Chapter 27

156 13 2
                                    

"Mengorbankan sesuatu untuk orang yang dicintai memang kadang menyakitkan, tapi harus dilakukan untuk kebahagiaan."
-Rega Rahardian-

Sudah terhitung 1 bulan Diana di dalam penjara. Setiap menit, setiap jam, dan setiap hari ia lalui dengan kesepian. Meskipun ada teman dalam satu sel tetap saja hatinya merasa sepi. Bagi orang seperti Diana yang suka kebebasan, suasana seperti ini mampu membuatnya frustasi.

Diana sudah berganti menggunakan pakaian yang sama seperti napi yang lain. Yang membedakan, dia tetap menggunakan jeans.

Dia terlihat kusut, kantung mata yang besar dan hitam. Membuat Diana terlihat menyedihkan. Dia sedang duduk di pojok ruangan, dengan kaki yang ditekuk dan rambut yang dicepol asal. Memperhatikan Tasha dan kedua temannya yang lain sedang bercanda. Diana seolah tak memiliki kehidupan. Setelah tadi dia menolak Tasha yang mengajaknya untuk bergabung, dia berakhir di sudut ruangan dengan berbagai pikiran yang bersarang di otaknya.

Tiba-tiba sekelebat bayangan Yudha menghiasi kepalanya. Mengingat kapan terakhir kali dia dan papanya bertatap muka dan bicara. Diana menghela nafas kasar, dia ingin tahu, apa saja yang sudah dilakukan Dewi sejak dia ada di penjara. Jika mengingat Dewi, Diana juga teringat akan Rega.

Apa cowok itu tau dia disini? Jika dia tahu kenapa tidak menjenguknya? Apa dia tak peduli dengan Diana? Apa Rega sudah memiliki tambatan hati yang baru? Apakah Rega tak mau menemuinya karena sekarang dia seorang kriminal? Diana takut opini-opini dikepalanya itu nyata. Diana selalu menolak namun hatinya berharap Rega datang dan membawanya pergi dari sini.

Saat merasa sakit dikepala, Diana membenamkan wajahnya di antara lipatan tangan. Tak pernah dia merasa selemah ini. Lagi lagi hembusan nafas yang panjang dan terdengar pilu itu menghiasi suasana hatinya.

Diana butuh seseorang yang bisa tahu apa isi hatinya, yang bisa mengerti bagaimana kondisinya, yang akan selalu ada disisinya. Diana butuh Keysa, ibu sekaligus sahabatnya. Bahkan Leon dan Duo Vin tak bisa menggantikan posisi itu, walaupun mereka adalah sahabat terdekatnya.

Dia merindukan usapan lembut di kepalanya yang menenangkan, rindu bahu tegap yang selalu siap untuk menjadi sandarannya, rindu suara tegas yang selalu mengoceh ketika dirinya melakukan kesalahan, rindu aroma maskulin yang selalu menusuk indera penciumannya. Rindu semua perhatian yang diberikan untuknya, perhatian dari orang yang menempati ruang khusus dihatinya setelah Keysa. Diana merindukan sosok itu, seseorang yang namanya selalu tersimpan rapi di bagian terkecil hatinya. Orang yang berarti besar dalam hidupnya.

Tiba-tiba seorang petugas polisi datang,

"Saudara Diana." panggil seorang petugas polisi dengan tegas sembari membuka gembok sel.

Diana berdiri dan berjalan menghampiri petugas polisi. "Ada yang menjenguk kamu."

Mendengar itu Diana sedikit mengangkat ujung bibirnya, menampilkan senyum kecil. Mungkin Leon dan Duo Vin, pikirnya. Diana mulai melangkahkan kakinya keluar sel dan berjalan dengan ditemani petugas polisi yang setelah kembali mengunci sel.

Setelah sampai ditempat yang biasa digunakan untuk berkunjung, petugas polisi itu menunjuk seorang cowok yang duduk membelakangi mereka.

Diana mengangguk dan menghampiri cowok itu. Petugas polisi itu hanya berdiri disudut ruangan. Diana duduk dibangku yang berseberangan dengan cowok itu, yang hanya dibatasi meja coklat. Cowok itu menoleh dengan senyum manisnya, membuat Diana terkejut beberapa saat, tapi dia langsung menormalkan rasa keterkejutannya. Dia masih menatap cowok itu yang di balas senyuman manis.

DIANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang