Niken menepikan mobilnya saat ada mobil lain yang menyalip di depan kemudian berhenti mendadak. Sepertinya si pengemudi memang sengaja hendak menghadang mereka. Untunglah jalanan ini memang sepi, tidak padat seperti jalan utama. Dia sengaja memutar supaya tidak terjebak macet.
Tak lama si pengemudi keluar. Seorang lelaki berbadan jangkung yang memakai kemeja batik hitam. Melihat itu, Niken mencolek gadis di sebelahnya. Nadine langsung menutup mulut karena kaget saat melihat siapa yang mendekati mereka.
Kaca mobil diketuk. Niken langsung membukanya, lalu tersenyum manis.
"Dokter Janu," sapa wanita itu dengan sopan. Dia sudah tahu apa maksud lelaki ini saat menghentikan mobilnya.
"Saya mau jemput Nadine."
Janu melirik ke arah gadis yang duduk di sebelah Niken. Matanya menatap tajam, seperti tanda jangan ada penolakan.
Niken menoleh dan mendapati Nadine tertunduk malu, lalu berbisik, "Ikut sana. Udah dijemputin sama yayang."
Nadine segera membuka pintu. Janu langsung meraih lengannya kemudian melambaikan tangan ketika berpamitan kepada Niken.
Janu membuka pintu dan meminta Nadine masuk. Tadi ketika dia tiba di parkiran kantor, gadis itu sudah terlanjur masuk ke mobil Niken. Jadi dia berusaha mengejar.
Saat berada di jalan yang agak sepi, Janu sengaja menyalip. Dia sudah memberikan kode dengan klakson, tetapi Niken tak mau menghentikan mobilnya.
Setelah menyalakan mesin, Janu melajukan kendaraan dengan pelan menuju suatu tempat. Laki-laki itu tidak mau hubungannya mereka merenggang karena masalah ini. Lagi pula, perselisihan kedua papa sudah lama terjadi. Hanya rasa sakit hati yang masih belum hilang.
"Mau ke mana?" tanya Nadine saat mobil Janu berbelok ke arah ujung kota, tempat sebuah taman yang terletak di sebuah jalan besar.
Pemerintah kota sengaja membuat sebuah tempat hiburan umum. Letaknya dekat dengan jalan raya, sehingga mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
"Aku mau ngomong sesuatu," jawab Janu singkat. Matanya masih fokus di depan dan selalu berhati-hati saat berkendara.
Nadine terdiam, bukan karena marah. Hanya saja tak tahu harus menjawab apa. Sejak kejadian itu, sudah beberapa hari mereka tidak berkomunikasi. Gengsinya begitu tinggi untuk memulai, setelah dia mengabaikan pesan Janu berkali-kali.
Janu paham, karena itulah dia yang memulai duluan. Menjemput Nadine dan membawanya untuk bicara empat mata. Dia meraih lengan halus itu dengan lembut saat memasuki gerbang taman.
"Ayo!"
Nadine mengekori Janu saat berhenti di sebuah kedai Takoyaki yang terletak di dekat pintu masuk. Para penjual jajanan pinggiran diperbolehkan membuka lapak di kawasan ini asal menjaga kebersihan.
"Buat kamu."
Janu menyerahkan sekotak kue berbentuk bulat yang ditaburi berbagai macam topping dan saus itu ke tangan Nadine. Lalu, mengambil bagiannya sendiri dan membayar semuanya.
"Kita ke sana!"
Janu menunjuk ke sebuah bangku taman yang terletak di ujung. Agak jauh dari keramaian dan sedikit terlindung.
"Memangnya aku anak TK dibawa ke sini," rutuk Nadine saat melewati sekumpulan ibu-ibu yang membawa anaknya bermain.
Di taman ini memang disediakan berbagai jenis permainan anak. Jika malam tiba, para penjual jajanan akan semakin ramai, karena pengunjung dari semua kalangan usia mulai berdatangan.
"Udah gede, sih. Tapi kelakuan kayak anak-anak. Ngambeknya lama, bikin pusing," jawab Janu santai, yang dibalas gadis itu dengan pelototan mata.
Nadine mencebik. Namun, senyumnya melengkung tak lama setelah itu. Dia mengambil sebuah garpu plastik dan mencicipi Takoyaki yang masih panas mengebul. Rasanya enak dan pedas. Membuat bibirnya mendesis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Dr. Jack
RomanceCerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang baru ditempatkan di sebuah rumah sakit swasta terkenal di ibukota. Sikapnya yang dingin dan cuek, membuat p...