Sagara yang baru saja mengantar Kinanti kembali ke kostnya, memilih untuk melajukan motornya ke tempat dimana ia bertemu dengan kawan-kawan barunya kemarin. Sebuah bangunan seperti pos ronda yang berdiri di pinggir jalan besar. Di atasnya terdapat sebuah pohon beringin yang cukup rindang. Sapri telah mengklaim tempat tersebut menjadi basecamp tetap mereka.
"Jam segini baru nongol. Dari mana aja lo, Lang?"
Sagara yang baru saja turun dari motor, langsung duduk bergabung dengan keempat temannya. Dia turut serta mengisi daya ponselnya. Di tempat itu memang disediakan stopkontak untuk mereka yang butuh mengisi daya.
"Ada urusan tadi pagi, Bang. Baru kelar, jadi baru bisa narik."
Feri mengangguk mendengar jawaban lawan bicaranya.
"Urusan sama bini lo, ya?"
"Kagak Bang, belum kawin gue. Masih single."
"Lah gue kirain udah kawin. Muka lo udah kaya bapak-bapak tiga anak soalnya."
Sapri berseru heboh mendengar jawaban Sagara.
"Bisa aja lo, Bang."
"Jadi penasaran gue, umur berapa sih lo?"
Kali ini Beno mendongakkan kepalanya menatap penasaran Sagara.
"Gue 27, tahun ini."
"Lah, gue kirain udah 35. Maap maap kate, muke lo keliatan tua soalnya."
Sagara hanya terkekeh mendengar jawaban menohok Beno. Kenyataannya, penampilannya saat ini memang membenarkan asumsi Beno. Ia tidak mengambil hati omongan mereka. Toh mereka benar-benar tidak tahu kehidupan nyatanya seperti apa.
Mendengar ada notifikasi orderan pada aplikasi, Sagara bergegas mencabut ponselnya.
"Ehh.. Gue cabut dulu Bang, ada yang nyantol ini."
"Yo'i. Tiati lo."
Sapri yang menjawab, sementara lainnya mengangkat jempol mereka.
***
Kinanti kini tengah berada di kamar kostnya. Dirinya baru selesai membersihkan diri setelah lelah seharian melamar pekerjaan. Kedua tangannya bergerak mengeringkan rambut sebahunya yang masih basah dengan handuk kering. Sayup-sayup dia mendengar teman-teman satu kostnya sedang mengobrol di ruangan cukup luas yang menjadi tempat mereka berkumpul setiap harinya. Di ruangan itu terdapat satu televisi tabung 21 inchi yang menjadi sarana hiburan mereka melepas penat setelah seharian penuh beraktivitas.
Setelah selesai menyisir rambutnya yang setengah kering, Kinanti memutuskan untuk bergabung bersama mereka.
"Nan, lo kalo mau masak pake aja kompor di dapur. Mau nyimpen makanan di kulkas juga boleh."
Febri yang melihat kedatangan Kinanti langsung menyerukan informasi yang menurutnya belum Kinanti ketahui. Di dalam kost itu terdapat sebuah dapur yang cukup luas dengan alat masak yang cukup komplit. Selain itu juga terdapat kulkas berukuran sedang yang menjadi barang milik bersama seluruh penghuni kost.
"Eh.. Iya Mbak Feb, nanti deh."
"Gimana.. jadi nyari kerjaan, hari ini?"
Vina yang tengah sibuk memegangi stoples sambil mengunyah kripik pisang bertanya pada Kinanti.
"Jadi mbak. Tinggal nunggu panggilan aja. Semoga ada yang keterima."
KAMU SEDANG MEMBACA
COMFORT ZONE
ChickLitKinanti terpaksa merantau jauh-jauh dari Jogja menuju Jakarta demi membantu perekonomian keluarganya. Ia baru mengetahui jika keluarganya terlilit hutang yang cukup besar. Rupanya hal itu merupakan bagian dari takdir yang menuntunnya pada seorang L...