Chapter 11: Death and Life

132 22 0
                                    

Hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini adalah hari di mana nyawa Alexander dan Esther berada di ambang kematian. Alexander yang diracuni masih belum sembuh dan dikabarkan hanya menunggu kematian. Sedangkan yang tidak jauh berbeda darinya adalah Esther ̶  yang tinggal menunggu kematian karena kesalahan yang tidak diperbuatnya.

Pagi itu Esther dibangunkan oleh beberapa orang prajurit untuk membawanya ke ruang tunggu eksekusi yang berada tidak jauh dari istana. Mereka tidak memberikan Esther apapun selain secangkir air putih dan sebuah roti sebagai sarapan paginya. Esther tampak kelelahan. Gaun putih yang dikenakannya kini kotor dan kedua tangannya diikat oleh tali. Ini bahkan lebih parah dari pada kali pertama dia dilemparkan ke dalam penjara bawah tanah itu. Sekarang yang ditunggunya hanyalah waktu...

Waktu menunjukkan hari sudah siang. Seorang prajurit memasuki ruang tunggu tersebut dan membawa Esther keluar. Ketika Esther keluar dari ruangan tersebut, dia bisa merasakan panas terik matahari yang sudah berada di puncak. Dan dia bahkan bisa mendengar suara orang banyak yang  menghujatnya.

"PEMBUNUH!!!" Itulah yang diteriakkan oleh orang banyak ketika melihat Esther keluar dari ruangan. Esther kemudian dikawal ke tengah lapangan berbatu itu dan kemudian diperintahkan untuk berlutut di hadapan semua orang. Di depan mata Esther adalah sebuah alat pemotong dengan pisau tajam yang besar dan Esther hanya bisa menelan ludahnya. Selain itu, di seberangnya terdapat semacam menara di mana para dewan kerajaan duduk di sana. Dan ketika Esther memandang kursi Raja yang kosong, firasatnya mulai bergejolak dan entah kenapa dia menjadi putus asa.

'Tidak mungkin.... Dia tidak mungkin meninggal, bukan? Tuhan... kuharap ini tidak benar.'

Berbagai hujatan terhadap Esther berlanjut. Esther bahkan dilempar oleh telur, tomat, bahkan kerikil. Air matanya mulai keluar, merembes kedua pipinya. Dia takut akan kematiannya, namun yang paling ditakutinya adalah kematian Alexander sendiri.

"MOHON UNTUK TENANG SEMUANYA!" teriak Rhode dan seluruh orang langsung diam seketika itu juga.

"Esther... Sebelum memulai eksekusi ini, apakah kamu memiliki kata-kata terakhir?" tanya Rhode yang tiba-tiba berdiri. Esther masih dalam posisi berlutut, hanya bisa terdiam dan berusaha untuk tidak menangis. Dia tidak ingin menangisi kesalahan yang tidak diperbuatnya.

"Tidak ada?" tanya Rhode untuk memastikan. Namun Esther hanya diam dan tidak bersuara.

"Baiklah, tidak ada kata-kata terakhir sepertinya. Jadi, Penasehat..." kata Rhode berusaha menanyakan pada Farhan apa yang harus dia lakukan. Farhan tidak berbiara, tetapi hanya mengangguk kepalanya.

"Baiklah... Silakah, Philip."

"Karena tidak ada kata terakhir dari pembunuh, maka eksekusi Esther dimulai!" teriak Philip kemudian para penjaga itu menarik paksa Esther dan memakaikan sebuah kain hitam pada kepala Esther dan memasung Esther pada alat pancung. Esther berusaha melawan, namun sia-sia.

Semua orang yang ada di lapangan eksekusi itu pun melanjutkan sorakan mereka dan Esther hanya bisa ketakutan dan tidak berdaya. Di saat yang sama Philip memberi instruksi kepada algojo untuk menurunkan pisau besar itu. Dan di tengah keributan itu, tiba-tiba suara orang-orang yang bersorak tadi menghilang ketika melihat beberapa orang yang memasuki lapangan eksekusi.

"Y....YA...YANG MULIA?!!" teriak seluruh dewan kerajaan yang tidak percaya apa yang dilihat oleh mereka. Semua rakyat kebingungan melihat Alexander berjalan dengan bantuan Vesper, didampingi oleh tabib kerajaan. Farhan dan rekannya yang lain bahkan sudah memprediksikan kematian Alexander.

"Tidak mungkin! Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya salah seorang dari mereka.

"HENTIKAN EKSEKUSI INI SEKARANG JUGA!!" perintah Vesper sambil menatap tajam algojo yang berdiri kebingungan.

Night Storyteller [COMPLETE][SHORTLIST WATTY'S 2021]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang