Tiga

1.6K 116 39
                                    

"Masuk." Hanya itu jawaban dari ketukan Zaya dari pintu kaca ruangan Dhito. Terlihat jelas pria itu sedang memfokuskan perhatiannya pada panggilan video call di ponselnya.

Karena pria itu sudah mengizinkan, Zaya pun masuk dengan membawa espresso dari café yang ada di lobby bawah karena Dhito mempertegas bahwa dirinya ingin kopi dari café itu. Iya. Sudah seminggu ini Aylin bekerja sebagai asisten atau sekretaris Dhito. Dhito senang karena keinginannya terpenuhi. Nenek Zaya senang karena Zaya menurutinya. Sementara Zaya benar-benar kebingungan dengan pekerjaan barunya.

Sebagai personal asisten atau sekretaris dari salah satu direktur Operasional Horison Grup, seharusnya Zaya mempunyai jam kerja selayaknya karyawan Horison Group lainnya. Jam 8 sampai dengan jam 4 sore. Tapi tidak. Jam kerja Zaya adalah jam Dhito berangkat kantor sampai dengan pria itu pulang kantor. Ditambah lembur saat pria itu meminta bantuannya di rumah. Iya rumahnya.

Tidak hanya jam kerja yang absurd. Hubungan Zaya dengan karyawan lain di kantor ini juga absurd. Kata Dhito, Zaya tidak perlu bersosialisasi dengan orang-orang di kantor ini karena ini adalah kantor cabang, sementara status Zaya terdaftar di Horison pusat. Tapi Zaya bukanlah manusia gua meskipun sebenarnya dia tergolong introvert. Jadi saat ada staff lain yang mengajak kenalan dan beramah tamah, Zaya akan mengatakan bahwa dia adalah pekerja magang dari pusat yang akan membantu Dhito untuk projectnya kali ini.

Seakan semua keabsurdan itu belum cukup membingungkan. Tugas harian Zaya pun tidak jelas. Awalnya Zaya berpikir akan banyak melaksanakan tugas terkait administrasi. Tapi satu-satunya tugas Administrasi Zaya adalah membereskan kertas-kertas di meja Dhito yang berantakan jika pria itu memintanya. Atau membuat slide power point untuk presentasi Dhito. Selebihnya Zaya hanya akan pergi dan berlari kesana-kemari untuk menjalankan perintah Dhito. Benar-benar seperti upik abu.

"Ayolah Nai." Suara Dhito saat Zaya memeasuki ruangannya, terdengar tidak seperti biasa. Suara yang biasa Zaya adalah suara Dhito yang memerintahnya terdengar tegas. Tapi saat ini pria itu justru terdengar manis. "Cuma kamu yang bisa membujuk kakek untuk membatalkan tugas ku untuk project ini."

Zaya meletakkan cup cappuccino Dhito di meja pria itu. Zaya berniat segera pergi agar tidak menganggu percakapan bos nya itu. Tapi Dhito justru memberi tanda Zaya untuk duduk di kursi depan mejanya, saat terdengar jawaban dari suara feminim dari ponsel Dhito. Zaya mengerutkan kening, tapi Zaya tidak membantah. Dia duduk di depan Dhito dan menungu.

"Aku hadir malam itu bukan karena hubunganku dengan kakek Hanggara sudah kembali seperti semula." Suara Feminim itu melanjutkan penolakannya. "Jadi kamu harus mencari cara lain Dhito."

"Bagaimana dengan Kak Ditya? Ayolah. Kamu pasti bisa membujuk kak Ditya untuk mengambil alih proyek ini. Ya, Nai? Naira sahabatku yang baik."

Ekspresi yang dibuat Dhito saat ini hampir membuat Zaya gagal menahan tawa. Bagaimana tidak? Pria dengan wajah maskulin lengkap dengan janggut tipisnya, memasang wajah memelas. Bukannya terlihat manis, justru membuat Zaya ingin ngakak. Alhasil Zaya pun mengalihkan pandangannya ke langit-langit ruangan kantor Dhito, sebelum tawanya meledak.

"Kak Ditya sedang sibuk dengan project kita di Jeju. Kalau aku memintanya meng cover project mu. Dia tidak akan mempunyai waktu untukku dan anak-anak. Sorry Dhito, sejak aku jadi istri dan ibu, aku jadi lebih manja pada Kak Ditya. Jadi aku tidak mau kehilangan waktu bermanja-manjaku pada Kak Ditya."

Untuk mengalihkan tawanya, Zaya mencoba menebak siapa yang sedang berbicara dengan Dhito. Karena layar ponsel Dhito menghadap ke pemiliknya, Zaya pun tidak dapat melihat wajah wanita itu. Tapi kalau berdasarkan obrolan mereka, Zaya yakin bahwa saat ini sang Pangeran sedang berbicara dengan Naira, kakak iparnya. Zaya ingat wajah cantik wanita itu yang terpampang di berbagai media social dan berita gossip saat kabar pernikahan Naira dengan CEO Horison Grup yang tidak lain adalah kakak Dhito itu menyebar. Tidak heran, karena Ditya lebih terkenal dari Dhito. Selain karena istri pertamanya adalah model dan finalis puteri Indonesia, Ditya sering kali terlihat dan diberitakan dekat dengan banyak selebritis sejak istri petamanya meningggal dan sebelum menikah lagi dengan wanita bernama Naira.

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang