Semenjak malam dimana Sagara mengajak Kinanti ke pasar malam minggu lalu, Kinanti merasa Sagara mulai berubah. Pria itu seakan menjauhi dirinya. Sagara tidak lagi mengantar-jemput Kinanti bekerja. Sagara juga tidak pernah mengiriminya pesan lagi. Di sisi lain, Kinanti merasa segan untuk mulai duluan menghubungi pria itu. Setelah beberapa minggu kemarin ia banyak merepotkan Mas Elang-nya, ia merasa tidak enak hati jika harus merepotkan lebih banyak lagi. Ah, Kinanti merasa sedikit kehilangan sosok teman baru terbaiknya.
Seperti malam-malam biasanya, Kinanti dan ketiga teman kostnya--Vina, Resti dan Febri tengah duduk bersantai di ruang kumpul. Resti dan Febri tengah sibuk dengan ponsel mereka masing-masing, sedangkan Vina dan Kinanti memilih berkutat dengan sebuah stoples berisi keripik singkong bumbu balado yang Vina beli tadi siang sepulang kuliah.
Di sela-sela kunyahannya, Vina teringat sesuatu yang hendak ia tanyakan pada Kinanti. "Nan, itu si Elang kok nggak pernah kesini lagi? Lo lagi ada masalah sama dia?" tanya Vina penasaran.
Di antara ketiga temannya, Vina-lah yang pertama kali menyadari bahwa Erlangga sudah tidak pernah lagi menyambangi Kinanti di kost-an. Sudah seminggu ini pula, ia melihat Kinanti berangkat dan pulang bekerja menggunakan angkutan umum. Sagara juga tidak pernah terlihat lagi datang di hari libur, sekadar mengantarkan makanan untuk Kinanti seperti sebelumnya.
Kinanti menggelengkan kepalanya bingung, hendak ia jawab apa pertanyaan Vina. "Kinan juga nggak tau, Mbak Vin. Mungkin Mas Elang baru pulang kampung," lirih gadis itu kemudian.
Memang Kinanti benar-benar tidak tahu dimana Sagara kini. Dirinya juga merasa tidak memiliki masalah apapun dengan pria itu sebelumnya. Ia sempat beranggapan bahwa mungkin Sagara sedang pulang kampung, sehingga beberapa hari ini tidak muncul di hadapannya. Bisa juga di kampung pria itu tidak memiliki sinyal, sehingga tidak bisa mengabari dirinya.
Febri dan Resti yang tertarik dengan pembahasan kedua temannya, langsung mengalihkan tatapan mereka dari layar ponsel.
Resti memicingkan mata curiga. "Yakin dia pulang kampung? Emang dia ada ngabarin lo, kalo dia mudik?" cecar Resti, seakan tidak puas dengan jawaban Kinanti.
Kinanti lagi-lagi hanya bisa menggeleng. "Enggak sih, Mbak Res. Udah seminggu ini Mas Elang nggak ngabarin Kinan."
Gadis itu berkata jujur pada teman-temannya. Toh apa yang harus ia sembunyikan? Sagara--teman barunya itu--seperti menghilang begitu saja tanpa sedikitpun mengabarinya.
"Tuhkan, Nan. Gue emang udah ada feeling nggak beres sama tuh cowok," sembur Resti. "Pertama nih ya, dia gencar banget nolongin lo padahal sebelumnya kalian sama sekali enggak saling kenal kan? Dia bantuin lo nyari tempat tinggal, bantuin lo nyari kerjaan. Terus kedua, kemarin hampir tiap hari dia datengin lo, ya emang cuma sekedar nganter jemput lo kerja, tapi kan hampir tiap hari dia ada nemuin lo. Pas libur juga dia pasti ngirimin lo makanan ke sini. Eh sekarang tuh orang tiba-tiba kaya ilang gitu aja ditelan bumi," sambung gadis itu panjang lebar.
Resti dengan berapi-api membeberkan asumsi-asumsi buruknya mengenai sosok Erlangga. Sedangkan kini Febri dan Vina yang biasanya berbeda pikiran dengan Resti, terlihat menyetujui pendapat biang rumpi satu itu.
"Mm...kali ini gue setuju sih sama Resti. Masalahnya itu si Elang emang mulai aneh gelagatnya," cetus Febri, tangan kanannya terulur menepuk bahu Kinanti. "Tapi ya udah sih, Nan. Sekarang ini dia kan pergi, jadi kalo dia sebelumnya punya niat buruk deketin lo, lo harus bersyukur karena dia belum sampe melakukan niat buruknya itu. Lo nggak sedih kan karena hal itu?"
Febri berusaha mengutarakan pendapatnya mengenai ketidakmunculan seorang Erlangga, sekaligus memastikan bahwa Kinanti sama sekali tidak terpengaruh akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
COMFORT ZONE
Chick-LitKinanti terpaksa merantau jauh-jauh dari Jogja menuju Jakarta demi membantu perekonomian keluarganya. Ia baru mengetahui jika keluarganya terlilit hutang yang cukup besar. Rupanya hal itu merupakan bagian dari takdir yang menuntunnya pada seorang L...