Chapter-15

1.3K 69 16
                                    

         Cahaya matahari yang begitu menusuk, membuat sepasang insan menggeliat dan terbangun dari tidurnya. Rumaisa terbangun terlebih dahulu sambil mengumpulkan nyawanya yang masih belum terkumpul sepenuhnya.

Rumaisa melihat kearah Afkar yang masih memejamkan mata, Rumaisa membiarkannya tidak mau membangunkannya membiarkan Afkar tetap terjaga. Hari minggu sabtu adalah hari weekend bagi para pekerja kantoran, sama seperti Afkar. Untung saja hari sabtu jadi Afkar tak perlu repot-repot pergi kekantor dan merasakan kemacetan pagi hari.

Setelah nyawanya terkumpul semula, Rumaisa segera bangkit dari duduk sambil merapihkan sofa yang bekas ia tiduri dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi.

Dengan langkah yang sedikit gontai Rumaisa masuk kedalam kamar mandi. Setelah beberapa menit Rumaisa keluar kamar mandi dengan wajah yang segar. Rumaisa mendekati ranjang dan memperhatikan wajah lebam Afkar. Dengan perlahan jari tangan Rumaisa mengusap luka lebam yang ada di wajah Afkar. Jujur ia masih merasakan kekhawatiran kepada Afkar.

Wajah tampan Afkar kini sebagian dipenuhi lebam, juga luka goresan pisau yang ditutupi plester. Rumaisa membetulkan anak rambut Afkar yang jatuh, mengusap pelan kepala Afkar dengan penuh kasih sayang. Nampaknya Afkar tak terganggu sama sekali, justru Afkar sepertinya merasa nyaman.

Rumaisa tersenyum, ia lantas mempunyai ide dibenaknya. Ia mengeluarkan handphone dari saku gamisnya lalu berniat untuk memotret Afkar yang tengah terlelap tertidur. Dengan hati-hati, tanpa suara maupun cahaya Rumaisa menjepret beberapa foto Afkar tengah tertidur. Rumaisa pun tersenyum puas sambil memandangi foto Afkar yang begitu tampan walau ada luka lebam.

"Maaf ya mas aku foto diam-diam, habisnya kamu tampan" ucap Rumaisa lirih.

Rumaisa kembali memasukkan handphonenya kedalam saku di baju gamisnya. Ia lantas beranjak pergi untuk memulai aktifitasnya pagi hari seperti biasa.

Rumaisa pergi kedapur sambil melihat Alma yang sudah membuat sarapan.

"Rumaisa gimana Afkar sudah pulang? Jam berapa?" tanya Alma.

"Sudah nek, em jam sepuluh malam."

"Tapi kok gak biasanya ya?"

Alma menatap Rumaisa dengan tatapan memincing membuat Rumaisa takut.

"Ada yang aneh." gumam Alma yang hanya bisa ia dengar sendiri.

Rumaisa pun pura-pura sibuk agar tidak ditanyai lebih oleh Alma, Rumaisa tak mau membuat Alma merasa khawatir seperti dirinya.

Afkar menggeliat saat cahaya matahari menusuk indra penglihatannya, cahaya matahari membuatnya terusik. Afkar terbangun dari tidurnya sambil merenggangkan otot tangannya juga badannya yang sudah mulai sedikit membaik.

Afkar bersandar ditepi ranjang sambil memikirkan alasan apa yang harus ia katakan kepada orang rumah ketika mengetahui mukanya lebam. Apalagi ada neneknya yang tak mudah dibohongi membuat Afkar harus jujur atau bohong.

Tapi biarlah, ia harus jujur agar Alma bisa menyuruh Gano untuk mencari tahu siapa yang orang yang menyuruh untuk mengeroyoknya.

Afkar bangkit dari duduknya berjalan kearah kamar mandi.

"Rumaisa, panggil Afkar untuk makan ya."

"Iya nek."

Rumaisa melangkahkan kaki menuju kamar Afkar. Rumaisa masuk dan melihat Afkar yang sudah terlihat segar.

"Em tuan gimana sudah baikkan belum? Atau masih sakit?"

"Hanya sedikit."

Selepas mengatakan itu Afkar segera keluar kamar, Rumaisa pun ikut melangkahkan kaki keluar kamar.

Cause I love Him.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang