Janu mengejar Rani saat tak sengaja bertemu di parkiran belakang, saat mereka sama-sama akan pulang.
"Rani, tunggu!"
Setelah mengantar kepulangan Nadine, Janu bergegas mencari Rani. Tidak mungkin dalam satu hari dia mengurus keduanya.
Mendengar itu, Rani berjalan semakin cepat karena memang sengaja menghindari lelaki itu.
"Rani!"
Janu meraih lengan mungil itu dan menariknya hingga tubuh mereka hampir bertabrakan.
"Apaan, sih."
Rani meronta, merasa tak enak jika dilihat orang lain. Apalagi posisi mereka masih di rumah sakit. Untunglah parkiran belakang sepi, jadinya aman.
"Kamu jangan marah," bujuk Janu.
"Marah kenapa?" tanya gadis itu pura-pura tidak tahu.
"Soal itu--"
Janu terbata, bingung ingin menjelaskan apa kepada Rani. Dia hendak menyangkal tetapi itu tidak mungkin. Apa yang dilihat gadis itu benar adanya.
"Kamu sibuk. Aku gak mau ganggu," jawab Rani tegas sembari melepaskan cekalan tangan Janu.
Janu menjadi serba salah. Melihat wajah Rani yang nampak tegar, dia menjadi tak enak hati.
"Itu ... aku ngurusin pasien," jawabnya jujur.
Memang benar begitu. Nadine adalah salah satu pasiennya. Hanya saja spesial hingga dia menghabiskan lebih banyak waktu di rumah sakit untuk menjaganya.
"Mesra, ya? Sampai di-kiss segala."
Rani melipat tangan di dada dan menatap Janu dengan tajam. Gadis itu masih berusaha menahan emosi yang hendak meledak. Dia berhak marah karena lelaki itu adalah kekasihnya. Sedangkan status wanita tadi masih dipertanyakan.
"Ikut aku."
Janu kembali menarik lengan Rani dan membawanya masuk ke mobil, lalu menutup pintu dan menyalakan AC.
Rani menolehkan wajah, tak sudi menatap wajah tampan di sampingnya. Dia muak. Masih terbayang dalam ingatannya, bagaimana dua manusia itu bermesraan tadi.
"Nadine itu pasien aku. Kami udah dekat lama, sebelum aku dekat sama kamu."
Janu memulai pembicaraan. Entah harus menjelaskan dari mana, dia pun tak tahu.
"Pacar kamu?" tuding Rani tanpa basa basi.
"Belum jadian. Tapi aku udah ketemu orang tuanya beberapa kali," lirih Janu. Baiknya dia jujur mengakui daripada masalah ini semakin runyam.
"Terus hubungan kita gimana? Aku gak mau diperlakukan kayak gini," ucap Rani kesal.
"Kamu yang nembak aku duluan. Jadi--"
Rani menarik napas dalam. Mungkin dia terlihat agresif saat menyatakan cinta. Namun, gadis itu juga tidak akan berani kalau Janu tidak memberikan sinyal positif.
"Kita udahan aja, ya. Aku salah persepsi selama ini. Aku kira kamu juga suka."
Rani tertunduk malu karena tak bisa membaca isi hati lelaki. Dikira mereka saling cinta, ternyata malah sebaliknya.
"Maafin aku, Ran. Aku gak bermaksud mainin kamu. Aku sebenarnya juga suka. Tapi, Nadine--"
"Tapi kamu lebih suka Nadine. Buktinya keluarga kalian udah saling kenal."
Setitik air mata Rani menetes. Gadis itu mengusapnya pelan sembelum melanjutkan ucapan.
"Harusnya kamu bilang dari awal. Jadinya gak usah ngasih harapan sama aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Dr. Jack
RomanceCerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang baru ditempatkan di sebuah rumah sakit swasta terkenal di ibukota. Sikapnya yang dingin dan cuek, membuat p...