هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al-Fath:4)⭐🌟⭐
Waktu kian bergulir seperti halnya roda yang berputar pada porosnya, selalu memberikan keadilan walaupun terkadang orang-orang tidak pernah bersyukur atas apa yang menjadi porsinya. Mereka hanya dapat mengeluh pada kesulitan dan terlena pada kebahagian.
Oleh sebab itu masing-masing diri harus terus mengingat sang pemberi nikmat agar senantiasa bersyukur. Sama halnya dengan Safa yang lebih menjaga setiap langkahnya pada lembaran baru hidupnya yang baru saja terukir sajak yang manis.
Sudah satu minggu setelah peristiwa penyatuan dan pengikraran dirinya sebagai sosok pendamping seorang Ibram usai, Safa lantas harus memulai kisah barunya itu di tempat berbeda. Ibram memboyong sang istri ke tempat kediamannya yang masih ada di daerah Solo.
Selama beberapa hari di sana keduanya memang masih dalam masa pendekatan bak sepasang kekasih yang mulai jatuh cinta. Terlihat manis sekali bukan? Namun ternyata di balik itu ada sedikit kepahitan yang Safa terima selama awal ia tinggal di sana sebagai istri.
Sikap kaku Ibram ternyata tidak terjadi selama masa ta'aruf saja, akan tetapi setelah hampir satu minggu lebih mereka menikah pun masih terjadi. Terlepas dari itu semua, Safa paham kalau mereka masih dalam masa pendekatan di awal pernikahan. Mungkin bagi Ibram sangat sulit membiasakan kehadiran gadis asing seperti Safa di hidupnya.
Dengan menjalankan kewajiban seorang istri melayani suaminya, Safa berharap dinginnya Ibram mampu terkalahkan dengan kehangatan cinta Safa yang mulai tumbuh seiring masa. Salah satu bentuk pengabdian Safa yaitu seperti kini di pagi hari ia selalu membuatkan teh hangat untuk Ibram.
Gadis itu memberikan senyuman tulusnya ketika mulai memasuki kamar. Di sofa dekat rak buku kecil, terlihat Ibram yang tengah memijit pelipisnya.
Safa segera menghampiri, "Safa bawakan teh hangat buat, Mas. Mungkin saja bisa menghilangkan rasa pusing itu." Seraya meletakan cangkir teh di meja hadapan Ibram.
Ibram melirik sekilas, "terima kasih."
Safa mengangguk kecil, lalu mengelum bibirnya, "Mas mau Safa pijit kepalanya?" Tawar Safa.
Belum tangan gadis itu menyentuh pelipis sang suami. Ibram sudah mengelak seraya bangkit dari duduknya, "tak usah. Saya mau mandi." Lalu berlalu saja.
Safa menatap sendu punggung Ibram yang menghilang di pintu kamar mandi kamar, lalu menatap teh buatannya yang tak di sentuh sama sekali. Ia pun mendudukan diri di sofa, lalu menghembuskan nafas lirih. Ia harus sabar. Safa tak ingin gara-gara masalah sepele menjadi penghancur ikatan yang baru terjalin ini.
⭐🌟⭐
Kegiatan masak bersama para santri di rumah ndalem sudah menjadi hal biasa untuk Safa yang notabenya pun sebagai anak pemilik pesantren. Jadi aktivitas di rumah mertuanya ini tak jauh dari aktivitas rumah orang tuanya.
Setiap hari kecuali senin dan kamis--karena sering mengadakan puasa sunnah--dapur rumah ndalem akan di di datangi beberapa santri untuk menyiapkan sarapan atau sekedar membantu-bantu di sana. Safa pun kini ikut ambil ahli membantu kerjaan rumah tangga karena ia menantu di sini, dan sebagai menantu ia tak ingin mengecewakan keluarga suaminya atau pun keluarganya.
![](https://img.wattpad.com/cover/221395756-288-k343288.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
For My Imam
SpiritüelKehidupan yang bahagia telah ia rajut sedari kecil, cinta dan kasih sayang terangkai bagai benang-benang tipis sebuah takdir. Namun, ketika kini masa semakin menuntutnya dalam menerima kenyataan yang penuh luka, benang-benang tersebut menjadi kusut...