Enam

1.2K 101 27
                                    

"Aku sudah mengirimkan hasil Background Check  yang kamu minta." Kata Naira. Sahabatnya itu menelfon tepat saat Dhito baru keluar dari toilet. Sehingga Dhito tidak perlu mencari-cari alasan untuk meninggalkan ballroom untuk menerima telfon Naira. "Hasilnya sedikit mengejutkan dan tidak disangka-sangka. Tapi aku tetap ingin tau alasanmu."

"Baiklah." Kata Dhito sambil bersandar di dinding selasar menuju ballroom tempat gala dinner. "Aku tidak sengaja mendengar pembicaraan Zaya dengan sepupunya tetang Ardhana Group. Aku pun jadi penasaran."

"Sungguh hanya karena itu?" Terdengar jelas dari nadanya bahwa Naira sama sekali tidak percaya dengan alasan yang diberikan Dhito. "Karena aku dengar dari kak Misha, ada yang terpesona dengan kecantikan Zaya. Tidak salah juga, karena malam ini dia terlihat begitu cantik. Dan kalian terlihat begitu serasi."

"Berhentilah bergosip di chat group 'ibu-ibu komplek' kalian." Dhito bisa menduga kalau Misha sempat memfoto dirinya dan Zaya sebelum meninggalkan boutique nya. "Tapi terima kasih atas bantuanmu."

"Nama chat group kami..."

"Plaaak...!" Bunyi tamparan keras itu membuat fokus Dhito teralihkan.

"Nai, nanti akan kutelfon lagi. Aku harus pergi dulu." Kata Dhito yang entah kenapa Dhito tiba-tiba menjadi penasaran dan beranjak menuju asal suara itu.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pipi Zaya terasa panas, telinganya sedikit berdenging karena tangan wanita itu tidak hanya mengenai pipinya tapi juga telinga Zaya. Ini adalah kali kedua wanita itu menamparnya. Tentu saja bukan karena Zaya membiarkannya melakukan hal itu. Itu karena Zaya tidak berpikir bahwa wanita itu tega melakukannya di pertemuan pertama dan kedua mereka.

"Tante!" Arnesh beranjak ke sisi Zaya. "Kenapa tante menampar Zaya? Dia hadir disini hanya..."

"Diam kamu!" Wanita cantik dengan rambut pendek tapi tetap mampu membuatnya semakin elegan dalam balutan gaun hitam itu kini melotot kearah Arnesh. "Kamu sama saja. Kalau bukan karena mama mu, gadis ini tidak akan pernah ada disini dan mempermalukan keluarga dengan kelakuannya."

"Keluarga?" Zaya mendengus. Zaya tidak akan peduli jika dirinya yang dijelek-jelekan tapi tidak dengan mama Arnesh yang selalu bersikap baik pada Zaya. "Aku yakin tidak ada satupun di ballroom itu yang tau bahwa aku adalah bagian dari keluarga Pramudhana. Dan aku juga tidak ingat bahwa ada yang menganggapku bagian dari keluarga itu selain tante Fasya."

Wanita yang seharusnya Zaya panggil tante itu kembali mengarahkan tangannya kearah Zaya. Tapi kali ini Zaya terlebih dulu menangkap pergelangan tangannya, sebelum tamparan berikutnya mendarat di wajah Zaya. Zaya sudah terbiasa hidup mandiri, karenanya Zaya selalu tau kapan harus membela dan melindungi dirinya sendiri. 

"Dasar gadis tidak tau diri." Wanita bernama Anggun namun sama sekali tidak memiliki perilaku sesuai namanya itu berusaha menarik tangannya. Tapi Zaya justru mempereat gengamannya hingga terlihat kernyit kesakitan di wajah tante Anggun. "Kamu benar-benar tidak ada bedanya dengan mamamu. Sama-sama murahan. Kamu bahkan lebih parah karena menjual diri pada musuh keluarga Pramudhana."

Zaya menyentak tangan tante Anggun dengan keras hingga wanita itu terhuyung. Dengan senyum penuh ketenangan Zaya pun berkata, "Aku tidak bisa membandingkan apa aku yang lebih parah karena kalian bahkan tidak pernah mengizinkanku mengenalkan mamaku sendiri. Jadi konfrontasi ini tidak perlu dilakukan. Terlebih di dalam ruangan dengan pintu terbuka. Itu jika kalian tidak ingin ada orang lain yang tau bahwa aku adalah bagian dari keluarga Pramudhana."

"Tidak kusangka kamu pintar juga." Wanita lain yang tidak kalah cantik dan elegan, yang sedari tadi bersandar di dinding akhirnya berjalan kearah Zaya. Wanita bernama Ambar itu adalah puteri tertua di keluarga Pramudhana. Memang sedari tadi dia hanya diam. Tapi Zaya tau bahwa wanita itu jauh lebih menakutkan daripada adiknya yang sedari tadi mencoba menyakiti Zaya secara fisik. "Aku ingin menawarkan satu kesepakatan, tertarik?"

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang