CHAPTER XII ■ POTEK MASSAL

15 7 4
                                    

Hari ini aku tidak pergi sekolah. Siapa sangka aku jatuh sakit. Akibat seharian kemarin aku tidak ada nafsu makan, dan kurang tidur. Nino sedari tadi sudah membuatkan bubur dan memberikanku obat penurun panas. Tapi ia tidak bisa menemaniku karena hari ini dia ada ujian. Awalnya Nino ingin bolos saja dan mengikuti ujian susulan, tapi aku memarahinya dan pada akhirnya dia menyerah.

Kepalaku terasa berat dan pusing. Lidahku terasa sangat pahit membuatku tidak nyaman.

Drrrrrttttt...

Ponselku bergetar menunjukkan tanda adanya telepon masuk.

Aku terlalu lemas sekedar meraih ponsel yang berada tepat di sebelahku. Tapi sepertinya sang penelpon tidak mau berhenti untuk membiarkanku sendiri. Kini sudah tiga kali ponselku bergetar. Dengan malas ku raih ponselku dan menggeser tombol hijau.

"Halo?"

"Gimana?" Tanya seseorang di sebrang telepon.

"Siapa?"

"Arka"

Aku tidak salah dengarkan? Apa aku berhalusinasi sekarang? Sepertinya aku harus kerumah sakit nanti.

"Kau baik-baik saja?"

"Hmmm" jawabku. Sebenarnya aku senang mendapat telepon darinya, tapi di sisi lain diriku mencoba mempertahankan kesadaranku sendiri bahwa ini hanya sebatas etika dalam berteman.

"Hmm... yasudah. Kelas sudah mau mulai."

"Bye." Sambungnya.

Titttttttt-

Sambungan telepon pun terputus. Belum sempat kujawab ia sudah menutup telepon secara sepihak.

◇◇◇◇◇◇◇

Sepulang sekolah Lena dan Gilang menyempatkan datang ke rumah untuk menjengukku. Tidak ada Arka bersama mereka.

Apa yang kuharapkan?

Harusnya aku tetap mengelak dan berpura bodoh dengan perasaanku sendiri kalau tahu rasanya akan hancur seperti ini.

"Kei, demammu gimana?" Tanya Lena sembari meletakan punggung tangannya ke dahiku.

"Haha Kei lu bisa sakit juga ya?" Ucap Gilang yang sedari tadi duduk di kursi belajarku.

"Orang sakit diketawain." Protes Lena

"Ya habisnya Kei itu kan keliatan tangguh" jelas Gilang pada Lena.

"Jangan bertengkar di kamar gue." Selaku di percakapan mereka.

"Sorry Kei, habis Gilang tuh ada-ada saja."

"Oiya, btw Arka gak bisa datang Kei." Ucap Gilang

Oh, baguslah. Kalau dia datang aku akan semakin menderita dibuatnya. Aku tahu Arka tidak salah sama sekali. Tapi tolong mengertilah, ini pertama kali ku menyukai seseorang seperti ini.

"Katanya ada janji sama temannya." Tambah Lena.

"Teman apa teman." Ujar Gilang dengan nada sedikit dibuat-buat, seolah dia tahu kebenarannya.

"Maksudnya?" Ucap Lena bingung

"Dia itu mau ketemuan sama..." belum sempat Gilang menyelesaikan kalimatnya

"Guys, udah dong cerita Arka. Kalian kesini buat gue kan. Mending rawat gue deh" keluhku kepada kedua sahabatku.

Keduanya hanya saling menatap dan menatapku bergantian. Mereka hanya diam dan mengikuti kemauanku.

Lena dan Gilang menemaniku sampai kak Nino pulang. Bukan Lena dan Gilang namanya kalau gak heboh, kamarku sudah seperti kapal pecah.

Gilang yang terus mengunyah cemilan membuat remah-remah cemilan bertebaran hampir seluruh penjuru kamarku. Lena yang sibuk menonton drama korea lewat laptop dan terkadang Gilang yang ikutan nobar.

Aku merasa sembuh seketika melihat kekacauan yang mereka buat. Kepalaku yang tadi pusing kini sudah hilang tapi bergantian dengan pusing melihat kamarku yang sepenuhnya berantakan, terpaksa aku harus membersihkannya nanti.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇

"Kireina!" Teriak Lena dari arah belakang. Otomatis membuatku berhenti dan menoleh ke arah sumber suara.

"Oh, Kei! sudah pulih total nih?" Tambah Gilang

"Iya." Jawabku

Sebelum kami melanjutkan langkah, muncul sosok Arka dan seorang gadis di sebelahnya.

"Gilang?! Gilang prasetya kan?" Tanya gadis itu saat melihat Gilang.

"Ih, lang. Siapa lagi ini?" Seru Lena yang siap jambakan dengan gadis yang bersama Arka tadi.

"Woah- sabar Len. Dia ini teman Arka ciyus" terbatah-batah Gilang mencoba menenangkan Lena.

"Hi Dea, lama gak ketemu. Jadi elu ya yang kemarin janjian sama Arka. Lu pindah sekolah kesini?" Tanya Gilang

"Iya nih." Jawabnya sambil tersenyum.

"Oh. Teman Arka ya?" Ucap Lena yang mulai tenang.

"Iya yang. Dea ini teman kami waktu smp dulu. Dea itu dekat banget sama Arka kayak lem." Jelas Gilang

"Kenailin Gue Deanra Syafakila" sapanya sambil menyodorkan tangan memperkenalkan diri.

"Lena Tiara Farhad. Salam kenal" balas Lena ramah.

"Oiya dan dia ini..." Gilang sengaja tidak melanjutkan kalimatnya agar aku sendiri yang memperkenalkan diri. Tapi aku hanya berdiam diri bengong sampai aku tersadar oleh lambian tangan Gilang tepat di depan mataku.

"Oh-" sadarku dari lamunan, kini ke empat orang itu menatapku menunggu aku bersuara

"Kireina Soraya." ucapku sambil tersenyum pahit.

"Deanra Syafakila, salam kenal ya, mmm... Kireina?" Ungkapnya sambil tersenyum cantik

"Panggil aja Kei"

"Ah, Kei? Ok." ujarnya dan tersenyum lagi.

Bohong kalau aku tidak patah hati.

Baru saja aku survive kemarin dari perasaanku sendiri. Sekarang aku harus menghadapi kenyataan yang ada. Dulu keberadaan Felisyah saja sudah cukup membuatku menciut, kini aku harus berhadapan lagi dengan sosok gadis yang parasnya luar biasa.

Aku tahu Arka memang selalu dikelilingi cewek-cewek cantik tapi Deanra Syafakila berada di level berbeda dengan mereka.

Ah, ini pukulan telak untukku. Aku tidak tahu harus bagaiman lagi.

"Kei? Jangan melamun terus" ucap Lena yang duduk di sampingku, kami sudah berada di kelas. Aku hanya termenung dalam diam. Otakku tidak berkerja, tatapanku hampa. Entah sejak kapan aku menjadi remaja yang haus akan kasih sayang. Aku tahu ini begitu berlebihan.

Siapa sangka aku akan menjadi remaja yang lebay karena cinta.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Sudah kuduga akan seperti ini.

Kami yang dulunya kemana-mana berempat kini menjadi berlima. Dimana-mana selalu ada Dea disamping Arka. Arka begitu lembut ketika bersama Dea. Ia menjadi banyak tersenyum. Ketika ia berbicara dengan Dea tatapannya begitu teduh.

Jelas sudah, batasan yang diberikan Arka kepada orang yang hanya dianggap teman dan orang yang spesial untuknya.

Lagi-lagi aku dibuat tersadar bahwa tidak ada tempat untukku, dulu aku sempat berpikir bahwa Arka bisa menyisihkan sedikit tempat untukku, untuk seorang Kireina yang biasa. Atau mungkin memang nyatanya tidak ada kesempatan sama sekali untukku.

Well, tentunya bukan hanya diriku seorang yang merasakannya. Semua cewek di sekolah yang mengidolakan atau menyukai Arka sekarang menjadi potek massal. Tapi dibandingkan dengan mereka situasiku lebih berat karena aku akan selalu bersama kedua sejoli ini.

Apakah aku harus melewati hari-hariku dengan melihat keduanya bersama?

Jangan lupa vote dan commentnya!

Makasih♡

Sunflower [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang