Chapter 16: Esther's Honesty

145 27 1
                                    

Hari demi hari pun berlalu. Alexander kembali membeli budak-budak lainnya dan seperti biasa, dia memalsukan perbuatan tiraninya itu untuk menyelamatkan para budak yang dibelinya. Esther sendiri juga sering mengunjungi Alexander pada jam yang lebih larut dari biasanya. Bukan hanya harus melakukan pekerjaannya di malam hari, tetapi di pagi hari Esther harus belajar bersama Aakil di perpustakaan istana sama seperti saat ini.

"Aakil, kenapa menjadi seorang selir sulit sekali?" kata Esther sambil memperhatikan cara Aakil menuangkan anggur dari sebuah botol kaca yang mewah.

"Tentu saja, Esther. Selir adalah sebuah posisi yang penting di sebuah kerajaan," kata Aakil pada Esther.

"Aakil, menurutmu... apakah aku akan lulus?" tanyanya dan Aakil segera berhenti melakukan apa yang dilakukan saat itu juga.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu, Esther. Peluangmu untuk lulus sekarang lebih besar daripada peluang untuk gagal," kata Aakil dengan serius.

"Sejujurnya, aku tidak siap untuk ujian lusa, Aakil. Aku benar-benar gugup," kata Esther, sedikit gugup memikirkan hal yang paling buruk yang akan terjadi padanya lusa nanti.

"Aku rasa itu wajar karena kamu akan bertemu dengan orang-orang penting di sana, Esther," kata Aakil lagi.

"Itu yang aku takutkan sebenarnya. Kamu tahu sendiri kalau aku hanya orang biasa," kata Esther lagi dan itu membuat Aakil memiringkan kepalanya.

"Kamu akan baik-baik saja, Esther. Kamu berada di bawah bimbinganku sekarang. Kalau kamu gagal, berarti aku juga gagal menjadi pembimbingmu sekarang ini," kata Aakil dengan nada datar.

"Itu semakin membuatku tertekan, Aakil. Dengan kata lain, aku memang harus lulus ujian selir ini," kata Esther kemudian menghela nafas yang panjang.

"Percayalah kamu akan lulus ujian ini, Esther. Yang Mulia mempercayakan aku untuk membimbingmu. Dan sebagai pembimbingmu, aku bisa melihat kesungguhan hatimu mengikuti ujian ini," kata Aakil dan Esther sedikit terharu dengan ucapan Aakil.

"Terima kasih, Aakil."

"Yang bisa kuajarkan, sudah aku aku ajarkan padamu. Semoga beruntung untuk ujian lusa, Esther," kata Aakil sambil tersenyum.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hari ini adalah hari penentuan apakah Esther layak menjadi selir Kerajaan Aberessian atau tidak. Kalau dipikir-pikir, ini benar-benar tidak masuk akal menurut Esther, karena dia hanyalah seorang budak yang dibeli oleh Alexander. Tentunya ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, tapi sepertinya Tuhan mempunyai rencana lain untuk Esther.

Esther dari pagi tidak bisa duduk dengan tenang setiap kali memikirkan ujiannya pada malam ini – menjamu tamu-tamu kerajaan tetangga. Bahkan dia tidak dapat tidur semalam ketika memikirkan hal ini. Meskipun Alexander dan Aakil memberinya semangat, tetapi Esther tetap saja gelisah dan gugup. Sekarang ini dia sedang menunggu Vesper untuk menjemputnya. Sambil menunggu, Esther sesekali menggosok kedua telapak tangannya yang berkeringat dingin karena gugup. Malam ini dia didandani habis-habisan oleh salah seorang pelayan kerajaan. Esther memakai sebuah gaun berwarna merah muda dengan hiasan bunga-bunga emas pada ujung gaunnya yang tampak serasi dengan kalung emas di lehernya.

TOK...TOK...TOK...

"Esther," panggil suara yang berada di seberang pintu. Dengan cepat Esther membuka pintu dan terlihat Vesper dalam seragam formalnya.

"Malam, Esther," sapa Vesper sambil tersenyum.

"Malam, Vesper," sapa balik Esther, namun ekspresi wajahnya tidak begitu ceria.

"Kamu baik-baik saja, Esther?" tanya Vesper.

"Tidak, Vesper. Aku merasa seperti menanggung beban batu besar di pundakku," kata Esther dan Vesper tertawa kecil.

Night Storyteller [COMPLETE][SHORTLIST WATTY'S 2021]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang