Masih mencintai?

2.6K 151 30
                                        

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.”
(HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)


🎶Bidadari Surga

⭐🌟⭐

Hari-hari Safa kini hanya berpusat pada satu arah yaitu kembali berbenah diri untuk terlihat baik di hadapan sang khalik. Hati memang lihai dalam mengikhlaskan sesuatu, akan tetapi pesikis Safa masih terganggu. Hingga pada akhirnya penyakit yang di derita semakin kalap untuk menguasai tubuh.

Meski Segala macam pengobatan telah di berikan Yahya maupun Mariyam agar putri sulungnya itu bisa sedia kala, sang penulis takdir tetap menginginkannya seperti ini. Dengan tubuh lunglai, dan hanya bergantung pada kursi roda.

Tidak semudah membalikan telapak tangan untuk menerima semua dan membiasakannya. Kadang kalanya Safa merasa kesulitan, sehingga kapan saja membuatnya berputus asa. Jika saja Allah tidak ia jadikan tumpuannya, mungkin sampai Safa akan terus membenci keadaannya sekarang.

Memang semenjak kakinya mengalami kelumpuhan karena saraf-saraf yang mulai melemah, kesulitan selalu menyertainya. Safa paham, itu karena Safa belum terbiasa saja melakukan aktivitas memaki kursi roda dan itulah yang akan menjadi pembelajaran Safa bahwa ia tak akan tergantung lagi pada orang tuanya ataupun Zia untuk menemaninya berjaga-jaga dalam melakukan sesuatu.

Seperti contohnya, kini di saat selesai sholat zuhur, Safa dengan sendirinya ke sebuah perpustakaan yang sudah lama belum ia kunjungi lagi. Ia menjelajahi setiap rak buku seraya mendorong kursi roda dengan kedua tangannya.

"Mengapa buku itu ada di sana!" Decak Safa merasa kesal karena buku yang ingin ia baca ada di rak paling atas, seharusnya buku itu ada di rak yang mudah ia jangkau akan tetapi sepertinya ada seseorang yang tidak menempatkannya sesuai tempat.

Walaupun terlihat mustahil untuk ia dapatkan buku itu, Safa tetap mengulurkan tangannya ke rak atas--berusaha menggapainya. Namun kegiatannya terhenti ketika sebuah tangan mengambil ahli terlebih dahulu buku tersebut. Safa menoleh ke seseorang yang ada di sampingnya itu. "Mas Ardy," gumamnya.

"Nih bukunya." Tanpa di duga Ardy memberikan buku tadi. Safa tersenyum, ia kira Ardy akan membacanya.

"Terima kasih." Safa menerimanya.

"Ning sendiri ke sini?"

"Iya, cuma mau ambil buku saja biar gk bosen di kamar."

"Kenapa ndak suruh saya atau santri lain. Jadi, ning tak usah repot seperti tadi."

Safa tersenyum tipis. Semua orang begitu peduli terhadapnya. Termasuk juga Ardy, lelaki itu amat sigap layaknya seorang kakak. "Tidak perlu. Sesekali menghirup udara segar, di luar. Hehe."

"Saya antar kembali ke rumah." Tutur Ardy seraya memegang pendorong kuris roda. Safa hendak menolak, namun lelaki itu lagi-lagi membuat Safa sendiri tak bisa menolak. "Tak ada penolakan, karena Abuya dan Nyai sudah menitah saya untuk menjaga ning Safa."

Safa mengangguk tanpa berucap kembali. Ardy pun mendorong perlahan kursi roda tersebut ke luar perpustakaan dan lalu menelusuri koridor.

Hingga pada akhirnya Ardy mengantarkan Safa dengan selamat ke rumah ndalem. Di sana Safa sudah di sambut oleh seorang wanita berjas putih, dialah Tiara. Seorang dokter yang selama ini membantunya dalam melawan penyakit yang di derita Safa.

For My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang