Wajah Nadine memerah saat rengkuhan di tubuhnya terlepas. Janu tersenyum senang dan juga menang. Matanya menyusuri lekuk sosok cantik di hadapannya ini. Membuat gadis itu merasa jengah dan melotot karena kesal.
Janu sudah mulai berani sekarang, menampakkan hasratnya kepada sang kekasih. Mungkin karena mereka baru saja berbaikan. Juga sikap Nadine yang sejak tadi hanya pasrah, bahkan membalas sentuhannya.
"Mata dijaga." Jemari halus Nadine menutup kedua mata kekasihnya. Melihat itu, tangan besar Janu kembali menarik tubuh mungil itu.
"Kita kawin lari aja, yuk!" bisiknya mesra.
"Idih." Nadine mendorong tubuh kekasihnya kemudian membuka pintu mobil. Sebelum dia benar-benar keluar, Janu mengucapkan sesuatu.
"Ndin. Kita harus nyusun rencana buat naklukin papa," katanya serius.
"Aku gak tau gimana caranya. Kamu yang lebih ngerti," kata Nadine pasrah.
Janu merenung sejenak, lalu tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di benaknya.
"Kamu bisa masak?" Dia bertanya.
Nadine menggeleng. "Aku jagonya hitung uang. Mau berapa M juga aku jabanin."
Memang itulah kenyataannya. Oleh sebab itulah dia begitu teliti setiap kali melakukan berbagai hal. Bukan hanya transaksi nasabah, karena sudah terbiasa.
"Kalau gitu kamu belajar dulu," usul Janu.
Nadine terdiam cukup lama, lalu berkata, "Aku coba."
Janu mengangguk senang, lalu mengusap kepala sang pujaan hati.
"Yaudah masuk sana. Salamin sama Mama Papa kamu, ya."
"Gak mampir?"
Janu menggeleng. "Aku masih kerja besok. Mau tidur, capek banget."
Janu menutup mulutnya dan menguap beberapa kali. Lelaki itu bahkan memijat kepala karena merasa penat.
"Jangan lupa ngabarin kalau udah sampai."
Nadine melambaikan tangan ketika mobil kekasihnya mulai bergerak menjauh. Dengan santainya dia masuk ke rumah. Gadis itu meletakkan tas di nakas, lalu ke dapur menemui mamanya yang sedang menyiapkan makan malam.
"Seneng banget, nih. Yang pulangnya diantar calon suami," goda mamanya ketika sang putri datang sembari berdendang riang.
"Mama, ih!" Nadine memeluk mamanya dari belakang.
"Udah baikan?" tanya wanita paruh baya itu.
"Iya, Ma. Tadi Janu udah bujukin aku. Malah nyegat di jalan pas aku ikut mobil Kak Niken," jelasnya.
"Syukurlah. Tinggal hati calon mertua aja yang harus ditaklukin. Mama yakin, itu cuma emosi semata. Lagian, papa juga udah maafin."
Mama mengaduk sesuatu di panci. Aromanya harum sekali membuat perut putrinya menjadi kelaparan. Tiba-tiba gadis itu menjadi teringat akan sesuatu.
"Ma, itu sayur apaan?" Nadine menunjuk isi panci.
"Sop Kimlo."
"Boleh aku cicip, gak?"
"Ntar, lah. Belum mateng juga."
Mama menepiskan tangan putrinya yang manja karena berusaha mengambil sendok sayur yang sedang dipegangnya.
"Ajarin masak, Ma."
Dahi wanita itu berkerut. Mimpi apa dia semalam saat mendengar sang putri meminta diajarkan masak. Selama ini Nadine memang suka membantu di dapur, tetapi hanya memotong bahan atau mencucinya. Gadis itu belum pernah memasak langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Dr. Jack
RomanceCerita ini menjadi 20 peserta terpilih dalam kompetisi Lovrinz Writing Challenge 2021. *** Janu, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang baru ditempatkan di sebuah rumah sakit swasta terkenal di ibukota. Sikapnya yang dingin dan cuek, membuat p...