Janu menatap lekat pada sesosok gadis dihadapannya. Wajahnya ayu dan nyaman dipandang, membuat denyar halus tiba-tiba saja muncul menyusup ke hatinya secara perlahan.
"Kenapa kamu ngeliatin kayak gitu?" tanya Rani tersipu malu. Senyum manis yang terukir di bibirnya, membuat Janu semakin berdebar-debar.
Rani memang terlihat berbeda karena hari ini dia memakai gaun baru dan memoles wajahnya dengan make-up. Lispstiknya merah menyala. Alisnya melingkar indah dengan eye liner. Maskara membuat bulu matanya tampak lentik. Sapuan blush-on yang sempurna di pipi, membuat Janu ingin mencubitnya sedikit.
Tunggu dulu. Kenapa Rani jadi mirip seperti Nadine?
"Tumben, hari ini pake dress. Biasanya pake snelli," goda Janu. Melihat Rani semakin merona, dia berhenti menatap lalu memalingkan pandangan.
"Memangnya saya gak boleh dandan kalau lagi ketemu pacar?"
Ya, mereka resmi berpacaran setelah hari itu. Di mana Rani menembak Janu dan laki-laki itu mengiyakan.
"Nanti kamu malah ditaksir pasien, loh. Atau malah digodain sama dokter lain."
Ekspresi Janu terlihat serius kali ini. Ada rasa khawatir di hatinya mengingat ada banyak dokter laki-laki single di rumah sakit. Bukan hanya dia, beberapa rekan yang lain juga mengincar Rani.
"Ya gak, lah. Kan sayangnya cuma sama kamu," lirih Rani. Suaranya bahkan nyaris tak terdengar.
Janu tergelak mendengar itu. Mereka asyik berbincang saat seorang pelayan mengantarkan makanan. Semenjak hari itu, dua insan ini sepakat menghabiskan waktu dengan makan siang bersama. Walaupun dari pihak rumah sakit sudah menyediakan menu katering yang lengkap.
Tempat makan yang mereka pilih adalah sebuah kedai di daerah pinggiran yang menjual menu sate dan rawon. Sate Ponorogo namanya. Letaknya agak terpencil di dekat sebuah universitas di kota. Harganya terjangkau dengan rasa yang enak. Pelayanannya juga ramah. Paling utama tentu saja kebersihan tempat.
"Ini sate daging kelinci. Kamu cobain, deh."
Janu menyodorkan satu tusuk sate ke mulut Rani. Gadis itu menolak karena enggan mencobanya, sekalipun banyak yang bilang bahwa itu enak. Melihat binatang selucu itu disembelih dan dijadikan santapan membuat hatinya tidak tega.
"Enak banget. Cobain dulu. Dagingnya empuk."
Janu kembali menyodorkan sate itu, dekat sekali dengan wajah Rani sehingga saus kacangnya ikut menempel di bibir gadis itu.
Melihat itu, Janu refleks membersihkan bekas saus dengan jari dan mengusapnya dengan lembut. Dalam hati lelaki itu berkata, dia tak hanya ingin menyentuh, tetapi juga ingin yang lain.
Rani terbelalak mendapat perlakuan seperti itu. Dia tak menyangka Janu berani menyentuhnya di tempat keramaian seperti ini. Beberapa pasang mata sedang menatap ke arah mereka. Bahkan ada tertawa dan tersenyum geli melihat dua insan yang sedang jatuh cinta ini.
"Malu, ah."
Rani menepis saat jemari Janu masih bertahan di bibirnya. Gadis itu dengan cepat mengambil tissue dan membersihkan mulutnya.
Kali ini, Janu yang menjadi salah tingkah. Gerakan tangannya tadi terjadi secara spontan dan tidak direncanakan sama sekali.
"Sorry."
"Gak apa-apa. Ayo lanjut makan."
Rani mengambil bagiannya sendiri dan mulai menyuap dengan pelan. Gadis itu memilih sate ayam dengan seporsi lontong. Dia juga memesan rawon karena penasaran dengan rasanya. Ternyata semua makanan yang ada cocok di lidahnya. Pantas saja temannya merekomendasikan tempat ini. Untungnya lagi, dia jadi punya alasan untuk mengajak Janu makan siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Dr. Jack
RomanceCerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang baru ditempatkan di sebuah rumah sakit swasta terkenal di ibukota. Sikapnya yang dingin dan cuek, membuat p...