Ta'aruf

2.8K 145 5
                                    

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.”
(HR. Bukhari:5096 dan Muslim:2740)


⭐🌟⭐

Hari ini di bawah naungan senja dan embusan angin menyejukan, syair-syair islam di dengungkan oleh para santri di salah satu ruangan terbuka. Dengan pemantauan Safa, kesyahduan mereka amat membelai pendengaran.

Di tengah-tengah pembacaan kitab yang berisi syair tersebut, fokus Safa seketika terpecah ketika salah satu pengajar di pesantren ini menghampirinya. "Assalamualaikum, Ning," salam Widya.

Safa mendekati perempuan yang sekaligus pembimbing Zia dalam menghapal al-Quran itu, "waalaikumsalam. Ada apa, Mbak Widya?"

"Itu, Ning Zia memanggil Ning Safa ke dapur."

Safa mengerutkan dahi seraya berdecak kecil. Beraninya Zia menitah Widya seperti ini dan entah keperluan apa anak itu memanggil Safa yang sedang mengajar. "Ada urusan apa emang, Mbak?"

Widya menggeleng, "ndak tahu, Ning. Lebih baik Ning ke sana saja, biarkan para santri saya ambil alih."

"Baiklah, Mbak Widya. Terima kasih, iya?" Widya mengangguk sebagai jawaban. Detik berikutnya, Safa lantas memakai sandalnya dan berlalu dari sana.

Dengan langkah cepat Safa memasuki dapur rumahnya melalu pintu belakang, karena itu lebih memangkas waktu. Gadis itu sudah sangat geram atas kelakuan Zia. Sampai di sana di lihatnya Zia tengah mengaduk segelas kopi.

"Assalamualaikum," salamnya.

Dan Zia menoleh sekilas, "waalaikumsalam. Akhirnya Mbak ke sini juga."

"Kamu kenapa nyuruh Mbak Widya memanggil Mbak? Kenapa enggak kamu saja?" Protes Safa seraya berdecak. "Dan ada urusan apa kamu memanggil, Mbak?"

Zia menghembuskan nafas seraya menyodorkam nampan berisi segelas kopi yng tadi dibuatnya kepada Safa. "Apa ini?" Tanya Safa.

"Mbak antarkan kopi ini ke ruang tamu. Di suruh, Abi," jelas Zia.

Dahi Safa mengerut, lalu tangannya mengambil ahli nampan itu. "Ada tamu?"

Gadis berumur 15 tahun itu mengangguk, "iya, calon Mbak katanya. Gih sana!" Zia mendorong Safa.

Safa pun berjalan keruang tamu dengan rasa tak percaya. Ia lupa kalau hari ini pria yang melamarnya akan datang kemari untuk melakukan ta'aruf sesuai permintaannya. Safa pikir karena hari sudah sore, pria itu tak akan datang ternyata dia benar-benar hadir.

Gadis itu menenangkan dirinya untuk bersikap apa adanya di depan pria itu. Netra hitamnya kemudian terbuka sempurna ketika menangkap rupa pria tersebut yang tengah mengobrol bersama Yahya dan Maryam. Safa melangkahkan kakinya kembali, menghapus jarak yang ada di situ.

Kehadiran Safa mampu membuat Yahya, Maryam dan pria itu menoleh secara bersamaan. Safa pun menundukan pandangan, lalu meletakan kopi di nampannya. "Nyuwun sewu, monggo di minum," tutur Safa dengan logat jawanya. Ia sudah di ajarkan Yahya untuk berucap jawa yang baik pada tamu.

"Terima kasih," sahut pria itu. Terdengar mendayu di telinga Safa.

"Sini, Sayang. Duduk di samping Umi," titah Maryam. Safa mengangguk, dan lantas duduk di samping Maryam dengan kepala yang masih menunduk.

Yahya berdeham memulai pembicaraan inti, "Nduk, ini Ibram anaknya sahabat Abi, dan Ibram ini putri saya namanya Safa." Tutur pria paruh baya itu seraya menatap satu persatu Ibram dan Safa.

For My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang