Penasaran

87 10 0
                                    

Suasana temaram menemani sepasang suami istri yang kini tengah beristirahat di kamar tidur mereka. Farhan, sang suami tengah duduk di atas ranjang berkutat dengan beberapa file di layar laptopnya. Netranya sibuk memeriksa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perkembangan cabang perusahaannya di luar negeri. Telinganya kini sudah ia pasang lebar-lebar untuk mendengarkan ocehan perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu.

Sedangkan Audi, istri pria itu duduk menghadap meja rias di kamar mereka. Tangannya sibuk mengolesi wajahnya dengan krim malam. Wanita 49 tahun itu memang sangat terobsesi dengan kesehatan kulitnya. Lihat saja sekarang, di usianya yang hampir menginjak setengah abad, wajahnya masih terlihat awet muda.

"Pah, Sagara tuh ada urusan bisnis kemana sih sebenernya? Kemarin dia ngomong sama Mama kalo dia enggak bisa pulang ke rumah selama tiga bulan kedepan. Kok aneh gitu sih, Pa?"

Audi melirik Farhan melalui kaca besar di depannya. Sesekali pandangannya kembali fokus dengan krim di wajahnya yang belum rata.

"Papa juga enggak tahu, Ma. Dia kemarin juga pamitnya begitu sama Papa. Paling-paling sekarang masih di apartemen seperti biasa."

Audi menyipitkan mata curiga, ia merasa tidak puas mendengar jawaban suaminya.

"Enggak ada, Pa. Emang beneran Papa enggak tau? Kok Mama nggak percaya, ya."

Kini ia membalikkan badannya, menghadap sempurna ke arah Farhan.

"Terserah, mau percaya Papa atau enggak."

Farhan mengendikkan bahunya acuh mendengar nada kecurigaan istrinya. Pandangannya masih tetap fokus meneliti setiap tulisan yang muncul di layar.

"Huh.. Mama tuh ngerasa kalo Saga banyak berubah setahun belakangan ini. Papa ngerasain juga nggak sih, apa yang Mama rasain? Sebagai seorang ibu, Mama bisa ngerasain kalo ada hal yang disembunyikan sama anak kita, Pa."

Audi diam-diam memang merasakan gelagat aneh pada putra semata wayangnya. Ia merasa Sagara mulai menjauhi dirinya, tidak seperti dulu lagi. Sagara yang dulu tidak seperti itu. Anak itu tidak akan bisa jauh dari Audi dalam waktu yang lama. Apapun masalah yang dialami Sagara, akan ia ceritakan pada ibunya. Sagara yang dulu lebih memilih pulang ke rumah daripada tinggal di apartemen. Ya, meskipun dalam seminggu anaknya itu akan sesekali tidak pulang ke rumah, namun Audi tidak pernah menaruh curiga yang berlebihan pada putranya. Tidak seperti sekarang ini, anaknya itu terkesan mengasingkan diri dari keluarganya.

"Udah, enggak usah terlalu dipikirkan. Lagipula anak kita sudah dewasa. Dia pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri."

Farhan berusaha menenangkan Audi. Tangannya kini membenahi letak kacamata baca di wajahnya. Farhan tampak tidak ingin membahas lebih jauh tentang rasa penasaran Audi.

"Masalahnya Mama merasa kalo-- kalo Sagara selalu menghindar dari Mama. Papa sih kebanyakan ngurusin bisnis di luar negeri, jadinya mana tahu kalo Saga jadi aneh belakangan ini."

Audi memperlihatkan raut cemas ketika mengatakan hal itu pada suaminya.

"Papa pergi ke luar negeri kan juga demi perusahaan kita, Ma. Mama kan tahu dari dulu Papa mati-matian bangun perusahaan kita dari nol. Papa cuma minta Saga untuk belajar dengan keras karena nantinya dia yang akan menggantikan Papa. Papa cuma mau anak-cucu kita enggak akan kelaparan nantinya."

Audi berdecak malas mendengar argumen sang suami yang mungkin sudah ratusan kali pernah didengarnya itu. Ia kini berdiri dari kursinya, duduk bergabung di samping suaminya.

"Iya, Mama tahu niat Papa baik. Tapi Mama ngerasa kasihan sama Saga. Mama rasa Papa terlalu keras menekan dia untuk terus melakukan perintah-perintah Papa. Dari dulu Mama sebenernya pengen ngomong begini sama Papa, tapi Papa enggak pernah mau dengerin pendapat Mama. Iya Mama tahu Papa ngelakuin itu demi kebaikan Saga juga nantinya. Tapi menurut Mama, Papa berlebihan, Sagara pasti merasa tertekan dengan itu semua."

COMFORT ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang