Dua Puluh Tiga

1K 85 0
                                    

Hampir seluruh keluarga Narendra lainnya berkumpul di ruang rias Zaya. Kakek Hanggara yang langsung berdiri dari tempat duduknya begitu Zaya dan Dhito memasuki ruangan itu. Bunda Alia duduk bersama suaminya, ayah Dhito yang memiliki wajah yang mirip dengan Dhito. Naira, Lila, kak Misha, kak Feni dan suaminya.

"Alhamdulillah kamu selamat." Bunda Alia langsung memeluk Zaya, begitu wanita itu melihat Zaya.

Seperti halnya Dhito, Bunda Alia memberikan Zaya kehangatan yang menyelimuti hatinya yang terasa dingin. Sepanjang perjalanan kembali ke Horison Hotel tadi, kehangatan tangan Dhito lah yang mampu membuat Zaya mengubur rasa sakit di sudut hatinya yang terdalam. Kehangatan telapak tangan Dhito lah yang mampu menjaga kewarasan pikiran Zaya setelah kegilaan yang dilakukan tantenya pada dirinya dan mamanya malam ini.

Zaya memang baru bertemu dan bersama mamanya kurang dari satu bulan. Bahkan Zaya hanya sempat berbicara dengan mamanya yang berada dalam kondisi stabil, lewat telfon dua hari yang lalu. Memang belum ada perasaan ibu dan anak yang mendalam seperti hubungan wajar antara ibu dan anak lainya. Tapi bagaimana pun Zaya masih memiliki harapan untuk bisa memperdalam hubungan itu sebelum tantenya merampas harapan itu. Karenanya Zaya tidak akan pernah memaafkan wanita gila yang sudah membunuh ibunya itu. Tantenya harus membayar apa yang sudah dilakukannya.

"Bersiaplah. Akad nikah kalian akan dimulai lima belas menit lagi." Perkataan tegas kakek Hanggara itu terdengar saat Bunda Alia mendudukan tubuh Zaya di sofa putih yang ada di tengah ruangan dan duduk disamping Zaya.

"Kakek! Zaya baru saja diculik dan mamanya baru saja meninggal!" Tentu saja Dhito memprotes keras ide itu. "Tidak! Kita tunda acara ini."

Sepasang tangan hangat kembali menangkup telapak tangan Zaya. Kali ini milik bunda Alia. Sehingga Zaya pun berbalik dan memandang wajah bunda Alia. Wanita cantik itu memandangi seluruh wajah Zaya seakan mencari sesuatu. Sebelum akhirnya menatap langsung ke dalam mata Zaya dan menangkup pipi Zaya.

"Kamu masih ingat perkataanku pagi itu 'kan?" Tanya Bunda Alia tanpa mengalihkan tatapannya. "Ini adalah saat kamu paling membutuhkannya. Kamu membutuhkannya untuk bisa membuat Ambar memperoleh balasan atas perbuatannya. Jadi kamu harus memutuskan apa yang harus dilakukan saat ini."

Kekuatan keluarga Narendra. Itulah yang dimaksud bunda Alia. Bunda Alia benar. Zaya tidak bisa menghadapi tantenya yang memiliki kekuatan penuh dari keluarga Pramudhana dengan tangan kosong. Apa yang terjadi malam ini sudah menjadi bukti. Zaya bisa saja masih di dalam mobil itu dan ikut tertabrak kereta, kalau saja keluarga Narendra tidak bergerak dengan sumber daya mereka untuk menemukannya. Rencana tante Ambar pun rusak sebagaimana Dhito merusak rencana pembangunan hotel dan resort Andhara Group.

"Kita akan menikah sekarang." Zaya akhirnya bangkit dari sofa putih itu. Setiap pasang mata yang ada di ruangan itu mengarahkan pandangannya pada Zaya. Tapi Zaya hanya memandang Dhito langsung ke dalam mata cokelat hangatnya. "Kita menikah sekarang atau tidak sama sekali."

"Zaya..." Dhito terlihat akan memprotesnya.

Namun Zaya menggeleng dengan tegas. "Sekarang atau tidak sama sekali."

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Akad nikah Dhito dan Zaya akhirnya berjalan lancar meski dilaksanakan sedikit terlambat. Karena tamu sudah berdatang sesuai dengan jam undangan sementara kedua mempelainya masih sibuk dengan hal lain, pesta sengaja dimulai lebih dahulu. Sehingga Zaya dan Dhito tidak perlu menghabiskan banyak waktu di pesta pernikahan mereka setelah akad selesai. Hanya beberapa kali foto bersama keluarga besar Narendra dan bersama kakek nenek Zaya serta Arnesh. Kemudian Zaya dan Dhito sudah diizinkan kembali ke kamar yang sudah disediakan untuk mereka.

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang