13. Permintaan Maaf

7 1 0
                                    

Mendengar suara yang keras datang dari arah dapur bersamaan padamnya listrik, Iqbal terkejut dan memanggil adiknya.

"Mai!" panggil Iqbal dengan suara keras. Karena tak mendapat jawaban, Iqbal jadi khawatir dan segera mencari Handphone sebagai alat penerangan. Iqbal berjalan hati-hati menuju dapur. Sampai di sana, Iqbal membelalak kaget saat melihat Mai jatuh dan kedua tangannya memegang kepalanya. Wajahnya sangat pucat. Napasnya tak beraturan. Keringat dingin mengucur di wajahnya. Tak hanya itu kakinya juga terluka walau tidak parah. Iqbal melompati pecahan piring dan mendekati Mai.

"Mai?" Iqbal memanggil Mai pelan, berharap adiknya dapat lebih tenang. Tapi tepat setelah Iqbal memanggilnya, Mai pingsan dan segera ditangkap Iqbal sehingga kepalanya tidak terbentur lantai.

"Pasti kalo listrik padam bakal kayak gini lagi" Iqbal menghela napas. Ia menggigit bagian atas softcasenya agar dapat menyinari jalannya. Ia lalu menggendong Mai ala bridalstyle dan menggendongnya dengan hati-hati karena kakinya yang terluka.

Bodo amat piring pecahnya nanti aja, syukur kalo itu piring bisa beresin dirinya sendiri. Bodo amat juga softcase gue kena iler, penting ini iler gue sendiri   batin Iqbal dalam hati.

Iqbal membopong Mai ke sofa di ruang keluarga. Ukuranya lumayan panjang dan lebar jadi enak kalo tiduran di situ. Lelaki itu lalu menyalan lampu emergency dan mengambil kotak P3K. Ia mengobati kaki Mai dengan hati-hati. Beruntung listrik padam saat ia berada di rumah. Pernah waktu itu Mai sendirian di rumah saat listrik padam. Orang tua mereka di luar kota dan Iqbal sedang keluar bersama temannya. Saat Iqbal pulang, betapa terkejutnya ia melihat Mai yang pingsan di dekat ruang tamu. Dan tanpa ba-bi-bu, Iqbal langsung membawanya ke rumah sakit. Sejak saat itu, Iqbal tak keluar pada malam hari kecuali ketika Mai memintanya membelikan sesuatu.

Dulu kayaknya suster pernah bilang cara-cara menangani orang pingsan. Tapi gue lupa caranya gimana. Kasih minyak kayu putih kali ya?

Iqbal lalu mengambil minyak kayu putih kan mendekatkannya ke hidung Mai. Lalu Iqbal mulai teringat hal-hal yang perlu dilakukan saat menangani orang pingsan. Iqbal mengangkat kedua kaki Mai 30 cm lebih tinggi dari dada, ia melakukannya tak lama karena pegal juga. Pria itu juga terus memberi bau-bauan pada Mai. Tak lama kemudian, Mai membuka sedikit matanya.

"Abang..." Mai memanggil Iqbal pelan.

"Iya, gue di sini. Bangun dulu minum air putih biar enakan. Gak ada minuman manis soalnya listrik padam. Kalo mau ada permen coklat nih mau gak?" Iqbal menyodorkan air mineral gelasan yang ada di ruang tamu. Mai menerima air mineral itu dan meminumnya.

"Permen coklat nya gausah. Udah baikan" ucap Mai lirih.

"Tidur lagi aja, gue mau beresin piring pecah dulu" Iqbal berdiri lalu menepuk kepala Mai. Saat Iqbal akan berjalan menuju dapur, Mai memegang tangan Iqbal. Rupanya gadis itu masih takut.

"Di sini aja ya Bang? Mai masih takut"

Andai, setiap hari ngomongnya halus gini kan gak harus nunggu mati listrik dulu pikir Iqbal.

Iqbal menghela napas dan tersenyum, "Oke, gue di sini tapi harus tidur ya" ucap Iqbal lembut dibalas anggukan Mai.

Iqbal kembali duduk dan mengelus kepala adiknya. Dulu waktu kecil Mai akan cepat tidur bila dielus kepalanya. Beberapa menit kemudian setelah Mai tertidur, Iqbal pun mulai mengantuk dan akhirnya tidur juga. Pada akhirnya, Iqbal melupakan kenyataan bahwa ia belum membereskan pecahan piring.

🍥🍥🍥

Esoknya, Mai dan Iqbal telah sampai di sekolah. Saat berjalan di koridor, mereka mendengar ghibahan yang cukup keras.

REMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang