Putusan

2.2K 138 9
                                    

قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ

Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”.”
(QS. Ali Imran: 29)

⭐🌟⭐

Siang ini dengan penuh keyakinan yang di ujung tanduk, Safa melangkahkan kakinya di koridor area pesantren Nadwatul Amanah. Jemarinya meremas kuat seolah menyalurkan keberanian pada hatinya. Sementara raut wajahnya tetap tenang dengan senyuman tipisnya di kala para santriwati melewati dan menyapanya.

Langkahnya itu kemudian terhenti tepat di ruangan para pengajar yang lumayan ramai oleh perbincangan. Semoga saja kedatangan Safa tak menganggu mereka. Ia pun menghembuskan nafas yakin, lalu mengucapkan salam.

"Assalamualaikum?"

Sontak saja seluruh pandangan para pengajar mengarah ke pada Safa, ia tersenyum ramah. "Waalaikumsalam," sahut mereka serentak.

Kemudian suara lelaki yang memang ingin Safa temui terdengar, "Safa? Ada apa kemari?" Katanya seraya menghampiri Safa yang ada di daun pintu.

"Safa ... heum ...." entah mengapa gadis itu merasa berat sekali berbicara.

"Kita bicara di sana saja. Tidak sopan jika di depan pintu." Safa mengangguk terhadap saran Ibram tersebut.

Mereka berjalan beriringan ke sebuah kursi di depan ruangan yang terbuat dari beton, lalu mendudukan diri di sana. "Ada apa kemari?" Tanya Ibram to the poin.

Safa menundukan kepalanya, "menurut Safa, lebih baik kita selesaikan saja pernikahan ini." Ucap pada akhirnya.

Ibram menatap bingung, namun dengan cepat ia menetralkan mimiknya. "Maksud kamu?"

"Inikan yang Mas mau? Kita bercerai," jelas Safa, kemudian menatap lelaki yang amat ia cintai itu.

Terdengar Ibram menghela nafas dengan kasar, lelaki itu pun kemudian mengalihkan pandangannya dan berucap, "kamu memutuskan hal itu apa memamikirkan akibatnya? Islam sendiri melarang sebuah perceraian, apa kamu tahu itu?"

"Jalani saja pernikahan ini seperti biasa. Saya menafkahimu, dan menjagamu seperti seorang suami kan? Lalu kamu seketika mengaburkan semuanya dengan sebuah alasan perasaan. Benar apa kata kamu perasaan tak akan berubah, lalu kenapa kamu sendiri dari awal ingin merubahnya?" Lanjut Ibram.

Safa dibuat meringis mendengar penuturan lelaki di sampingnya itu. Mengapa di sini seolah Safa yang salah, dan mengapa dia terlihat bodoh sekali. Ya, Safa akui kebodohan itu.

"Mengapa Mas terlihat mencegah perpisahan ini? Bukankah dengan kita hidup masing-masing kembali, Mas bisa mencari sosok yang mampu memberikan kebahagian bersama cintanya? Ada apa sebenarnya ini, Mas?"

Seketika Ibram menatap lekat Safa, "iya, memang saya akan bebas. Tetapi saya tak ingin melukai hati Baba dan Ammi yang sudah berharap pada pernikahan kita."

"Oh. Jika masalah Baba dan Ammi ataupun orang tua Safa sendiri, Safa akan menjelaskannya. Mas tak usah khawatir." Tutur Safa seraya bangkit dari duduknya. "Selain ingin mengatakan itu, Safa ke mari pun ingin meminta izin untuk tinggal di rumah Abi dan Umi, sementara waktu menunggu surat cerai dari Mas."

Sebelum melenggang pergi, Safa menatap Ibram dan mengungkapkan keinginan sederhana sejak Ibram membawanya pada rumah yang telah menjadikan ia sebagai sosok menantu. "Bolehkah Safa meminta satu hal saja sebelum pergi?"

Alis Ibram terangkat sebelah, "apa?"

"Izinkan Safa mencium punggung tangan Mas, untuk terakhir kalinya."

For My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang