BAB 10

74.6K 7.6K 948
                                    

"Jangan menantang malam jika tidak siap gelap."

***


Milla berjalan cepat seraya menutupi kepalanya dengan jaket. Hujan rintik sudah menyapa lagi, entahlah mungkin bumi begitu merindu. Ia melawan arah dengan siswa SMA Tunas Bangsa yang kini berburu untuk keluar gerbang.

Ia mengibaskan sisa bulir air di jaket lantas memasukkan bekal yang baru saja Aldi berikan. Hari ini ada latihan karawitan dan dijadwalkan akan sedikit larut malam. Pasalnya ektrakulikuler yang terbilang baru itu ditantang untuk mengisi profil utama SMA Tunas Bangsa.

Ketika budaya dijadikan kepala dalam suatu sekolah, saat itu kita wajib bangga.

"Eh Millaa!!"

Alis Milla menaut tajam ketika sapaan menyuara begitu saja. Terlihat di dekat alat musik gong ada Citra yang tengah memamerkan pemukul gong.

"Gue anggota baru karawitan nih. Ada semacam celebration gitu gak?" tanya Citra antusias.

"Kayak tiup lilin atau sembelih sapi gitu?"

Milla meletakkan tasnya di rak lalu menggeleng.

"Yah gak ada ya? Ya udah kasih gue selamat bergabung aja deh!" Citra mengulurkan tangan membuat Step yang ada duduk di samping alat musik bonang ikut-ikutan.

Entahlah apa yang sedang gadis itu lakukan. Atau hanya untuk mengisi waktu kosong, sedang mencari informasi atau sedang menjadi,

Mata-mata?

"Millaa!! Tinggal salamin susah bener deh ish!" Step lalu menarik tangan Milla untuk menyami mereka.

"Kalian mau apa di sini?" tanya Milla tanpa basa-basi membuat dua gadis itu kompak melirik satu sama lain.

Diam cukup lama.

"Apa ada larangan buat kita belajar budaya?" tanya Citra sontak membuat Milla seolah tercekik dengan pertanyaan itu.

Memang tidak salah. Ah sudahlah, ia tidak seharusnya berprasangka buruk.

Milla tersenyum sekilas lalu berjalan menuju alat musik miliknya, iya siter.

Suasana masih belum kondusif, ada yang bergurau, gosip, curhat, menggelar konser tunggal, dan dia yang baru bergabung asyik dengan kamera ponsel melakukan live streaming.

"Hai guys! Ya ampun gue seneng banget bisa ikut ektrakulikuler karawitan!"

"Iya sama gue juga! Jiwa-jiwa ibu pertiwi sudah merasuki ku guys!"

"Eh ini namanya apa sih?" ujar Step seolah tengah membawakan suatu acara.

Citra mengacungkan pemukul gong ke kamera ponsel milik temannya itu.

"Jadi guys ini tuh pemukul gong! Gini nih cara mainnya."

Gonggg!!!

Suara menggema begitu saja membuat yang lain melirik ke arah mereka.

"Selamat sore anak-anak!"

Suara itu tiba-tiba masuk membuat seisi ruang karawitan terkesiap.

Citra buru-buru memegangi gong agar tidak terus berbunyi.

Pak Bagus datang dengan seorang laki-laki berseragam bukan SMA Tunas Bangsa.

Cowok dengan seragam rapi, tas hitam terselempang di bahu kanan, jambul tipis, dan tatapan elang yang seolah menjadi identitasnya.

SMA Sanskerta.

"Anak-anak perkenalkan dia siswa baru di sekolah kita. Pindahan dari Yogyakarta kelas dua belas IPA dan akan menjadi ketua kalian untuk ekstrakulikuler karawitan," umum pak Bagus yang langsung disambut sorak gembira dari mereka yang mayoritas perempuan.

KATA SANDI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang