajahmu kenapa pucat banget kak Reza??"

"Ah biasa saja, Din. Mungkin kamu baru bangun jadinya melihatku seperti pucat. Lagian kulitku putih."

"Aku tahu kau pucat karena sakitmu. Namun kau masih bisa tersenyum di hadapanku dan membuatnya seolah baik-baik saja. Aku khawatirkan dirimu, Kak Reza."

Hari semakin malam. Ku pencet tombol AC agar suhunya menjadi normal sekitar 24-25°C. Terlihat Reza yang sudah siap dengan selimut dan mantel yang di pakainya.

"Selamat malam, Din."

Dia mengelus lembut kepalaku dan tidur di sofa yang terletak di sudut kamar ini.

***

Akhirnya aku dan Firzah libur sekolah. Saat aku melihat snap gram ayuk Dinsal -dinda-, dengan segera aku mengajak dia untuk pergi ke rumah sakit menjenguk yuk Dinsal.

Firzah pun mau. Tak lupa mampir sebentar ke bakery buat beli roti dan susu serta buah pisang, kesukaannya.

Tak butuh waktu lama, kami pun sampai di rumah sakit yang di tuju. Kami pun bertanya ke resepsionis di lobby buat nanyain kamarnya.

Dear You - Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang