Cemburu yang Semu

2.4K 143 4
                                        

"Ada sebagian rasa cemburu yang disukai Allah, dan ada pula yang dibenci-Nya. Cemburu yang disukai Allah adalah cemburu dalam keraguan atau kecurigaan (cemburu beralasan). Sedangkan cemburu yang dimurkai Allah adalah rasa cemburu yang tidak dalam keraguan"
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)

⭐🌟⭐

"Iya, Safa gak lupa ko," sahut gadis itu pada orang yang menelponnya tadi.

"Kalau kamu gak bisa pun gak papa. Biar saya saja yang ke sana." Suara dari sebrang membuat Safa mengelum bibirnya.

"Bisa ko. Lagi pula ini kan amanah sejak dulu dari eyang putri, jadi Safa harus menjalankannya. Anak-anak panti pasti menantikan kehadiran Safa."

"Yasudah. Nanti kita bertemu di toko buku."

"Nggeh, Mas Ardy. Insyaallah Mas Ibram akan ikut mengantarkan Safa ke sana."

Seusai mengucapkan hal itu, sebuau dehaman dari belakang membuat Safa menoleh. Netranya menangkap sosok Ibram yang baru kembali dari pondok. Segera Safa mengakhiri telpon itu, "Sudah dulu ya, Mas Ardy. Assalamualaikum."

"Iya, waalaikumsalam."

Sambungan telpon itu terputus oleh Safa. Ia meletakan ponselnya di atas nakas lalu menghampiri Ibram seraya berkata, "Mas mau makan atau mandi dulu? Nanti Safa siapkan air hangatnya."

"Telponan dengan siapa?"

Pertanyaan Ibram yang tampak asing di pendengaran Safa itu lantas membuat gadis itu tertegun sesaat. Lalu menjawabnya dengan jujur, "Mas Ardy. Dia memengingatkan Safa soal jadwal kunjungan besok ke panti yang didirikan oleh eyang putri, sekaligus mendonasikan beberapa buku."

"Haruskan menelpon tengah malam seperti ini? Tidak punya adab sekali." Ujar Ibram seraya menyampirkan handuk di bahunya, lalu melenggang ke arah kamar mandi.

Safa menatap suaminya itu dengan kebingungan. Sikap Ibram tampak aneh.

Ah, apa dia cemburu?

Benarkah itu suaminya?

Ibram cemburu?

Tapi itu mustahil deh!

Eh, tapi memang beneran deh dia cemburu!

Kira-kira seperti itulah keramian di benak Safa. Seulam senyuman menghiasi bibirnya, ketika menyadari sesuatu.

Beberapa menit berlalu, akan tetapi senyuman Safa masih menghiasi. Bahkan gadis itu terduduk di sofa dengan perasaan yang tak bisa di jelaskan. Kecemburuan kecil yang di berikan Ibram, mampu berpengaruh sekali pada hatinya sekarang. Iya, hati Safa mulai yakin kembali untuk membuat Ibram mencintainya.

"Kamu tidak mengantuk?"

Safa tersentak oleh suara itu, lamunannya buyar. Ia pun menoleh ke arah suara, tepat di sana Ibram sudah berganti pakaian tidur dan tengah bersiap untuk tidur.

Aish! Seketika pipi Safa memanas karena malu. Sendari tadi ia senyam-senyum sendiri, dan Ibram memperhatikannya.

Detik berikutnya, Safa menghampiri ranjang. Dan lalu menidurkan badannya menghadap Ibram yang membelakanginya kini. Kelopak mata Safa pun perlahan menutup, namun belum juga Safa menjemput mimpinya, tiba-tiba Ibram kembali bersuara seraya merubah posisi tidur menjadi terlentang--menatap langit-langit kamar.

"Kunjungannya esok pagi?" katanya.

"Iya," sahut Safa. "Mas bisa mengantar Safa kan?" Tanya, penuh harap.

"Ada jadwal tausiyah." Mendengar jawabann itu lantas membuat Safa menghembuskan nafas kecewa. "Tapi ke toko buku, mungkin bisa. 'Kan searah."

Tak di elakan lagi senyuman Safa kala itu. Ia bahagia mendengarnya, walaupun kecewa Ibram tak bisa mengantarnya ke panti. Mungkin nanti ia akan meminta Zia ikut, karena tidak mungkin Safa semobil bersama Ardy pada saat ke panti nanti.

For My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang