2. Poli Penyakit Dalam

3.2K 156 5
                                    

"Nomor antrean dua puluh tiga. Poli penyakit dalam."

Seorang ibu-ibu paruh baya dibantu anaknya masuk ke ruang periksa. Ibu itu memakai kursi roda. Sepertinya sakitnya sudah parah. Ada seorang perawat yang mendampingi, sepertinya pasien rujukan dari poli lain.

Nadine merasa gelisah sedari tadi, berkali-kali melirik kertas di tangan. Antreannya masih panjang dengan nomor urut tiga puluh tujuh. Itu berarti, masih enam belas orang lagi yang akan masuk dan diperiksa sekian lama. Setelah itu baru gilirannya. Perutnya sudah sangat nyeri, karena asam lambung yang kumat.

Nadine meminta izin tidak masuk kerja hari ini untuk pergi ke rumah sakit supaya cepat ditangani. Padahal ini awal bulan, laporan pasti menumpuk. Dia merasa tidak enak hati, tetapi apa mau dikata. Namanya sakit, siapa juga yang mau.

"Suster!"

Nadine memanggil seorang perawat yang keluar dari ruangan itu. Di tangannya terdapat setumpuk rekam medis milik pasien.

"Ya, Ibu?"

"Apa saya boleh duluan?"

"Maaf, Ibu. Pasien masuk sesuai nomor antrean."

"Saya, kan pasien umum. Bukan asuransi."

"Benar. Tapi, aturannya memang begitu. Pasien masuk sesuai nomor antrean. Ibu bersabar aja, sambil menunggu."

"Ini saya udah sakit banget, tau!"

"Boleh saya lihat sakitnya apa?"

Perawat itu meminta kertas yang dipegang Nadine. Gadis itu menyerahkannya dengan cepat.

"Oh, asam lambung. Apa Ibu sudah sarapan?" tanyanya sopan.

"Belum. Perut saya mual gini, mana bisa makan."

Nadine menjawab dengan kesal. Perih yang dirasakannya semakin menjadi-jadi. Di tambah mual yang semakin lama semakin memuncak.

Niatnya urung melihat banyak orang yang sedang menunggu. Mungkin karena bercampur baur dengan pasien lain, membuatnya mualnya semakin menghebat.

Bau minyak angin, minyak gosok, entah bau apa saja menyebar di segala penjuru ruangan. Ruangan ini memakai AC, sehingga segala macam aroma bercampur menjadi satu.

"Ibu beli roti di kantin sebelah, ya. Dicemil sedikit-sedikit biar mengurangi mual. Ini sebentar saja kok periksanya. Sabar menunggu," saran perawat itu sembari tersenyum.

Pelayanan adalah yang terutama bagi rumah sakit ini. Sekalipun kadang mendapat tindakan yang kurang baik dari pasien, karyawan di rumah sakit ini tetap berlaku sopan.

"Ini udah perih banget. Saya nggak kuat. Saya masuk aja duluan boleh, gak? Yang penting diperiksa aja. Nanti obatnya nyusul," ucap Nadine setengah memaksa.

Si perawat masih bersabar dan tersenyum. Ada banyak pasien yang seperti ini, ingin selalu didahulukan dan tidak mau ikut antrean.

"Berikan sama saya nomor antrean Ibu. Tunggu sebentar, saya tanyakan dulu," jawabnya tenang.

Setelah menerima kertasnya, perawat tadi mengetuk pintu ruang poli penyakit dalam.

"Permisi, Dokter." Si perawat mengintip dari balik pintu yang sedikit terbuka.

"Ya, ada apa?" Terdengar suara lelaki menyahut dari dalam ruangan.

"Ini ada pasien umum. Minta didahulukan. Apa boleh?" Dia bertanya dengan sopan.

"Ikut antrean aja," jawab si dokter.

"Tapi maksa, Dok. Katanya udah gak kuat."

"Keluhannya apa?" lanjut si dokter.

Hello Dr. JackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang